Sembari menunggu kedatangan Mark, setelah ditinggalkan sendirian, Wendy iseng melihat-lihat isi ruang kerja Mark. Tak jauh berbeda dengan ruang kerja Mark yang berada di rumah, terdapat meja kerja utama yang dipenuhi dokumen dan komputer, serta susunan sofa dan rak-rak berisi pajangan, buku dan penghargaan. Ruangan yang didominasi oleh warna putih dan abu-abu itu sangat terang benderang bahkan tanpa perlu bantuan lampu sekalipun berkat jendela-jendela besar yang berjejer membawa cahaya matahari yang cukup masuk menerangi seisi ruangan.
Langkah Wendy kemudian terhenti di depan jendela, memandangi gedung-gedung pencakar langit berlatar langit biru cerah di luar sana. Ia mulai bosan ditinggalkan sendirian, tetapi ia juga tidak nyaman ditemani oleh sekretaris Mark yang sebelumnya ia biarkan keluar dari ruangan. Sang sekretaris memang sopan dan ramah terhadapnya, tapi Wendy sadar ada sesuatu yang bertolak belakang di balik permukaan tersebut. Ia bisa mencium perasaan enggan dan resah saat sang sekretaris bersamanya. Ia kasihan makanya ia menyuruhnya pergi karena dirinya tahu rasanya ingin cepat-cepat menghindar dari orang yang membuatmu tidak nyaman. Mereka tidak nyaman satu sama lain, jadi untuk apa memaksakan diri berada di dalam satu ruangan yang sama. Hanya saja Wendy bertanya-tanya, apa penyebabnya? Dirinya tidak menakutkan dan tidak juga tidak mengintimidasi, tapi justru ia merasa diperlakukan demikian.
Pikiran Wendy kemudian melayang pada susunan adegan yang baru saja dilaluinya. Jujur saja perlakuan para karyawan yang sempat ditemuinya agak mengusiknya. Mereka terlalu sopan dan tunduk padanya, sangat berhati-hati dalam bersikap dan berbicara―mengingatkannya pada pelayan di rumah Mark, hanya saja para pelayan lebih parah karena mereka bahkan tak mau menatap matanya. Mungkin wajar saja karena dirinya adalah istri dari direktur, tapi bukan artinya mereka harus takut padanya 'kan? Segan atau sopan masih wajar, tapi takut dan tunduk adalah sesuatu yang lain. Wendy sedikit sedih diperlakukan seperti itu karena membuatnya seperti sulit didekati ataupun mendekati orang lain, padahal ia sudah berusaha ramah dan biasa saja tapi usahanya tidak berhasil. Orang-orang yang menyadari derajat mereka lebih rendah pasti membuat batas atau menjaga jarak darinya.
Lamunan Wendy terhenti begitu mendengar suara pintu yang membuka tanpa ketukan dan langsung menutup dengan cepat. Ia lantas membalikan badan untuk mendapati Mark yang memasuki ruangan. Senyuman Wendy otomatis mengembang ingin menyambut kedatangan seorang yang dinantikannya tersebut karena bagaimana pun tujuannya adalah memberikan kejutan pada Mark atas kedatangannya. Dan benar saja, Mark terkejut, menilai dari ekspresi Mark yang sempat terdiam di tempat sembari menatapinya.
"Kau sudah selesai rapat?" sambut Wendy riang, belum menyadari apa yang sedang terjadi dari gelagat Mark tersebut yang bahkan sempat membuat asisten dan sekretarisnya menciut. Ia segera berjalan mendekati Mark, masih mengira Mark belum keluar dari keterkejutannya. Ia ingin menjelaskan maksud kedatangannya pada Mark yang pasti bingung dengan kemunculannya yang ajaib. Dan tentu saja ia harus jujur pada cara kotor yang dilakukannya untuk meninggalkan mansion.
"Apa yang kau lakukan di sini? Tak ada yang mengabariku kau akan ke mari." tanya Mark tanpa balasan sapa ataupun senyum. Rahangnya mengatup keras dengan ekspresi datar, sorot matanya yang dingin menatap lurus ke arah Wendy, menghakimi dan mengecam kehadiran Wendy bahkan sebelum Wendy mengakui kesalahannya. Tentu saja ia mengetahui Wendy melakukan sesuatu yang tak disukainya karena tak seharusnya Wendy berada di kantornya dan terlebih lagi Wendy tak boleh keluar dari mansion, tidak tanpa sepengetahuan dan izin darinya.
Langkah Wendy sontak terhenti, ia membeku di posisinya. Ini bukan reaksi Mark yang diharapkannya. Mark marah. Kengerian tiba-tiba merayap di sekujur tubuhnya hanya dari satu kalimat pertanyaan yang dilontarkan Mark. Ini pertama kalinya ia mendengar suara Mark yang tenang tapi bukan ditemani oleh kelembutan, melainkan dominasi dan intimidasi yang membuatnya tertekan. Sejak awal ia sudah memperhitungkan akan ada kemungkinan Mark yang marah tapi ia tak mengira taraf dan dampaknya sampai begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKLASH ❝MARK WENDY❞
Fanfiction[Slow Update] What you sow in the past, that's what you reap now. Backlash. ©bananaorenji, 2021.