"Iya, gue masih di kafe, Grace," kata sesosok gadis dengan nada jengah kepada lawan bicaranya di seberang sana.
"Iya ini lagi gue kerjain, bawel. Udah ah, ntar nggak kelar-kelar. Gue tutup, bye," kata gadis itu tanpa jeda. Dia mencibir sosok yang menelponya sebentar lalu kembali fokus kepada buku catatan yang ada di hadapannya.
Namanya Natasha Ananda Putri. Dia adalah seorang mahasiswi jurusan sastra, semester 6. Dia bukan sosok yang ramah, periang, dan heboh, tapi dia juga bukan sosok yang anti-sosial. Dia suka memperhatikan orang-orang yang berada di sekitarnya, seperti yang sedang dia lakukan sekarang.
Tujuan awal Natasha duduk di tempatnya sekarang adalah untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ya, Natasha bekerja sebagai seorang content creator di perusahaan kecil milik sahabatnya, Grace. Dia sengaja duduk di pojok kafe karena dia ingin mencari inspirasi dengan cara mengamati masing-masing orang yang ada di kafe itu.
Natasha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe. Dia memperhatikan beberapa kelompok orang yang sedang tertawa bersama, hingga akhirnya ada satu sosok mahasiswa yang menghampiri mereka dengan senyuman dan memberikan sebuah kertas yang Natasha tak tau apa isinya. Semenjak menangkap kehadiran sosok itu, tanpa sadar mata Natasha mengikuti gerak-gerik orang itu. Dia cukup tertarik dengan aura positif sosok itu yang seolah tak ada habisnya. Sosok itu berkeliling membagikan kertas yang dia peluk dengan senyum yang selalu terulas di wajahnya.
"Permisi,," sapa sosok itu. Natasha tersentak saat menyadari bahwa sosok yang sejak tadi dia perhatikan sudah berdiri di hadapannya. Natasha membenarkan posisi duduknya dan berdeham canggung. Dia mengerutkan kening heran ketika sosok itu justru duduk di hadapannya.
"Kenalin, gue Kael," kata sosok itu sambil mengulurkan tangannya. Natasha menatap uluran tangan itu dengan canggung.
"Ah, iya, salam kenal," jawab Natasha. Kael yang menyadari uluran tangannya tak dibalas segera menarik tangannya dengan canggung.
Namanya Mikael Putra Pandega. Mahasiswa jurusan musik, semester 6, sama seperti Natasha. Tak ada orang yang tahu, tapi dia adalah satu dari sekian banyak manusia yang mendapatkan anugerah khusus. Percaya atau tidak, dia bisa melihat 'jam kehidupan' semua manusia, kecuali dirinya sendiri. Ya, Kael bisa tahu sampai kapan orang itu akan hidup.
Bukan tanpa alasan dirinya duduk di hadapan sosok perempuan ini. Dia menemukan sesuatu yang menarik. Jam kehidupan Natasha menunjukkan angka 80 tahun, 59 hari, 3 jam, 47 menit. Yang artinya, kalau Kael tidak salah menebak, perempuan ini akan hidup hingga kira-kira usianya 100 tahun dan itu bukan hal yang biasa.
"Oh, iya. gue Cuma mau ngasih ini, Konser recital gue, free tiketnya. Datang ya, biar rame," kata Kael sambil menyerahkan selebaran yang dipeluknya. Natasha menerima selebaran itu dan membacanya.
"Anak Seni ya?" tanya Natasha. Kael tersenyum dan membalas dengan anggukan. Dia meletakkan selebarannya di meja dan menyamankan posisi duduknya.
"Lo juga anak seni?" tanya Kael. Natasha menjawab dengan gelengan.
"Anak sastra," jawab Natasha singkat. Kael mengangguk paham.
"Keberatan nggak kalo gue duduk sini?" tanya Kael. Nataasha terdiam sejenak sebelum akhirnya menggeleng.
"Bukan punya gue juga," jawab Natasha. Kael terkekeh.
"Oke gue pesen minum dulu bentar. Btw, salam kenal Natasha," kata Kael. Natasha hanya diam sambil mengamati Kael yang tengah berjalan menuju kasir. Dia tidak bertanya-tanya darimana Kael tahu namanya karena namanya terpampang jelas di buku coretan yang tengah dibukanya. Tapi, dia bertanya-tanya. Bagaimana bisa ada orang seperti Kael yang seolah-olah tidak pernah kehabisan energi?
KAMU SEDANG MEMBACA
67 Days
Teen FictionKael dan Acha. Dua insan yang sama-sama mendapatkan anugerah yang lebih daripada orang lain. Entah apa alasan takdir mempertemukan mereka. Entah apa alasan takdir mempermainkan mereka, walau dalam waktu yang singkat. Sebuah kisah tentang bagaimana t...