"Mas, ngapain kamu ngajak aku ke apartemen kamu?"
Aura heran karena Farel tiba-tiba menculiknya sepulang kerja. Padahal ia sudah bersusah payah menghindari bosnya itu selama beberapa hari.
"Ada yang perlu kita bicarakan."
"Bicara apalagi, Mas? Kayaknya nggak ada yang perlu dibicarakan lagi."
Farel kesal karena Aura selalu menghindar darinya. Terpaksa ia menculiknya kemari, karena tak mungkin ia membawanya ke tempat tinggal Aura yang kumuh, sudah begitu tidak leluasa. Karena di sana ada Febi, teman sekamar Aura.
"Kamu yakin nggak ada yang perlu dibicarakan?"
"Iya, bukannya semua udah selesai? Lagian tiga hari lagi 'kan Mas mau bertunangan sama Mbak Sonya."
"Bagi kamu selesai, bagi aku belum."
"Itu urusan Mas, yang penting aku udah." Aura menolak mengikuti kemauan Farel untuk turun dari mobil.
Membuat Farel geram dan mengancamnya.
"Turun atau aku paksa?"Aura terpaksa mengikuti kemauan Farel, ia merasa canggung karena baru pertama kali ke apartemen pria.
Farel masukkan kode apartemennya. Ia membuka pintu dan seketika tampak ruangan yang di dominasi warna hitam dan putih, tercium bau parfum Farel yang maskulin dari dalam sana.
"Masuk."
"Ngomong di tempat lain saja." Aura merasa ragu untuk masuk ke dalam kamar Farel.
"Banyak bicara." Farel mendorong punggung Aura dan segera menutup pintunya.
"Kamu mau minum apa?"
"Langsung saja, mau bicara apa?" Aura tak mau membuang waktu berlama-lama di dalam kamar Farel.
"Aku nggak mau kita putus." Farel menuang jus jeruk dari kulkas dan menyodorkannya pada Aura.
"Mas ini jangan egois, ya. Kalau sudah bahagia sama orang lain ya biarin aku bahagia juga, dong."
"Siapa yang bahagia? Aku juga terpaksa menjalani semua ini."
"Terpaksa apanya? Foto kamu sama dia aja kelihatan natural gitu." Aura mencebikkan mulutnya.
"Karena kami lagi di depan keluarga besar."
Farel berusaha menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Saat itu ia memang terpaksa berakting di depan keluarganya."Sudahlah, Mas. Terima aja, keadaanya emang nggak memungkinkan lagi."
"Siapa bilang? Kita bisa aja tetap berhubungan." Farel berkata santai.
"Mas, kamu mau jadiin aku simpanan, gitu?" Aura kaget mendengar usul Farel.
"Apa yang salah? Kan laki-laki boleh menikah lebih dari satu?"
"Sinting!"
"Yang penting 'kan kamu mau."
Aura tercengang mendengar Farel berbicara ringan saja, seperti sedang membahas cuaca.
"Mas, mana ada perempuan yang mau jadi istri kedua?" Aura bertanya dengan marah.
"Cuma masalah urutan aja."
"Ya nggak sesederhana itu juga, Mas. Di mata orang lain aku bisa dianggap perebut suami orang."
"Nggak ada yang merebut aku, dari awal aku ini punya kamu."
"Tapi mereka nggak akan mau tau, Mas."
"Ngapain kamu pikirin orang lain, yang penting 'kan kita bahagia."
"Kamu egois banget, ya? Tetap saja dalam hal ini aku yang rugi, Mas."
"Anggap saja kamu berkorban demi hubungan kita." Farel berkata cuek sembari meminum jus jeruk miliknya, membuat Aura semakin meradang.
"Mas, kamu ...."
"Tunggu bentar, aku mau terima telepon."
Farel meninggalkan Aura ke balkon, ia tampak sedang menerima telpon dari bawahannya.Aura ingin ke toilet, ia ingin membasuh wajahnya. Mendinginkan pikirannya. Tiba-tiba terdengar seseorang memasukkan kode password apartemen, seketika pintu terbuka.
"Mama?" Farel terkejut melihat kedatangan mamanya yang tiba-tiba. Ia segera memutus panggilan teleponnya.
"Kamu Mama tungguin di butik malah enak-enakan di rumah. Ngapain kamu nggak angkat telepon Mama?" Anita bertanya dengan curiga.
"Ma, aku ...."
Dari dalam kamar mandi Aura mendengar suara Anita. Ia mencengkram gagang pintu kuat. Tubuhnya bergetar, ia menjadi gugup setengah mati.
"Kamu kenapa panik begitu?"
Anita curiga melihat ekspresi Farel yang pucat. Kemudian pandangannya tertuju pada sebuah tas wanita yang tergeletak di meja.
"Punya siapa ini, Rel?"
"Ma, itu ...."
"Suruh dia keluar."
"Ma ...."
Anita segera menuju ke kamar Farel, kosong. Farel mengikuti di belakangnya dengan panik. Pandangan Anita tertuju pada pintu kamar mandi yang tertutup.
"Dia di dalam?"
"Ma, dia ...."
Anita segera membuka pintu kamar mandi, tampak Aura yang sedang berdiri ketakutan. Seketika Anita berteriak marah.
"Farel!"
Farel tak menghiraukan teriakan mamanya, ia segera menarik tangan Aura keluar dari apartemennya. Gadis itu masih syok dengan apa yang barusan terjadi. Ia hanya bisa menurut saat Farel menarik tangannya. Dengan langkah yang terseok-seok ia berusaha mengimbangi langkah Farel yang lebar.
Saat di dalam lift, Aura hanya diam sambil memandangi tangannya yang sedang digenggam Farel.
"Kamu nggak papa 'kan?" Farel memeriksa keadaan Aura. Wajahnya tampak khawatir. Aura hanya menggeleng pelan.
"Mama aku memang begitu. Jangan diambil hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Charming Masuk Desa
RomanceFarel rela meninggalkan kehidupannya yang bergelimang harta sejak kecil demi wanita yang dicintainya. Dia rela hidup bagai rakyat jelata agar bisa bersama gadis pujaannya. Segala tingkah lucunya dari turun ke sawah hingga memanjat kelapa membuatnya...