Jemari panjang Jungkook tengah mengetuk-ngetuk berkas yang berada di atas mejanya. Raut wajahnya amat serius memperhatikan riwayat hidup seseorang, lengkap tidak ada satupun yang tidak Jungkook ketahui tentang orang ini. Ia rela membayar mahal untuk mengetahui segala apapun itu tentangnya.
Satu tahun yang lalu, Jungkook mengumpulkan informasi tentangnya. Mencari seluk-beluk jangan sampai ada yang terlewatkan. Satu tahun sudah Jungkook menjadi stalker . Memata-matai segala gerak-gerik, agar ia tak salah langkah. Setiap hal yang ia lakukan pasti harus maksimal.
Nafas kasar lolos dengan sempurna melalui labiumnya. Ucapan Jieun tadi membuatnya kepikiran.
Irish bulat namun tajam itu melirik cek yang siap dicairkan tengah tergeletak begitu saja di samping berkas. Ia menimbang-nimbang dengan amat serius. Wajahnya berubah penuh tanya, ada rasa yang Jungkook tak mengerti menyentuh hatinya.
One billion.
Bukan uang cuma-cuma. Jungkook juga mendapatkannya dari hasil kerja keras. Tapi ia juga tidak segan untuk mengeluarkannya begitu saja untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Saat ini tidak penting ia mengeluarkan uang sebanyak ini untuk Jieun. Salah satu syarat yang ia ajukan dari perjanjian yang Jungkook tawarkan.
Semudah ini? Jungkook hanya tak habis pikir. Jieun luluh begitu saja. Kalau tau begini tidak akan susah payah ia melakukan banyak hal. Nyatanya uang memang bisa membeli segalanya. Termasuk kehidupan seseorang.
"Matre juga, ya." Ujarnya memandangi foto yang tersampir pada berkas riwayat hidup Jieun saat melamar kerja di perusahaan yang Jungkook ambil alih saat ini. Bibir tipisnya menukik ke atas, bukan senyuman manis tapi smirk tajam yang sulit diartikan.
Ia kembali membaca halaman demi halaman informasi yang ada di sana. Tanggal lahir, pendidikan, alamat tempat tinggal, pengalaman hidup, hingga ia berhenti mempicingkan mata ketika membaca alasan Jieun ingin bekerja di perusahaannya. Sangat amat sederhana, untuk menyambung kehidupan, tulisnya.
Jungkook seketika teringat awal pertemuannya dengan Jieun satu tahun yang lalu di lobby kantor. Tidak terlalu istimewa namun Jungkook sampai saat ini masih dengan jelas mengingatnya.
Paras polos wanita itu tengah tersenyum begitu manis ketika sedang bercengkrama dengan ibu bersih-bersih. Ia membawakan tiga buah kantong makanan siap saji kepada ibu itu. Saat itu tepat jam makan siang, pertama kalinya Jungkook berkunjung ke perusahaan cabang milik ayahnya ini. Sebelum diangkat menjadi pimpinan.
Ia masih melihat saat berada di dalam lift pun mereka masih mengobrol, asik sekali. Jungkook yang berada di belakang mereka hanya bisa mencuri dengar akan obrolan mereka. Seorang wanita paruh baya usia yang mulai menginjak setengah abad. Sudah saatnya untuk pensiun tapi masih semangat untuk bekerja.
Sikap Jieun yang tidak melihat orang dari pekerjaan dan merangkul dengan kasih sayang, sampai membelikan makanan, membuat Jungkook terenyuh saat itu. Saat ia masih magang di kantor pusat, ia pernah melakukan hal yang sama. Jungkook bisa melihat kepribadian Jieun yang sama akan dirinya. Saat itulah ia mulai bertekad untuk menjadi dekat dengannya.
Saat tiba di lantai empat ibu itu berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya pada Jieun dan karyawan lainnya di dalam lift membungkuk penuh hormat. Jieun melambai dengan ringan.
Saat karyawan di dalam lift sibuk membicarakan bos baru yang katanya tampan, dan single, mereka berbondong-bondong untuk coba menarik perhatian. Sedang Jieun hanya sibuk menyeruput es kopi yang di genggamnya. Entah apa yang ia pikirkan, seakan dunia yang ada di dalam kepalanya lebih menarik ketimbang ikut bergosip dengan karyawan lainnya. Jieun punya dunianya sendiri, dan Jungkook ingin turut serta di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
drink with the boss
Short Story[JANGAN LUPA DI FOLLOW DULU] "Aku mengundurkan diri hari ini, mau kah sekali saja kau minum bersamaku, boss?"