Part 1

21.6K 635 26
                                    


"Mas, apa kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?" tanya Sinta dengan tatapan sendu. Aku yakin dia yang paling tersakiti dengan pernikahan keduaku ini. Istri mana yang mau dimadu dan sanggup menyaksikan suaminya ijab qobul bersama wanita lain. Meskipun alasannya jelas, karena dia tidak bisa mempunyai anak. Sebulan lalu dia memegangi surat bahwa dia mandul, tidak bisa mempunyai keturunan. Oleh sebab keluargaku memaksaku untuk menikah lagi.

"Tentu, dong. Walau bagaimanapun keadaannya, Fahmi tetap harus menikah dengan Janah. Dia gadis yang cantik jelita dan baik hati. Siapa yang tidak ingin menikah dengan Janah, seorang kembang desa dan anak dari Ustad tersohor," sahut Diyah, adik kandungku.

”Apalagi yang kamu banggakan sebagai wanita kalau tidak bisa memiliki anak?” desis bibi Ratih, adik dari Abah yang memang sangat membenci Sinta. Semua kebenciannya itu berawal dari Abdillah, putranya yang menggilai Sinta, istriku.

"Sudahlah, jangan sampai ada pertengkaran," ucapku menengahi mereka.

"Tapi, Mas..." ucap Sinta dengan suara yang berat. Kulihat ada buliran bening yang turun dari matanya.

"Mas janji akan berlaku adil untuk kalian. Mas ingin menuntun kalian untuk bisa menggapai Ridho gusti Allah. Percayalah pada, Mas. Kalau Mas insya Allah bisa bersikap adil," ucapku memotong ucapannya, mencoba menenangkan, dan menghapus air matanya.

”Kamu 'gak bisa melakukan ini, Mas. Ini salah," desis Sinta tanpa menatapku, tatapannya kosong kedepan.

Aku yang mendengarnya mengatakan itu langsung terbawa emosi. Dengan sekuat tenaga aku meredam emosi dan mencoba berbicara pelan.

"Ini tidak salah. Aku dan keluarga ini mengharapkan penerus. Siapa yang akan mengelola ponpes Abah, jika aku tidak punya keturunan. Meskipun anak dari Diyah bisa, tapi Abah mengharapkan anak dariku."

"Baiklah, Mas. Jika itu keinginanmu," ucap Sinta tersenyum getir yang membuatku semakin merasa bersalah padanya.

***

Hari ini adalah hari pernikahan keduaku. Tepat jam delapan pagi ini, aku akan melakukan ijab qobul bersama Janah. Putri dari Ustadz tersohor. Siapa yang tidak mengenal Janah, putri cantik jelita ustadz Hanafi.

Kuakui Janah lebih cantik dari Sinta Rania. Tapi walau bagaimanapun Sinta tetaplah istri pertamaku, wanita yang sudah aku nikahi dua tahun yang lalu.

Orangtua yang  mendesakku untuk segera mempunyai anak, membuat Sinta melakukan tes kesuburan. Setelah seminggu menunggu, akhirnya surat itu keluar dan menyatakan bahwa Sinta mandul.

Mulai sejak itu, Sinta sudah tidak disukai oleh keluarga besarku. Semua sikap orang dirumah ini padanya seketika berubah.

Sejak itu pula Abah dan umi langsung mendatangiku dan memintaku untuk lebih mengenal putri ustadz Hanafi.

Dengan berat hati aku menerimanya. Tapi hatiku sepertinya mulai tertarik dengan Janah. Wanita cantik yang dikagumi banyak lelaki.

Aku berjalan kearah ruangan yang akan menjadi saksi bisu pernikahanku. Kutoleh kebelakang, ternyata Sinta mengikutiku dengan mengekor dibelakang.

Kuhentikan langkah dan memberhentikan lanhkah Sinta.

"Kamu yakin akan kuat untuk menghadiri pernikahan keduaku?" tanyaku lirih padanya.

Sinta mengangguk cepat

"Aku tetap akan melakukan pernikahan ini, meskipun kamu pingsan," ucapku kesal. Jujur saja lebih dari kesal menyeruak dalam diri ketika dia mengangguk cepat saat aku menanyakan dia akan kuat menyaksikan pernikahan keduaku.

Kupercepat langkah hingga sampai diruangan itu dan mendapati penghulu, saksi, juga keluarga besarku.

”Kamu yang sabar, ya, Sayang. Maaf kami memutuskan ini tanpa mempedulikan perasaanmu," lirih Umi pada wanita yang kini hanya berdiri mematung memandangi aku dan Janah berdampingan di depan penghulu yang membuat hatiku ikut terluka melihatnya.

"Umi tetap akan menyayangimu, Sinta tetap menantu pertama Umi, ya, Sayang," ucap Umi lagi yang mencoba menghiburnya. Tapi Sinta tidak berbicara sepatah kata pun. Dia memilih duduk didepan tamu undangan dan matanya tetap menatapku kosong.

***

"Saya nikahkan Fahmi Idris bin Abah kiai haji Farhan Hamid Idris dengan Nurjanah binti ustadz Hanafi dengan mas kawin emas 20 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

Meskipun aku akan segera melakukan ijab qobul, tapi mataku tetap memandangnya. Sampai ada cubitan tiga kali dari Umi.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nujanah binti ustadz Hanafi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?"

"Sah"

Semua orang bersorak gembira atas pernikahan ini. Kecuali Sinta, tatapan matanya masih menatapku kosong.

Tapi aku menarik hatiku untuk berhenti memikirkannya. Karena kini ada hati lain yang harus kujaga, tidak hanya Sinta, tapi juga Janah.

Kukecup keningnya, ada rasa getaran didada. Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama?

"Terimakasih, Mas. Terimakasih telah menjadikan aku istri, meskipun menjadi yang kedua, tapi tidak ada masalah untukku," ucap Janah dengan senang. Dia seumuran dengan Sinta, bisa dibilang sudah usia matang untuk menikah. Tapi Janah selalu menolak setiap ada yang melamarnya. Apa dia memang hanya tertarik padaku?

'Ah, tolong kamu jangan ge'er Fahmi.' batinku mengingatkan.

"Aku akan memperlakukan kalian sama, tidak akan ada pembedaan," ucapku pada Janah yang kini matanya lebih berbinar.

"Aku sangat bersyukur bisa menikah denganmu, Mas," lirihnya lagi.

"Sudah, sudah. Kerabat sudah menunggu untuk bersalaman dengan pengantin baru," ucap bibi Ratih yang mengingatkanku bahwa setelah akad ada acara bersalaman.

Beruntung kami hanya mengundang kerabat, coba kalau orangtua santri juga. Pasti melihatnya saja sudah pusing, saking banyaknya.

Sepanjang hari ini aku tersenyum gembira, seolah memang baru merasakan menjadi pengantin baru. Semenjak acara salaman, aku sudah tidak melihat Sinta dengan tatapan kosongnya, entah dia pergi kemana.

Tapi ada bagusnya juga. Jadi aku tidak perlu melihatnya dengan tatapan yang mengerikan. Biarkan aku bahagia dengan istri keduaku.

Kuharap dengan Sinta menjaga jarak dengan kami membuatku dan Janah menjadi semakin nyaman, tanpa gangguan apapun. Karena sekarang istriku tidak hanya Sinta, tapi juga Janah. Wanita yang harus kujaga dan kusayangi sepenuh hati.











Menyesal Usai Talak || SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang