"Nat, ada yang cari lo," kata Grace kepada Natasha yang kini sedang bersandar pada dinding atap gedung jurusannya. Natasha membuka mata dan menatap Grace penuh tanya. Grace menunjuk ke arah sesosok laki-laki yang diam di hadapannya dengan jarak 10m. Sosok yang selama 2 bulan ini menjadi sosok yang Natasha benci sekaligus Natasha rindukan.
"Gue tinggal ya," kata Grace sambil menepuk bahu Natasha pelan. Natasha mengangguk singkat. Dia melangkahkan kaki mendekati sosok itu. Sosok itu berjalan mundur dan segera membuka ponselnya, membuat sebuah panggilan.
Langkahnya terhenti ketika ponselnya berdering dan menampilkan nama 'El' di layarnya. Natasha mengerutkan kening dan menjawab panggilan itu.
"Jangan ke sini, Cha," kata Kael. Natasha mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Karena?" tanya Natasha dengan emosi yang tercampur. Dia lega melihat Kael baik-baik saja, rindu dengan senyuman yang tak lagi dilihatnya, sekaligus ingin mencaci Kael yang menghilang begitu saja.
"Percaya sama gue, Cha. Besok lo akan ngerti," jawab Kael. Natasha menggeleng tak peduli dan kembali melangkahkan kakinya. Kael melangkah mundur dengan cepat.
"Stop, Cha!" kata Kael sedikit membentak.
"Please turutin gue kali ini aja," pinta Kael lirih. Natasha tak mengerti. Mengapa hari ini Kael terasa sangat suram? Apa yang terjadi selama dua bulan ini?
"Jawab gue dulu ada apa?" tuntut Natasha. Kael tersenyum tipis.
"Nggak ada apa-apa, Cha. Gue Cuma mau lihat lo untuk terakhir kalinya," kata Kael. Dia mengangkat tangannya seolah-olah bisa mengusap kepala Natasha. Natasha terdiam. Omong kosong apalagi yang Kael bicarakan?
"Dulu gue pernah janji sama lo untuk baik-baik saja. Sekarang, gue minta lo lakuin hal yang sama, Cha," kata Kael masih mempertahankan tangannya yang menggantung di udara.
"Maksud lo? Gue nggak ngerti," kata Natasha dengan suara bergetar menahan tangis. Kael kembali tersenyum.
"Janji dulu, Cha," kata Kael menuntut. Natasha menggigit bibir bawahnya, mencegah isakan yang sudah di ujung lidah.
"Iya," jawab Natasha dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.
"Iya apa?" tanya Kael lagi. Natasha menghela nafas pelan.
"Iya, janji," jawab Natasha dengan tangis yang kian deras. Kael memindahkan ponselnya ke telinganya yang sebelah kiri.
"Hey, jangan nangis. Gue ketemu lo bukan karena pengen liat lo nangis, Cha," kata Kael yang kini juga sudah ditemani oleh setetes air yang mengalir di wajahnya.
"J-jangan pergi l-lagi," kata Natasha tersendat. Dia menutup mulutnya dengan punggung tangan, berusaha meredam tangisnya.
"Gue di sini kok, nggak ke mana-mana," jawab Kael sambil tersenyum sedih. Natasha menurunkan ponselnya dan menghiraukan perkataan Kael. Dia berlari dan menerjang Kael dengan sebuah pelukan.
"Hei, gue udah bilang-"
"Terakhir. Biarin gue peluk lo untuk terakhir kalinya," kata Natasha sambil mengeratkan pelukannya. Kael mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang sudah terjatuh entah berapa banyak. Dia membalas pelukan Natasha dan berbisik pelan di telinganya.
"Tepatin janji lo ya, Cha. Lo harus baik-baik aja," pinta Kael. Natasha hanya menganggukkan kepalanya berulang kali. Kael mengurai pelukan mereka dan menangkup wajah Natasha yang berurai air mata. Dia mengusap pipi Natasha lalu berhenti di ujung bibirnya. Natasha menyelami iris kelam Kael, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Boleh?" tanya Kael lirih. Natasha terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. Kael memejamkan matanya dan mendekatkan wajahnya pada Natasha. Natasha mengikuti jejak Kael dengan tangis yang masih menyertai.
"Gue pergi ya. Lo harus inget kalo gue selalu sayang lo," kata Kael sambil menjauhkan wajahnya dan menempelkan kening mereka. Natasha menggenggam tangan Kael yang bertengger di pipinya. Kael mengusap air mata Natasha untuk terakhir kalinya dan pergi meninggalkan Natasha yang masih berdiri di atap gedung yang sepi.
Natasha jatuh terduduk saat mendengar bunyi pintu tertutup, menandakan Kael sudah benar-benar meninggalkannya. Tak perlu bertanya lebih jauh, Natasha tahu apa yang akan terjadi. Bukan tanpa alasan dia menggenggam tangan Kael. Dan Natasha yakin bahwa Kael juga tahu mengapa Natasha melakukan itu. Natasha tak lagi ingin mencegah. Jika Kael ingin pergi, maka Natasha akan mendukung keputusan Kael karena Natasha yakin Kael punya alasan yang kuat. Mungkin tidak sekarang dia mengerti, tapi suatu hari nanti.
---To be Continue---
KAMU SEDANG MEMBACA
67 Days
Teen FictionKael dan Acha. Dua insan yang sama-sama mendapatkan anugerah yang lebih daripada orang lain. Entah apa alasan takdir mempertemukan mereka. Entah apa alasan takdir mempermainkan mereka, walau dalam waktu yang singkat. Sebuah kisah tentang bagaimana t...