BAB [2]

1.2K 38 6
                                    

"Siapa kau?" Seorang pria dengan tinggi sekitar 185 centi menatap Neil dengan mata memincing, pria itu menatap Neil dari ujung kepala hingga kaki, matanya berhenti bergerak saat menatap kemeja yang menempel di tubuh Neil, sudah tidak memiliki satu kancingpun yang tersisa. Pria itu masuk dengan cepat saat Neil menggeser tubuhnya untuk memberi jalan. "Di mana Adikku?" Dia berbalik dan menatap Neil dengan tatapan yang kurang ramah. Well, hal itu memang wajar; mengingat dia menemukan seorang pria di apartemen Adiknya, dengan pakaian yang tidak beraturan.

"Dia menyuruhku untuk mempersilahkanmu masuk," Neil menunjukkan tatapan tidak terpengaruh, sekalipun saat ini rahang pria di hadapannya tampak mengeras. "Kau boleh duduk," Neil berjalan ke arah dapur. "Dia akan bergabung sebentar lagi," tambahnya dengan nada acuh.

Namun pria itu bukannya duduk; melainkan dia mengikuti Neil, dan saat ini sedang melipat tangan di depan dada sambil menatap Neil dengan tatapan tajam. "Apa kalian berkencan? Sudah berapa lama?" Tanyanya penuh selidik.

"Maaf?" Neil yang baru saja mengambil air putih dari botol yang ada di lemari pendingin balik bertanya.

"Aku rasa kau mengerti maksud pertanyaanku, Bung!" Well, Neil memang mengerti. Tapi menurutnya cara pria itu menanyakan hubungan dirinya dengan Monica, terdengar sangat kasar. Terlebih gerak geriknya seolah tidak menyukai Neil sama sekali. "Apa kalian sudah lama berhubungan?" Pria itu kembali mengajukan pertanyaan.

Sebelum Neil sempat menjawab, suara Monica sudah terlebih dulu menyela di belakang mereka. "Tom, jangan bersikap kasar padanya," Monica menggeser tubuh Neil, dan menempatkannya di belakang; seolah Neil adalah anak kecil yang butuh perlindungan. Dia sudah terlihat segar dan mengenakan pakaian santai.

Hal tersebut membuat Neil geli sekaligus senang, dia masih tetap tangan kanan Damian. Dan juga mantan anggota FBI yang dilatih secara khusus, tapi di sisi lain dia senang karena Monica menjauhkan dirinya-sebelum membuat Kakak gadis itu menjadi babak belur. Neil merasa pria itu sedikit keterlaluan... dan jelas Tommy tidak menyukai dirinya.

"Aku hanya ingin tahu kau tidur dengan bajingan mana lagi? Apa semua laki-laki brengsek yang sudah sangat banyak itu tidak cukup untukmu?!" Tommy membentak, seketika tubuh pria itu sudah tersudut di dinding dengan tangan Neil yang mencengkram kerah kemeja yang dipakainya.

"Jangan membentaknya! Brengsek!" Neil tidak berniat untuk melepaskan Tommy, tapi kemarahannya sedikit mencair saat Monica menyentuh bahu dan menggeleng padanya. Tatapan gadis itu tampak terluka, dan Neil berani bersumpah sepertinya ini bukan pertama kalinya dia diperlakukan seperti itu. Dengan enggan Neil melepaskan cengkraman tangannya, dia melakukan hal itu demi menjaga perasaan Monica—bukannya Tommy si brengsek.

"Aku harap kau tidak selalu memperlakukan Adikmu seperti ini!" Neil berjalan menjauh dari meja dapur, sementara Monica merasa sangat malu karena Neil harus melihat perlakuan Kakanya yang seperti itu. Untuk pertama kalinya dia berani membawa pria ke rumahnya—sekian lama setelah putus dengan Spencer—dan Kakanya membuat kekacauan yang berpotensi untuk membuat Neil meninggalkannya.

"Aku lupa kalau kau akan datang-"

"Ya, itu karena kau terlalu sibuk dengan seorang bajingan di atas ranjang," Tommy menyela ucapan Monica sambil melirik ke arah Neil. Sementara mantan agen FBI itu; sekuat tenaga menahan tangannya agar tetap mengepal di atas meja makan, dan bukannya menghancurkan wajah bajingan yang sedang menghina Monica.

"Tommy!" Monica menunjukkan tatapan muak, "Hentikan atau kau bisa keluar dari sini," dia ingin berusaha membuat Neil agar tetap tinggal. Berada di dekat pria itu membuatnya merasa nyaman, terlebih Monica juga tidak mungkin kembali ke pangkuan Spencer karena itu jelas tidak mungkin terjadi.

"Ck! Apa kau mengusirku?" Dahi Tommy mengernyit, pria itu menatap Monica dengan tatapan merendahkan. Hal tersebut sontak membuat darah Neil semakin mendidih, dia tidak rela jika gadis yang disukainya diperlakukan seperti itu; terlebih oleh keluarga gadis itu sendiri.

Surrender To Believe #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang