Yang Maha Melihat

176 115 63
                                    

Matahari semakin tinggi, cahaya teriknya menyapu halaman di bawahnya, mengundang banyak keringat bercucuran di pori-pori santri putri yang saat ini sedang melaksanakan kegiatan rutin setiap minggu, yaitu bersih-bersih, atau dalam istilah pondok sering disebut dengan roan.

"Ayo Sil! roan, ditungguin dari tadi loh," desak Rahma kesal.

"Iya Ma! bentar, tinggal tiga baju lagi belum aku lipat," bela Silvi sembari mempercepat gerak lipatan bajunya.

"Kita kesana dulu saja Ma, nungguin si Silvi, kelamaan," sahut Ria tiba-tiba.

"Iya, kalian kesana dulu saja, nanti aku nyusul," timpal Silvi masih sibuk menaruh baju ke dalam lemari. Tanpa merespon ucapan dari gadis bermata sipit itu, Rahma pun berpaling meninggalkannya, diikuti Ely dan Ria di belakangnya. Ketiga gadis itu memang sudah lama berteman dekat dengan karakter dan gaya mereka masing-masing, selalu bersama seperti trio yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dan Rahma sebagai pemimpinnya. Ingin rasanya Rahma mengajak Silvi masuk dalam grupnya, tetapi gadis bermata sipit itu lebih suka berteman dekat dengan Nayla. Walau gaya mereka berbeda jauh, Nayla yang terkenal pendiam dan kutu buku sedangkan Silvi yang terkenal bandel dan akrab dengan hukuman, tetapi dirinya agaknya merasa lebih nyaman apabila berhubungan dekat dengan Nayla dibandingkan masuk dengan grupnya Rahma.

"Rahma!" panggil Nayla dari kejahuan, spontan membuat rahma menghentikan laju kakinya dan beralih menoleh ke sumber suara itu.

Nayla berlari menghampiri Rahma, menghela napas berulang kali, "Kamar kita kebagian roan mana?" tanya Nayla setelah dirinya sudah berada tepat di depan Rahma.

"Di bagian gudang sebelah kantor," celetuk Ria. "Nah rencananya nanti tempat itu akan dijadikan sebagai kamar khusus tamu," lanjutnya dengan nada cempreng.

"Ohh ...." gumam Nayla sembari membenarkan jilbabnya yang terlihat berantakan.

Roan adalah salah satu tradisi unik yang ada di pesantren. Roan berawal dari kata Tabarrukan yang disingkat menjadi Rukan, kemudian menjadi Roan.

Roan merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan dan melekat pada jati diri pesantren. Setiap anak dibebani untuk roan, paling minim adalah membersihkan kamarnya sendiri. Roan dilaksanakan setiap hari, khususnya hari minggu, biasa disebut dengan roan akbar, biasanya pada hari minggu membersihkan taman, halaman, kamar mandi dan seluruh lokasi di pondok pesantren.

Avika memutar musik sholawat modern di sound system milik kantor pondok untuk menemani aktivitas santri di hari Minggu. Menambah spirit tersendiri bagi santri untuk beraktivitas.

Nayla menaiki meja yang terbuat dari kayu agar tangannya bisa meraih atap-atap ruangan yang masih terlihat kotor penuh dengan debu bersarangan di sana lalu ia gunakan tangan kanannya untuk membersihkan debu-debu itu dengan bantuan alat sulak sembari tangan kirinya menutup mulut hawatir jika ada debu terserap ke rongga hidungnya. Rahma pun demikian, yang kini masih mengangkat meja berkaki empat, dibantu Ria mengangkat di sisi yang lain sambil bersenandung kecil mengikuti alunan musik sholawat modern yang dimainkan.

"Sil ... itu di kantor, di belakang pintu ada sapu, nah kamu ambil gih, untuk menyapu ruangan ini," seru Rahma masih sibuk menata meja.

Sementara Silvi yang merasa belum mengemban tugas apapun karena memang dirinya baru saja ikut bergabung dalam roan ini bergegas melangkah menuju ke kantor. Gadis bertubuh mungil itu perlahan menginjakan kakinya ke dalam kantor. "Ucap salam enggak ya?" batin Silvi setelah membuka pintu kantor dan melangkah masuk ke dalamnya.

Terdengar di telinga Silvi, suara nyanyian sholawat yang bergeming di sekitar area kantor. Bukan musik yang diputar Avika tadi, tetapi ini berbeda. Gadis yang kerap disapa Sisil itu mencoba memutar kepala, melirik ke perbagai penjuru ruangan mencoba mencari asal dari suara itu, ternyata suara itu berasal dari ponsel milik Agung.

Ini adalah yang Terbaik (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang