Sebelum Kejadian.
Lama sudah Jieun menyimpan surat pengunduran dirinya. Satu tahun yang lalu kira-kira saat boss sialan itu mulai menunjukkan jati dirinya. Dia berkeyakinan akan menggunakannya sewaktu-waktu. Dan benar ini tiba saatnya.
Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Sore itu sebelum pulang, Jieun menyempatkan untuk mampir sebentar keruangan bossnya. Menyadari bahwa sang empunya sedang tidak berada disana. Bukan takut dirobek ataupun ditanyai hal macam-macam mengenai suratnya. Jieun hanya malas menatap wajah bossnya itu. Muak lebih tepatnya. Lekas-lekas Jieun meletakkan surat itu diatas meja, jangan sampai bertemu dengan boss sialannya.
Karena penat yang tak kunjung hilang, serta rasa pening yang terus menyerang, Jieun kembali mengambil kunci mobilnya dan mulai memecah jalanan menuju bar langganannya.
Disana sudah ada Yoongi, pemilik bar sekaligus teman kuliahnya dulu. Sudah tidak asing lagi baginya melihat Jieun memesan minuman yang beralkohol tinggi, pasti ini ada hubungannya dengan bossnya.
"Seperti biasa, Yoon," ujar Jieun menebarkan senyuman masam menatap temannya itu. Duduk ditempat biasa yang sudah menjadi kebiasaannya. Barisan nomer empat dari kiri itu sudah hak paten milik Jieun.
"Ada masalah lagi?" tanya Yoongi yang terlanjur penasaran dengan perselisihan Jieun dengan bossnya yang sampai saat ini Yoongi belum tau rupanya. Hanya tau bagaimana Jieun begitu membencinya.
Jieun menatap miris, "Surat pengunduran diri akhirnya terpakai juga, sudah di meja si boss," jawabnya percaya diri, sembari menenggak seloki minuman yang Yoongi tawarkan.
"Apa ni?" lanjutnya sambil mengangkat gelas loki yang sudah kosong. Rasa baru yang cukup membuat panas tenggorokannya. Tapi lekas membuat kepayang.
Yoongi tersenyum senang, "Dapat racikan baru dari teman, lumayan juga buat panasin tubuh." sahutnya. "Sudah ngundurin diri senang dong, kok malah sedih?" lanjutnya tanpa menghentikan aktivitasnya menuangkan Jieun seloki lagi.
Mengingat itu memang benar, ada perasaan yang hilang Jieun rasakan. Akan kehilangan teman kerja yang sudah seperti keluarga sendiri. Susah-senang, kerja keras membangun devisi, hingga dapat cacian dari boss mereka lalui sama-sama. Itu yang membuat dirinya sedih. Perpisahan dan takut kehilangan teman seperjuangan.
"Siapa bilang sedih, senang dong," Jieun memamerkan kembali wajah gembiranya. Memasang topeng yang biasa ia pakai untuk menyembunyikan rasa sedihnya. Menenggak sekali lagi namun tak sampai habis. Ada kerutan dari dahinya, banyak pikiran yang mengganggu Jieun sekarang.
"Oke, silahkan minum sampai puas tuan putri. Aku harus menemui klien yang lain," pamit pria berwajah pucat itu pada Jieun namun netranya melirik seorang gadis yang sepertinya baru pertama kali kesini.
Jieun menampilkan gerakan setuju melalui ibu jarinya, "Kalau belum bisa one night stand, jangan kasih lolos, Yoon." teriaknya kecil yang tidak terlalu terdengar karena suara musik lebih besar daripada teriakannya.
Sepeninggal Yoongi, Jieun terus menenggak lokian demi lokian. Pikirannya hanya ingin lupa tentang hari ini. Tentang perkataan bossnya perihal surat perjanjian, tentang perkataan Eunji perihal persetujuan karena memang Jieun sedang butuh uang untuk melunasi hutang keluarganya yang telah tiada. Terpaksa Jieun anggota keluarga yang masih hidup harus menanggungnya.
Pikiran-pikiran ini akan pergi jika Jieun mabuk malam ini. Tidur pun ia masih bisa memimpikan bagaimana kecelakaan yang merenggut Ayah dan Ibunya 10 tahun yang lalu. Menyisakan Jieun yang baru berumur 20 tahun menanggung beban hidup sendirian. Kerabatnya hanya sebisanya membantu sampai Jieun lulus dari kuliahnya, selebihnya Jieun yang harus menghidupi dirinya. Masih menjadi trauma tersendiri baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
drink with the boss
Короткий рассказ[JANGAN LUPA DI FOLLOW DULU] "Aku mengundurkan diri hari ini, mau kah sekali saja kau minum bersamaku, boss?"