"Kalau kita dihina orang lain, dicaci maki, dianiaya dan diganggu orang lain. Kita hendaknya tidak usah membalasnya. Karena sikap dari orang yang selalu menghina, mengganggu kita itu akan menghapus dosa kita. Dosa kita akan diambil oleh orang yang menghina kita. Dosa kita akan disedot oleh orang yang menganiaya kita. Tapi kalau kita membalas hinaan orang lain. Misal, teman kita jahat kepada kita dan kita pun membalas berbuat jahat, maka kita dan orang yang berbuat jahat tersebut sama saja, sama-sama berlaku jahat, sama-sama berbuat dosa. Walaupun yang mulai bukan kita, tapi dosanya sama. Maka lebih baik kita diam karena itu merupakan ujian dari Allah. Dan kita dituntut untuk berbuat baik kepada semua orang dan tidak memandang itu siapa, teman ataupun musuh. Tetaplah berusaha berniat baik, tetaplah berlaku baik.
Karena orang baik adalah bukan orang yang hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita. Tetapi orang baik adalah orang yang berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita.
Jika kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, itu biasa-biasa saja. Tetapi kalau kita berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, itu baru luar biasa. Itu baru muslim sejati.
Hiduplah di dunia ini dengan rasa bersyukur dan sabar. Dan juga berpikir, 'mungkin ini adalah yang terbaik menurut Allah untuk kita'. Kalau memang itu yang terbaik menurut Allah, ya mau gimana lagi. Kita tidak bisa mengelak dari kodratnya Allah, kita tidak bisa menolak takdirnya Allah. Maka dari itu, kita harus melatih diri kita untuk menerima apa yang diberikan oleh Allah kepada kita."
Silvi menutup mulutnya menggunakan tangan sebelah kanan. Ini sudah terhitung enam kali dirinya menguap saat sang ustaz sedang menjelaskan keterangan dari suatu kitab. Silvi melirik ke sebelah kanan. Terdapat Viona, sedang menyimak dengan fokus dan sesekali mencatat apa yang disampaikan oleh ustaznya itu. Viona itu memang jauh berbeda dengan Silvi. Jika Silvi tidak menyiapkan apa pun kecuali niat, maka Viona akan menyiapkan segalanya dengan lengkap. Termasuk notebook guna mencatat inti dari semua keterangan yang dipaparkan oleh gurunya.
"Hehh, Sil! Malah ngantuk, katanya kamu pengen berubah," bentak Nayla yang kali ini duduk di sebelah Silvi.
Silvi mendengkus. "Aku ngantuk. Tadi malam enggak bisa tidur."
"Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan?" tanya Rozikin, selaku ustaz pengajar hari ini.
Rozikin melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Jika tidak ada, baiklah. Untuk pertemuan hari ini saya akhiri, semoga kalian bisa mengamalkan isi dari kitab ini." Rozikin menghentikan perkataannya sejenak, menatap satu persatu mata anak didiknya.
"Silvi!" seru Pak Rozikin.
Silvi yang akan menjatuhkan kepalanya di atas meja sontak menegakkan tubuhnya. "Iya, Pak?"
"Sulit?" lanjut Ustaz itu bertanya. Sementara Silvi hanya terdiam dengan tatapan kosong.
"Memang sulit. Tapi setidaknya kalian sudah mau berusaha sedikit demi sedikit melatih kepribadian kalian." Pandangan Rozikin beralih ke Nayla.
"Ilmu itu jangan hanya sebatas dimasukan ke pikiran saja. Tetapi harus dimasukan sampai ke dalam hati. Jika ilmu sebatas dipikiran saja, maka ilmu hanya akan jadi wawasan. Jika ilmu sudah masuk sampai ke hati, maka ilmu akan jadi sebuah perilaku atau perbuatan yang menyatu dalam diri seseorang," tandas Ustaz itu yang kini lirikannya berhenti tetap ke arah Rahma.
"Baik, pertemuan kita sudahi sampai di sini. wabillahi tahufiq wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas semua santri.
Silvi menghela nafas kembali menjatuhkan kepalanya di atas meja kala kaki Rozikin sepenuhnya sudah melangkah keluar dari ruang kelas. Mata gadis itu perlahan terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini adalah yang Terbaik (Tamat)
Ficción GeneralMenceritakan perjalanan hidup dari seorang santri dengan berbagai macam problematika yang dihadapinya. Hingga yang Maha Kuasa mempertemukan dirinya dengan seseorang yang perlahan telah mengubah cara pandangnya dalam menjalani lika-liku kehidupan. Ya...