setan penggoda aku baperan (cerpen)

6 2 0
                                    

SETAN PENGGODA AKU BAPERAN
Oleh (Siti Fatimah)

"Mengapung pada malam hari
Bulan yang bagai ubur-ubur terbelah
Jika aku menoleh ke arah halte bus
Kau yang ada di musim panas pun terbayang"
Lagu itu masih saja mengalun lembut di kedua daun telingaku. Aku sengaja menyetel lagu itu dengan nada yang keras. Ya, alasannya memang agar meredam suara pertengkaran orang tuaku yang masih terngiang dalam pembuluh otak.
Sepertinya aku benar-benar kembali melamun. Intinya aku sadar saat Mikha  menarik headset yang bertengger di daun telinga dan ternyata aku masih berada di Kelas.
"lu kenapa, sih? Dari tadi ditanya ga jawab-jawab," tanya Bintang yang mulai khawatir padaku
"nggak papa" jawabku singkat
"kalo cewek bilang nggak papa itu artinya ada apa-apa,"
Kata-kata yang keluar dari bibir Jingga membuatku tertohor. Lantas, aku langsung berusaha menghindari ketiga sahabatku.
"aku duluan," ucapku lalu berlari keluar Kelas
Sesampainya di Rumah aku langsung melempar tubuhku ke kasur. Lagi-lagi kali ini orang tuaku kembali bertengkar. Padahal, besok perayaan Valentine. Lantas dengan siapa diri ini merayakan Valentine? Dengan orang tua? Aah, orang tuaku saja masih bertengkar, jika pun tidak mereka akan sibuk dengan urusan masing-masing. Jika dengan kekasih agar seperti remaja pada umumnya? Reynald baru saja memutuskanku musim panas kemarin. Mungkin, perayaan Valentine kali ini aku harus merayakannya sendiri.
"Mengapung pada malam hari
Bulan yang bagai ubur-ubur terbelah
Jika aku menoleh ke arah halte bus
Kau yang ada di musim panas pun terbayang"
Lagu itu lagi, kembali kudengarkan dengan alasan yang masih sama. Lagu itu juga mengalun semakin lembut, lembut, lembut hingga membuatku terlelap.
***
Pendar-pendar mentari menyelusup ke ventilasi kamar. Lagu itu sepertinya sudah tak terdengar lagi. Mungkin, baterai ponselku habis tadi malam. Setelah puas menggeliat aku beranjak dari kasur untuk cuci muka.
Sepertinya orang tuaku sudah pergi untuk urusan masing-masing, karena suara keributannya sudah tak terdengar di telinga. Aku pun langsung turun ke bawah untuk sarapan. Selesai sarapan karena tak ada acara, hari ini libur, dan tak ada yang mengajakku merayakan Valentine. Aku memilih untuk menonton televisi. Namun, lima menit aku menonton televisi, lagu itu kembali terdengar. Aku pun kaget bukan main, mana mungkin lagu itu bisa terdengar? Jika saja ponselku mati karena dicash. Setelah beberapa detik lagu itu berhenti dengan sendirinya. Namun, kali ini aku kembali dikejutkan oleh suara ketukan pintu. Kubuang rasa takut kemudian aku beranjak untuk membukakan pintu orang itu walaupun ragu.
“hai, Mawar,” sapanya saat pintu kubuka
Aku yang tak tau siapa pria di depanku tanpa sadar kaki ini mundur beberapa langkah
“hai, jangan takut! Aku Raka, apa kamu mau menjadi temanku?”
Setelah dipikir-pikir dan kulihat detail wajah pria ini dan sepertinya dia tak akan melukaiku. Aku langsung menerima uluran tangannya dan memperkenalkan diriku.
“hari ini perayaan Valentine, bukan? Bagaimana jika kita jalan-jalan?”
Lagi-lagi orang ini kembali menawarkan diri. Jika dipikir-pikir sepertinya dia memang benar-benar ingin mengajakku jalan-jalan tanpa pikir panjang lagi aku langsung menerima tawarannya. Namun, saat aku akan menjawab tiba-tiba saja tanganku sudah digeret olehnya lalu dia membawaku berlari. Aku yang ingin marah atas perlakuannya. Namun, tiba-tiba saja dia menoleh dan tersenyum padaku, sialnya senyum manisnya membuat tenggorokanku tercekat.
Pada saat di Jalan, entah mengapa orang-orang melihatku aneh. Bahkan ada yang bilang aku bertingkah aneh seperti diseret seseorang. Ya, memang benar, bukan? aku diseret Raka? Pada akhirnya semua kuabaikan dan pertanyaan Raka menyadarkanku.
“mau main ke mana, nih?”
“lah, kan lu yang ajak gue,” sahutku bingung ingin ke mana
Dia tertawa lalu berkata, “ya, bagaimana kalau kamu jalan-jalan ke duniaku?”
Aku yang mendengar persetujuan itu terkejut bagaimana tidak? Dia juga, sih bilang rumahnya saja dunianya. Persetujuan itu juga membuatku kembali teringat ucapan orang tadi.
“bagaimana?”
Aah, lagi-lagi pertanyaannya membuatku sadar. Akhirnya semua pikiran buruk tentangnya kembali kutepis, lagi pula harusnya  aku juga bersyukur bisa merayakan Valentine. Tanpa tunggu lama kuterima ajakannya, aku juga tak ingin memikirkan hal buruk tentang Raka.
“waah, cantik banget tamannya,” ucapku takjub
Raka yang melihatku hanya tertawa. Mungkin, dia mengira aku gadis yang norak. Semakin lama tawa Raka semakin keras, aku pun kesal langsung berlari untuk menyerangnya karena dia sudah berani menertawakanku terlewat batas.
“Raka!!” aku meneriaki namanya sambil berlari ke arahnya
Aku hampir memukul Raka. Namun, sepertinya takdir saat di depan Raka kakiku justru terpeleset batu. Kita berdua pun jatuh, aku jatuh menimpa Rangga dan paling yang membuatku terkejut bibir kita hampir bersentuhan. Lantas, aku langsung bangun dan Raka juga bangun.
“kamu sengaja ingin adegan itu terjadi?” tanya Raka setelah membersihkan celananya yang kotor
Aku yang masih merasa gugup dengan adegan tadi terpaksa mendiamkan Raka. Raka yang merasa didiamkan langsung mendekatiku hingga jarak di antara kita hanya tersisa satu inci. Aku yang tak kuat menatap mata bening Raka langsung memejamkan mata. Namun, sepersekian detik kemudian dahiku terasa disentil. Aku sadar siapa pelakunya.
“selain gadis penuh kejutan ternyata kau bodoh, ya?”
Ledakkan Raka  kembali membuatku kesal, aku juga ingin kembali membalasnya. Namun, sepertinya Raka mengetahui rencanaku dia langsung menyanyikan lagu itu.
“kenapa kamu suka, bukan?” tanya Raka yang hanya kubalas dengan anggukan

“Gerbang Torii, awan kering, dan aroma musim panas menepuk pipiku
Hingga menjadi dewasa, lihatlah, aku akan terus tumbuh tinggi”
Aku hanya terdiam mendengarkan suara lembut Raka menyanyikan lagu favoritku. Dia masih saja menyanyikan lagu itu sambil berjalan ke arah bunga-bunga, sementara aku hanya duduk terdiam menikmati hangatnya mentari. Menghabiskan hampir setengah hari dengan Raka yang serba tau tentangku membuat isi kepala penuh pertanyaan. Tentu saja, pertanyaan siapa Raka? Mengapa dia tau tentangku? Di mana dia berasal? Aah, ternyata pertanyaan sesimpel itu mampu mengemis jawaban dari isi kepalaku.
“hari ini perayaan Valentine, bukan?” tanya Raka yang tiba-tiba memasang mahkota bunga di kepalaku
Aku  yang diperlakukan seperti itu hanya diam. Mungkin, saat ini pipiku sudah merona.
“pulang, yuk!?” ajak Raka yang mengulurkan tangan kepadaku, tanpa pikir panjang aku langsung menerimanya
Setelah lelah berkeliling kita akan pulang. Sebelum pulang kita mampir ke tukang Bakso pinggir jalan. Selesai memesan dan Bakso kita juga sudah sampai, kita langsung memakannya lahap. Sepertinya Raka selesai lebih dulu, lalu dia meminum Teh Pucuk yang sudah dibeli.
“Teh pucuk harum manisnya pas seperti senyummu” goda Raka selagi meminum tehnya
“apaan, sih. Lu” sahutku dengan nada yang agak tinggi untuk menutupi kegugupanku bahkan aku juga berpikir ini karena Raka yang berbakat menjadi penggoda atau aku yang baperan?
Kulihat para pembeli Bakso yang lain melihat ke arahku dengan tatapan aneh sepertinya suaraku tadi telah memantik pembeli yang lain. Bahkan, ada juga yang bilang aku ini gila karena bicara sendiri. Karena ucapan orang itu, aku kembali dibuat berpikir hal tentang Raka. Tentang siapa Raka? Dari mana dia berasal? Dan masih banyak pertanyaan lainnya. Namun, semuanya segera kutepis. aku tak ingin memikirkan itu lagi.
Aku merasa senang menghabiskan perayaan Valentineku bersama Raka. Walaupun begitu, aku tetap penasaran dengannya dan aku juga akan mencari tau siapa Raka sebenarnya tanpa sepengetahuan dirinya.

sebatas kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang