Drt....
Ponsel Namjoon terus berbunyi sejak tigapuluh menit yang lalu sampai saat ini. Tetapi tak ada niat pria itu untuk mengangkat puluhan telepon dan pesan yang dikirim oleh satu nama. Namjoon yakin itu pasti Seokjin tanpa harus melihat layar ponselnya sedikit pun.
Itu karena beberapa hari ini—sejak kejadian Seokjin menangis di hadapannya juga pengakuannya yang kemungkinan akan hamil akibat ulah Namjoon—pria itu selalu menghubunginya, bahkan dijam tersibuk Namjoon, dan apa yang pria itu bahas?
Hal random dan tak penting!
Seokjin kadang tiba-tiba merengek bilang kalau perutnya mendadak membesar padahal tidak sebesar itu. Itu karena reaksi alami ketika seseorang banyak makan dalam satu waktu. Dan benar saja, ketika Namjoon sampai pada apartemen Seokjin untuk mengecek keadaanya, banyak bungkus makanan berserakan di ruang televisinya.
Atau, kadang Seokjin mengeluh soal dirinya yang tiba-tiba mual. Tapi, ketika Namjoon mengeceknya lagi ternyata magh Seokjin sedang kambuh.
Dan masih banyak lagi sampai Namjoon tak paham. Hell! Apa Seokjin tidak tahu jika dirinya ini sangat sibuk? Ada beberapa berkas yang perlu ia tanda tangani juga rapat penting yang harus ia hadiri. Tetapi pria itu; Kim Seokjin malah merecokinya setiap saat.
Entah kali ini apa lagi yang akan pria itu elukan.
"Apa?" Namjoon akhirnya menyambar benda pipih yang terus berbunyi itu lalu mengangkat telepon Seokjin. "Seokjin, aku sedang sibuk, kau tahu? Kali ini apa lagi?"
"Nadamu terdengar tidak suka," sahut Seokjin di seberang sana juga dengan nada tak kalah sewot dari Namjoon. "Kau tidak suka aku telepon?"
"Bukan begitu Seokjin—"
"Bukannya kamu yang bilang padaku untuk selalu menghubungimu kalau aku ada masalah? Kamu katanya mau bertanggung jawab, kau ingat?"
"Ingat, mana mungkin aku melupakan janjiku," jawab Namjoon menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya seraya menyapukan rambutnya ke belakang. "Cuman, perlu aku ingatkan padamu jika saat ini aku sedang bekerja."
"Aku tahu, hell! Memangnya kau saja yang sedang bekerja?"
"Kau sudah tahu lalu kenapa menelpon?" Namjoon menggertakan gusinya menahan geramnya pada Seokjin. Tak lama saling mengenal membuat Namjoon seperti berada di dunia lain yang memainkan dirinya; kadang kala ia merasa kesal kadang kala merasa kasian—sesekali gemas juga, tapi tidak sering.
"Ada masalah, makanya aku telepon."
"Apa itu?"
"Aku muntah pagi ini."
"Maghmu kambuh?"
"Ya! Mana mungkin setiap hari maghku kambuh, Kim Namjoon?" emosinya di seberang sana, Namjoon dapat mendengar bunyi meja yang di pukul oleh Seokjin. "Aku juga tidak berselera makan, kau tahu? Aku baca di internet kalau itu termaksud ciri-ciri orang hamil dan—astaga! Bagaimana ini Namjoon? Apakah aku akan hamil?"
Mulai lagi, Seokjin akan sepanik ini jika mereka mengobrol soal kehamilan. Namjoon menghela napas. "Seokjin-ah, aku sudah bilang bukan kalau kita perlu ke rumah sakit?" tanya Namjoon mengingatkan Seokjin tentang ajakannya beberapa hari lalu, bahkan hampir setiap hari. "Menduga-duga seperti ini tidak menjawab apa-apa. Lebih baik kita periksa saja."
Tidak ada jawaban, hening. Seokjin tidak menimpali ucapannya. "Seokjin? Kamu di sana?"
Masih tak ada jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Tsundere Boy | Namjin
FanfictionWARNING! BXB 18+ "Kau pikir sekarang aku akan takut, hah?" Seokjin menendang Namjoon sehingga pria itu jatuh di atas meja. "Kim Namjoon-ssi, aku bukan seperti budak budakmu yang rela membuka kakinya lebar-lebar di hadapanmu. Karena kau yang akan mem...