2nd - Sweet Teenager

1.7K 248 29
                                    

'Dia tersenyum?! Senyumannya terlalu manis untuk seukuran remaja laki-laki!' batin Halilintar.

REMAJA itu mulai mencari sesuatu. Halilintar hanya mengekori pergerakan remaja itu. Entah mengapa dia begitu penasaran saat ini terlebih remaja itu tidak menjawab dirinya sama sekali.

Setelah mendapat apa yang dicari yaitu sebuah ranting, remaja itu berjongkok dan mulai menuliskan sesuatu di atas tanah itu.

"Namaku Gempa. Gempa Adrian."

'Apa dia bisu?' batin Halilintar lagi.

"Salam kenal, Gempa. Senang bertemu denganmu," kata Halilintar sembari mengulurkan tangannya.

Gempa kembali tersenyum, dia menjabat tangan Halilintar setelah membersihkan tangannya dari tanah yang menempel dengan bajunya.

"Urm... Gempa? Maaf jika aku lancang bertanya seperti ini, apa kamu bisu?"

Gempa masih tetap diam. Dia menatap intens Halilintar yang berada di depannya itu. Sedangkan Halilintar meruntuki mulutnya yang tidak bisa diajak kerja sama. Lancang sekali dia bertanya hal yang tidak sopan seperti itu.

Gempa mengangguk. Cuma itu yang bisa dilakukannya. Dia tidak membawa notepad dan tidak mungkin dia menggunakan bahasa isyarat kepada Halilintar.

Halilintar pun mengangguk tanda mengerti.

'Sepertinya dia kehilangan suaranya karena suatu alasan. Jika Gempa memang bisu sejak kecil, kemungkinan besar Gempa akan memakai alat bantu pendengaran, bukan?' batin Halilintar lagi.

"Gempa? Bisakah kau mengajakku berkeliling desa ini? Jika kau tidak keberatan tentunya," tanya Halilintar. Tentu saja Halilintar tidak ingin tersesat di kemudian hari karena tidak tahu arah maupun tujuan di desa ini.

Lagi-lagi Gempa hanya mengangguk sebagai jawaban, tentu saja dengan senyuman manisnya.

Halilintar yang merasa tawarannya diterima pun langsung ceria. Dia langsung saja menarik tangan Gempa untuk berjalan-jalan.

Sebenarnya yang perlu tahu tempat ini Halilintar atau Gempa sih?

|《¤》|

Tepi sungai.

Disinilah mereka berada sekarang. Halilintar sedang duduk bersila sembari menyandarkan dirinya di salah satu pohon besar yang ada di tepi sungai itu sedangkan Gempa duduk di samping Halilintar sembari menekuk kaki di depan dada dan memeluknya dengan kedua tangannya.

"Gem? Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

Gempa menoleh ke arah Halilintar lalu mengangguk.

"Kenapa kau mengintipku saat pertama kali aku datang ke desa ini?"

Gempa tersenyum. Lalu tangannya berusaha meminta izin untuk meminjam ponsel Halilintar. Sekali lagi, tidak mungkin Gempa menggunakan bahasa isyarat kepada Halilintar.

Halilintar yang mengerti maksud Gempa pun langsung memberikan ponselnya kepada Gempa dan membiarkannya mengetik jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Aku hanya penasaran saja. Aku kira rumah itu hanya dibeli oleh Ayahmu saja tanpa ditempati."

Halilintar mengangguk paham.

"Kau kenal Ayahku?"

"Tidak. Aku hanya pernah melihatnya sekali saat Ayahmu membeli rumah itu. Aku tidak tahu bahwa dia adalah Ayahmu."

"Kau tinggal sendirian di rumah itu?" tanya Halilintar lagi.

"Tidak. Aku tinggal bersama Paman dan Bibi."

The Mute Prince | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang