Pergi meninggalkan tanah air

1.2K 90 0
                                    

"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan pasien."

Bagai disambar petir rasanya, dunianya seakan runtuh. Satu-satunya penopang hidup, sandaran serta kekuatannya telah kembali kepada sang Khalik meninggalkannya seorang diri di dunia ini. Oh sungguh kejam takdir hidupnya.

Nafas Braga seakan berhenti detik itu juga saat mendengar pernyataan dokter tadi. Secepat kilat ia berlari memasuki ruangan di mana sang Nenek sudah terbujur kaku ditutupi kain berwarna putih. Perlahan dibukanya kain penutup itu, dipandanginya wajah damai wanita yang teramat di sayanginya itu.

"Kenapa Nek, kenapa harus secepat ini? Kenapa Nenek pergi meninggalkan Braga sendirian? Braga udah gak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, Nek. Kenapa...kenapa semua orang yang Braga sayang pergi meninggalkan Braga? Mama, Papa, Kakek dan sekarang Nenek juga pergi. Kenapa?? Huuuu......" Suara tangisan itu begitu memilukan sehingga membuat tak tega orang yang mendengarnya.

Semua orang yang berada di ruangan itu tak kuasa menahan air mata melihat pemandangan yang ada di depannya saat ini.

*****

Suasana haru masih mengiringi kepergian sang Nenek. Semua orang turut mengantarkan-nya ke tempat peristirahatan terakhir. Tak terkecuali Braga dan ketiga sahabatnya. Mereka selalu setia menemani Braga di saat-saat terberat dalam hidup sahabatnya itu.

Sang Nenek dikebumikan di sebelah makam suaminya, almarhum kakek Braga. Tak jauh dari sana juga terdapat makam kedua orang tua Braga.

Setelah doa selesai dibacakan oleh salah seorang pemuka agama, satu per satu pelayat meninggalkan area pemakaman. Kini tinggallah Braga yang masih bersimpuh di samping pusara sang Nenek. Di sana juga masih terlihat Ali, Rico dan Tommy yang masih setia menemani.

Mata Braga masih lekat memandangi batu nisan yang bertuliskan nama sang Nenek di atasnya, diusapnya beberapa kali. Seakan mengungkapkan kerinduan yang mendalam kepada orang yang telah membesarkannya selama ini.

"Ikhlasin Nenek, Ga. Kita doakan semoga Nenek tenang di alam sana." Rico mendekat sembari mengusap punggung sahabatnya yang sedang berduka.

"Rici bener, Ga. Kita tau kalo elo sedih kita semua juga sedih, tapi kalo elo kayak gini kasian Nenek. Nenek di sana juga pasti sedih ngeliat elo larut dalam keterpurukan," ucap Tommy menimpali.

"Sekarang gue udah gak punya siapa-siapa lagi, semua orang yang gue sayang pergi ninggalin gue," ratap Braga, suaranya bergetar menahan isak.

"Elo masih punya kita, sahabat-sahabat loe. Masih banyak yang sayang sama loe, Ga! Jadi jangan pernah berpikir elo sendiri di dunia ini." Ali mendekat dan langsung merangkul sahabatnya itu.

"Bener Ga, elo masih punya kita karena kita sahabat selamanya." Rico menimpali kemudian ikut merangkul kedua sahabatnya tadi.

Melihat ketiga sahabatnya berangkulan Tommy pun tak mau ketinggalan, dia pun langsung ikut bergabung dan menghamburkan pelukannya.

"Kalian ngerasa nggak? Kalo kita udah kayak teletubbies," celetuk Rico tiba-tiba. Ya...Rico berkata seperti itu untuk mencairkan suasana.

Suasana yang semula haru berubah kacau akibat ucapan Rico tadi. Tak pelak, suara cekikikan dari para sahabat itu pun sedikit mengobati kesedihan hati Braga.

Bayangkan saja empat cowok keren dan macho menangis sambil cekikikan di area pemakaman, sungguh pemandangan yang sangat langkah.

*****

Rumah besar keluarga Wira Sena sudah tampak sepi setelah acara tahlilan untuk mendoakan almarhuma sang Nenek sudah berakhir satu jam yang lalu. Kini hanya terlihat para pelayan yang sibuk berlalu lalang membereskan sisa-sisa pengajian tadi.

Different Love [DREAME/INNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang