****
Vito abaikan walau sadar ada seseorang disampingnya. Itu pasti Vino, tidak mungkin Ayah. Semalam Ayah mengatakan akan menambah jadwal 2 hari di luar kota. Berhubung bukan satu cabang saja hotel yang Ayah periksa. Vito tak mempermasalahkan itu. Yang ia inginkan saat ini adalah kembali tidur dengan tenang tapi seseorang disamping terus bergerak membuatnya terganggu.
Entah sekarang jam berapa, yang pasti matahari belum muncul. Vito juga tidak berencana bangun pagi. Ia akan menghabiskan weekend nya dengan berdiam diri dikasur seharian.
Mencoba mencari posisi ternyaman, Vito kembali melanjutkan tidurnya. Ia tadi terbangun karena merasakan seseorang berada disampingnya. Tapi setelah orang disampingnya berkata, matanya langsung terbuka lebar. Menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya.
"Hiking yuk!"
Satu kata yang Vito ucapkan "Gila". Setelah itu Vito memilih menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Mengabaikan Vino yang menarik-narik selimutnya.
Vino malah terkekeh. Mendudukan tubuhnya disamping Vito lalu berucap, "Kakak pengin liat sunset" bisiknya tepat disamping telinga Vito.
"Sunrise" koreksi Vito, masih dengan menutup matanya. Enggan menanggapi lagi ucapan random Vino.
"Ayolah Vit temenin kakak. Mumpung libur 'kan"
Vito mendengus sebal. Menyikap selimutnya lalu menatap Vino yang tersenyum kearahnya. Jurus rayuan Vino yang selalu membuat Vito luluh.
"Tau lagi libur harusnya dibuat istirahat"
"Tapi katanya hiking juga bikin healing tau"
Vito menggeleng tak setuju, "Yang ada capek."
"Ayolah, sekali ini aja. Temenin kakak ya. Kapan lagi coba hiking bareng kakak. Keburu mati ntar"
"Kak!" Vito menatap Vino kesal. Tak suka dengan perkataan kakaknya yang membawa kematian. Vito sudah cukup benci dengan kata itu.
Vino yang awalnya kaget kini mencoba tersenyum. "Makannya ikut ya"
Dengan helaan nafas berat, Vito akhirnya mengangguk. Hatinya mengatakan kalau ia harus mengikuti permintaan Vino. Lagi, kata-kata Vino tadi membuatnya khawatir tanpa sebab.
Setelahnya pekikan Vino terdengar. Kakaknya dengan tak malu umur meloncat-loncat senang diatas kasurnya seperti anak kecil diajak liburan. Tanpa sadar Vito ikut tersenyum senang. Kakaknya terlihat sangat bahagia. Terlintas sebuah harapan kecil.
'Semoga gue bisa terus liat senyum lo, kak'
.
.
.
.Masih sesekali menguap mengantuk, Vito berjalan menuju garasi untuk memanaskan mobil. Jarak antara rumahnya dan gunung yang akan mereka daki tidak terlalu jauh, jadi mudah ditempuh dengan menggunakan mobil. Kebetulan Vito tau tempat nya.
Ditengah kantuk dan kesadaran yang saling berperang, Vito terdiam sambil menatap langit yang masih gelap gulita. Lalu pandangannya ia edarkan keseluruh bagian rumah. Sepi. Bahkan ia rasa serangga pun belum mulai beraktivitas. Sedangkan untuk Vito yang tidak pernah bersahabat dengan bangun pagi sudah bersiap melakukan aktivitas di pagi buta. Saat ketika biasanya ia masih bernaung di skenario alam bawah sadar. Yang dirasa lebih indah dari dunia nyata.
Hanya, Vito masih tidak percaya. Hampir jam 4 pagi buta mereka akan pergi mendaki. Tanpa persiapan atau rencana apapun. Hanya membawa kebutuhan sekadarnya, bekal, lalu persiapan mental. Rasanya ini hal ternekat yang pernah Vito alami. Entah mengapa juga Vito dengan mudah menuruti kemauan Vino. Padahal biasanya ia enggan menanggapi perkataan Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Teen FictionVito merasa hidupnya kosong setelah sang bunda pergi. Vito butuh kasih sayang. Terutama dari Ayah sebagai orang tua satu-satunya. Vito iri ketika Ayah terkadang lebih memperhatikan Vino, kakaknya. Meski begitu, Vito tidak membenci Vino. Ia sangat m...