Prolog

2.9K 84 21
                                    

Happy reading, semoga suka dan kalau banyak yang minta update nanti pelan-pelan aku share sambil edit pelan-pelan bab satunya 😊

🦋🦋🦋

Monica menunjukkan senyum andalannya saat dia melirik pria yang dipilih Spencer untuk menemaninya, saat ini mereka sedang bekeliling mengitari meja yang berisi aneka hidangan serta minuman yang terlihat menggiurkan, "Apa kau sudah lama mengenal Spencer?" Monica membuka pembicaraan, tangannya meraih gelas kristal berisi wine.

"Sejak aku berkerja untuk Damian. Well, sejak saat itu otomatis aku harus berdekatan dengannya juga," Neil tersenyum, sementara Monica memerhatikan jaket kulit hitam yang dipadu dengan celana jeans lusuh. Meski begitu barang-barang yang menempel ditubuh Neil jelas terlihat mahal, kaos biru ketatnya membuat pikiran Monica membayangkan hal-hal yang tidak seharusnya dia pikirkan pada orang yang baru dikenal.

"Aku kira kau anak kuliahan atau saudara Damian yang sedang berlibur dari luar kota," Monica berkomentar saat tubuh mereka sudah perlahan menjauh dari keramaian. Tanpa sadar keduanya sudah berjalan menyelinap melewati pintu ganda yang mengarah langsung ke taman.

Di tempat itu tidak banyak orang, namun masih ada kursi dan meja yang sengaja diletakkan di area tersebut. Mungkin panitia ingin semua tamu merasa nyaman ketika acara berlangsung, "Aku sudah lulus kuliah sekitar empat tahun yang lalu," Neil melipat tangannya di depan dada sambil menyeringai.

Matanya memperhatikan Monica yang terlihat luar biasa, gadis itu mengenakan longdress sewarna ceri yang sesuai dengan warna kukunya. Rambutnya digelung keatas dan ditata sedemikian rupa. Hingga memperlihatkan leher jenjangnya; yang seperti berteriak agar Neil menyurukkan wajah di bagian tersebut. Gaun itu memiliki leher perpotongan rendah, hanya tali seukuran spaghetty dengan manik-manik yang menempel di bahu Monica yang membuat gaun itu tetap bertahan di posisinya. Neil sangat yakin jika tali itu digeser gaunya pasti langsung meluncur dengan mulus—mengingat bahannya yang sangat lentur.

"Well, aku rasa acara kali ini tidak membosankan," Monica mengedipkan sebelah mata, lantas dia menyesap minumannya dengan profokatif. Bahkan lidahnya sengaja berlama-lama saat membersihkan bibirnya dari sisa minuman.

"Aku juga rasa begitu," Neil tetap berusaha terlihat tenang, meskipun sejujurnya dia ingin sekali memojokkan tubuh gadis itu ke dinding dan menciumnya dengan sekuat tenaga. Gadis itu terlihat jelas sengaja saat menjulurkan lidah untuk menjilati bibirnya dari sisa wine.

Monica meletakkan gelas di meja terdekat, dia menatap Neil dengan pandangan menggoda. Pria itu benar-benar terlihat keren, rambutnya yang berwarna kecoklatan membuat tangannya gatal ingin menyentuh. Hidung Neil yang mancung serta terlihat kokoh serasi dengan garis rahangnya yang tegas. Sementara matanya yang berwarna hijau terlihat sangat menakjubkan, mata itu seperti magnet; sama seperti bibir dan senyuman Neil yang bisa membuat para wanita datang hanya dengan melihatnya saja.

"Apa kau tahu," Monica meletakkan tangannya di dada Neil, telapaknya mengelus dada bidang yang sangat kokoh dan dipenuh janji sensual itu. "Kau benar-benar terlihat sangat hot."

"Well, aku rasa kau juga luar biasa," detik berikutnya tangan Monica sudah menyelinap masuk ke balik kaos yang dipakai Neil, jari-jarinya mengelus kulit telanjang pria itu dengan penuh gairah. Sementara itu bibir mereka sudah saling bertaut, mengecap dan merasakan lidah masing-masing yang saling membelai dan terus bermain seolah mereka akan kehabisan waktu jika berhenti.

"Oh, kau benar-benar luar biasa," Neil mengerang di sela ciuman mereka, tangannya menangkup bokong Monica dan meremasnya saat gadis itu mengigit bibirnya dengan sedikit keras. Hal tersebut semakin membuat sesuatu di balik celananya semakin berontak sehingga membuat selangkangannya terasa nyeri. Neil menarik tubuh gadis itu dan menekan inti tubuh mereka agar bergesekan.

Neil harus melakukan hal tersebut saat dia merasa celananya semakin menyempit—dia mengambil resiko dan berharap—agar Monica tidak mengakhiri kegiatan mereka. Beruntung gadis itu malah mendorongnya menuju tembok gelap yang ditutupi oleh bayangan, mereka terus bergerak maju dengan tubuh menempel dan tangan saling membelit. Akhirnya mereka berhenti saat sudah berada di balik bayangan pohon yang cukup besar. Hal itu cukup untuk menyembunyikan mereka dari kemungkinan seseorang; akan melihat adegan tak senonoh yang mereka lakukan di depan umum. Neil memutar tubuh Monica agar bersandar ke tembok, gadis itu dengan cekatan mengangkat satu kaki untuk dilingkarkan di pinggangnya.

Mereka mengerang bersamaan, posisi tersebut membuat bagian pribadi mereka bersentuhan lebih dekat. Bahkan monica hampir mencapai puncak saat sesuatu yang keras menekan pusat dirinya, kewanitaannya sudah sangat basah dan siap. Dia tidak perduli jika saat itu juga Neil berencana untuk melakukannya di sana. Selama ini Monica selalu beranggapan adegan intim harus dilakukan di tempat pribadi, tapi Neil mengubah pemikirannya yang selama ini selalu dia tanamkan pada diri sendiri.

Ciuman mereka semakin liar, Monica mengerang saat tangan Neil membelai pucuk payudaranya dari balik gaun, detik berikutnya tali bajunya sudah turun dari tempat semula sehingga membuat payudaranya terpampang. "Oh, ini benar-benar indah," gumam Neil saat dia menarik diri dan menatap bagian tubuh Monica tersebut dengan pandangan memuja.

Pria itu mencondongkan tubuh, lalu mensejajarkan wajahnya di sana. Namun tiba-tiba Neil mendongak sorot matanya seolah meminta ijin untuk melakukan hal-hal yang sudah membuat Monica gila karena menunggu, dengan cepat dia mengangguk. Selanjutnya mulut Neil sudah mengecap dan lidahnya dijentikkan pada putingnya yang sudah mengeras. Monica menyelipkan jari pada rambut Neil yang terasa sangat lembut, sekuat tenaga menahan jeritan saat lidah pria itu semakin menggoda dan membuatnya hampir kehilangan akal. Setiap belaian yang diterima semakin mengantarnya ke tepian, membuatnya berdiri di tepi jurang yang sebentar lagi akan membuatnya jatuh berkeping-keping. Monica merasa dorongan itu semakin kuat dan terus menariknya, dia tidak melawan malah mengikuti arus yang membawanya pada sesuatu yang menakjubkan.

Monica mencapai puncak saat tangan Neil menyingkap gaun bawahnya dan menyelipkan dua jari ke dalam dirinya. Saat itulah dia benar-benar gemetar dan dia bersumpah seperti baru saja melihat bintang di atas kepalanya. Itu adalah pengalaman yang luar biasa, sebelumnya dia tidak pernah klimak tanpa penetrasi. Tapi pria ini; Neil berhasil membawanya meledak bahkan saat ini mereka tidak berada di tempat tidur yang nyaman, melainkan mereka berada di belakang gedung dan bersandar pada tembok, sambil berlindung di bawah pohon untuk menutupi kegiatan tersebut.

"Kau membuatku datang," Monica masih terengah akibat sisa dari klimak yang menghantamnya. Dia mengulurkan tangan dan mengelus milik Neil dari balik celana jeans-nya, pria itu sudah sangat siap... dan keras. Neil melenguh ketika tangan Monica meremas inti tubuhnya dengan gerakan sensual dan terus membelainya. Mata mereka bertatapan hingga akhirnya bibir mereka kembali saling mengecap dan saling membelai. Neil merasa sudah siap untuk melupakan segala hal dan memasuki Monica saat itu juga. Saat itulah pikiran keduanya mulai kembali ketika alarm kebakaran terdengar dan suara ribut dari dalam ruangan ikut menyadarkan mereka. Keduanya bertatapan dengan panik hingga akhirnya kesadaran mereka pulih dengan sempurna.

"Sial. Ayo cepat pergi! Sepertinya ada kebakaran."

Neil menarik Monica agar berlari di depannya, tanpa sadar dia meringis saat melihat beberapa helai rambut gadis itu sudah keluar dari tatanannya. Entah bagaimana penampilan mereka, mungkin saat ini terlihat sangat mengerikan jika tidak dalam keadaan darurat. Neil menyempatkan diri untuk melihat alat komunikasi yang menghubungkannya dengan Damian dan Agen lain. Ketika mendapati benda sialan itu mati dia yakin atasan—yang sudah seperti sahabatnya itu—pasti marah karena dia tidak bisa dihubungi. Akhirnya mereka sampai di teras depan. Saling berhimpitan, dan terdorong oleh orang lain yang panik dan ketakutan, Neil melihat Damian yang sedang berbicara dengan Spencer di dekat taman buatan. Wajah kedua pria itu terlihat gusar dan Neil semakin yakin ada sesuatu yang salah saat masih belum melihat Chaterin di antara mereka.

"Matilah aku."

________

Note : Jika ingin lebih lengkap bisa baca Surrender To Destiny terlebih dahulu. Kedua tokoh dalam cerita ini sudah muncul dalam Series tersebut serta tokoh utama wanitanya—Monica—juga menjadi cameo dalam Surrender To Reality bersama mantan kekasihnya. Terima kasih karena sudah vote, komen, masukan cerita ini ke reading list dan sudah follow akun saya juga. Happy reading 😊

Surrender To Believe #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang