8th - He's in Danger

1.3K 209 26
                                    

"Wah! Kau sudah berani membawa orang lain ke rumah ini? Kau memang mencari masalah denganku, Keponakanku."

GEMPA buru-buru berdiri tepat di depan Halilintar. Ketakutannya selama ini telah menjadi kenyataan. Dia takut sekarang, sangat-sangat takut. Apa yang akan terjadi pada Halilintar nantinya? Sungguh, Gempa tidak ingin membayangkan kemungkinan paling buruk yang mungkin akan diterima oleh Halilintar.

"Sayang, lihatlah siapa yang di bawa keponakan kita ke rumah," kata sang Bibi dengan senyuman yang jauh dari kata manis itu.

Halilintar langsung menarik Gempa kembali dan menyembunyikan pemuda kecil itu di balik badannya. Dia sungguh tidak peduli nasib apa yang akan diterima olehnya nanti.

"Kenapa jika Gempa membawa saya ke rumah ini? Saya adalah temannya, dia berhak membawa temannya datang, apa masalahmu dengan itu, Bibi?"

Halilintar berkata dengan nada dingin. Kedua iris ruby miliknya menatap hina wanita yang berdiri di depannya itu. Dia tidak menyangkah ada jenis manusia seperti dirinya di dunia ini.

Di sisi lain, Gempa hanya berusaha menarik Halilintar. Dia menarik ujung baju Halilintar berharap pemuda yang berada di depannya segera pergi dari rumah ini.

'Kak Linlin, kumohon! Pergilah!'

"Anak tampan, lancang sekali kau berbicara denganku, ya? Hm, sepertinya kau tidak diajarkan sopan santun oleh orangtuamu, ya?" tanya wanita

"Lantas bagaimana denganmu, Bibi? Melakukan sebuah dosa dan menyiksa orang lain? Hm, saya baru tahu bahwa hal itu adalah perilaku yang baik, Bibi."

Wanita mengeraskan rahangnya. Emosinya tersulut karena ucapan Halilintar. Tangannya naik ke atas dan siap untuk menampar pemuda yang ada di depannya itu.

"Lancang sekali kau!"

Halilintar langsung menahan tangan wanita itu. Walaupun dia masih muda, tidak sulit untuk menahan tangan orang lain terlebih dia seorang wanita. Baginya tidak penting lagi menjaga sopan santun kepada wanita yang bahkan tidak bisa menghargai orang lain itu.

"Seharusnya Bibi tahu bahwa melakukan kekerasan kepada anak di bawah umur akan mendapatkan sanksi yang berat dari negara. Apa Bibi mau menjadi salah satu penghuni sel penjara itu?"

"Kau hanya anak kecil! Kau tidak berhak menceramahiku!" bentak wanita itu.

Halilintar hanya tersenyum kecil. Dia sengaja memperkuat cengkramannya tangannya sehingga membuat wanita itu memekik kesakitan.

"Sebaiknya kau melepaskan istriku jika kau masih ingin melihat Gempa baik-baik saja, Bocah."

Pria itu sejak tadi memang sengaja tidak menunjukkan diri untuk mencari kesempatan yang mampu menyudutkan Halilintar. Dan sekarang, pria itu berhasil mengancam Halilintar dengan Gempa yang menjadi sandera. Pria itu bahkan memegang sebuah pisau yang mampu memotong urat nadi pada leher Gempa dan mampu membuat pemuda itu mati dengan menyakitkan detik itu juga.

"Kau anak pintar, bukan? Lepaskan tangan istriku dan menyerahlah," pria itu tersenyum miring kepada Halilintar.

Halilintar menatap pria itu sebentar, lalu beralih kepada Gempa yang telah menangis itu. Dia tahu kalau Gempa sedang ketakutan sekarang. Alhasil Halilintar melepaskan tangan wanita itu.

"Lepaskan Gempa sekarang," kata Halilintar.

"Majulah, kau ingin menyelamatkan anak ini, bukan?"

Halilintar hanya mematuhi apa yang pria itu perintahkan. Prioritas utamanya adalah Gempa, baginya keselamatan Gempa lebih penting dari apapun. Langkah demi langkah, Halilintar makin dekat dengan Gempa.

'Jangan mendekat!'

Gempa menggelengkan kepalanya brutal. Halilintar tidak boleh mendekatinya. Namun terlambat, lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Halilintar sudah sangat dekat dengannya.

"Kau kira semudah itu, Bocah?"

Pria itu tersenyum miring, dengan tidak berdosanya dia mendorong tubuh Gempa ke arah meja sampai membuat kepala Gempa terbentur kuat di pinggir meja itu. Sontak saja Halilintar langsung berlari langsung ke arah Gempa. Namun, sesuai dengan rencana pria itu, perut Halilintar langsung ditikam oleh pisau tajam yang digunakan pria itu untuk menyandera Gempa.

"Kesalahan terbesarmu adalah telah ikut campur dalam masalah keluargaku, Bocah."

Pria itu semakin memperdalam tikaman pisau itu sampai-sampai Halilintar terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Gempa yang penglihatannya mulai kabur itu berusaha untuk berdiri walaupun kepalanya terasa begitu berat. Darah segar juga mulai menetes dari luka gores akibat benturan ujung meja itu.

"G-Gem! P-pergi!" teriak Halillintar dengan susah payah.

Gempa masih berusaha memfokuskan pandangannya sampai benar-benar bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapannya sekarang. Betapa terkejutnya Gempa melihat kondisi Halilintar yang tertikam pisau oleh pamannya sendiri. Baru saja Gempa ingin menolong Halilintar, tangannya kembali ditarik oleh sang Bibi.

"Jangan sesekali kau berniat untuk menolong anak itu," kata sang Bibi.

Wanita itu menarik paksa tangang Gempa dan menyeret pemuda itu menuju gudang. Gempa memberontak sekuat tenaganya, namun karena kepalanya masih tersa begitu nyeri, Gempa tetap tidak bisa melepaskan diri dari tarikan sang Bibi.

"Sayang, kau bisa bermain dengan bocah itu, aku harap kau bisa memberinya pelajaran," kata wanita itu.

"Apa aku boleh membunuhnya?"

"Tentu saja."

Gempa yang mendengarkan itu langsung membulatkan kedua matanya. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan hal sekeji itu kepada orang lain?

Pria itu pun menarik paksa pisau yang menancap di perut Halilintar sehingga membuat pemuda itu jatuh tersungkur ke bawah sembari memegangi perutnya yang semakin mengeluarkan banyak darah.

"Aku akan membawanya ke gudang," kata pria itu dan menarik kerah baju Halilintar, "nikmati saja waktu terakhirmu bisa menghirup udara di dunia ini, Bocah!"

"TIDAK! JANGAN LAKUKAN ITU PAMAN!!!"

Suara teriakan itu terdengar menggema di ruangan itu. Hanya  saja, bukan suara teriakan Halilintar yang terdengar melainkan sosok lain yang sedang berusaha melepaskan diri dari sang Bibi.

Suara itu milik Gempa.[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Mute Prince | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang