ch. 4

488 87 16
                                    

Pukul telah menunjukkan jam 11 malam lewat 30 menit. Sudah 30 menit yang lalu pria itu masih saja menunggu di depan pintu apartemen seseorang. Tukainya yang beralaskan sneakers ia ketuk-ketukkan ke lantai marmer apartemen. Lampu depan apartemen yang meremang menegaskan bayangan dari perawakan pria tersebut. Badan kokoh dengan rambut tebal yang sedikit bergelombang, kulit tan menambah aura keras pada dirinya.

"Sial, kemana sih ni perempuan?" omelnya kembali.

Dia harus mendapatkan uangnya hari ini, kalau tidak ia tidak akan bisa bermain judi lagi. Hanya perempuan ini satu-satunya harapan yang dimilikinya hari ini.

Ia menggusar kasar wajah dan rambutnya, berkali-kali mendesakkan nafas yang berseru.

Tidak berselang lama dari umpatan yang tengah menguar di udara, suara hentak heels yang beradu dengan lantai mengusik rungu pria itu. Seringaian mendadak terukir di wajahnya. Suara itu semakin lama, semakin lekat terdengar.

"Kim Taehyung?" sapa perempuan itu, menatap tak suka dengan suara yang serak mengucapkan nama yang paling ia benci.

Pria itu memamerkan senyuman iblis yang serasa menusuk-nusuk ingatannya akan masa lalu.

"Sedang apa di depan apartemenku, sialan. Apa belum puas sudah menghancurkan seluruh keluargaku?" bentaknya marah.

"Tenang, Ji. Relax. Kau merindukanku bukan? Aku kemari hanya menagih sisa hutang yang masih ada padamu." Pria yang bernama Kim Taehyung itu kembali melanjutkan, "ㅡah maksudku, hutang ayahmu yang telah meninggal dan diwariskan padamu."

Ingatan malam itu yang ingin sekali Jieun kubur dalam-dalam jauh di dasar benaknya, kembali membuatnya merasakan perih di dadanya. Bagaimana sekelompok orang tiba-tiba saja mendobrak rumahnya, mengobrak-abrik isi rumahnya, serta suara lantang pria, membuatnya harus mendekap lebih lama di dalam lemari baju kamar. Perasaan takut kian menyelimuti anak perempuan yang beranjak belia, merasa terancam akan terbunuh malam itu. Jieun menggigit baju, merasakan kuku jemarinya kebas tak tahan untuk tak bersuara. Menahan tangisnya.

Jieun memejamkan matanya sejenak, membuang rasa sesalnya.

"Aku sudah tidak ada urusan dengan hutang-hutang yang setiap hari makin bertambah bunganya menjadi tak masuk akal. Kau, dan ayahmu sama saja, Tae. Memang benar ya, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya." Cebik Jieun, sembari terus menatap lawan bicaranya tanpa rasa takut.

Taehyung semakin mengikis jaraknya dengan Jieun, sontak membuat perempuan itu mundur secara pelan, "Jieun, mari aku ingatkan ya. Ayahmu berjanji jika ia tidak bisa melunasi hutang-hutangnya, maka putrinya yang menjadi jaminannya. Aku sih tidak apa-apa menjualmu ke pria hidung belang sana." Balasnya tak kalah angkuh. suara bariton pria itu seolah memenuhi rungu Jieun.

Jieun ingin memekik, ingin mencekik, ingin sekali ia lukai mulut pria dia hadapannya dengan berani menjatuhkan harga dirinya. Jieun yang dulu lemah, tidak bisa ia injak-injak untuk saat ini. Lelah rasanya, terus hidup di bawah bayang-bayang pria ini dan keluarganya. Tidak pernah puas sebanyak apapun yang telah Jieun bayarkan, seolah itu hanya membayar bunga-bunga pinjaman. Sedangkan pokok hutangnya, masih saja sama. Jieun murka akan hal itu.

Ia mendorong tubuh pria yang bibirnya hampir saja menyentuh kulit lehernya. Merasakan hembusan nafas, yang membuat remang bulu kuduknya.

"Aku akan bayar lunas, tapi tidak saat ini." jawab Jieun agak sedikit gentar.

Pria tampan berperawakan sempurna, asal sajj sifatnya tak seperti preman, pasti Jieun luluh saat ini akan tatapan menusuk darinya. Pria itu masih saja memasang tampang tak berbelas kasihan, "Kapan Ji? Apa aku harus pergi ke kantormu dulu, dan mengobrak-abriknya seperti dulu, baru kau mau membayar hutang ayahmu?"

drink with the bossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang