MUT Part 15

12.2K 712 39
                                    

Berhubung yang follow bertambah banyak dan aku mau kasih bonus buat semuanya yang udah baik banget, aku up part selanjutnya, ya. Selamat membaca dan jangan lupa jaga kesehatan.

****

Kenapa semua orang ingin mengetahui apa yang Sinta tinggalkan? Kenapa begitu peduli. 


Apalagi Abah. Kenapa sampai harus mengumpulkan keluarga bibi Ratih dan keluarganya Janah? Bukannya aku mau menyalahkan Abah. Hanya saja selama ini mereka termasuk orang-orang yang sangat tidak menyukai Sinta.


Takutnya mereka hanya ingin membuatku terpojok dan melakukan sesuatu hal yang tidak kuinginkan.

"Emangnya kenapa, Bah?" tanyaku balik dengan tetap tenang.


Jika aku memberitahukan masalah ini kepada Abah, apakah Janah dan keluarganya akan langsung ditendang dari sini?


Tapi firasatku mengatakan hal lain. Semoga yang tidak kuinginkan tidak terjadi.

"Karena Abah harap, apapun yang Sinta tinggalkan tidak ada pengaruh apapun terhadap pernikahan kamu dengan Janah," jelas Abah dengan lantang dan tegas.


Apa maksud Abah? Apa artinya tidak akan ada tindakan yang kita lakukan? Apa kita tinggal menunggu kehancuran keluarga kita?


Apa Abah sekaligus menyuruhku untuk menjadi ayah dari anak yang dikandung oleh Janah? Tidak. Aku tidak bisa seperti ini.


Sepertinya Abah sedang berada dibawah pengaruh keluarganya Janah. Apa Abah sedang diancam?

”Assalamu'alaikum," sapa ustadz Rahman tiba-tiba datang ke aula dan mengucap salam.


Disaat pikiranku sedang bergulat, alhamdulilah Allah kirimkan ustadz Rahman untuk membantuku keluar dari keadaan ini.


"Ada apa, Tadz?" tanyaku basa-basi.


"Ada yang mau Saya bicarakan sama Antum. Bisa ikut ke ruangan Saya sebentar?" pinta ustadz Rahman.


"Tidak bisa. Nak Fahmi harus di sini. Tidak sopan Antum panggil-panggil orang yang sedang membicarakan hal penting bersama kami,” sergah ustadz Hanafi.


Aku dan ustadz Rahman diam mematung. Ini baru pertama kalinya ustadz Hanafi berbicara seperti ini, apalagi kepada ustadz Rahman yang notabenenya Abah pun tidak bisa melakukan itu.


"Apa Antum keberatan Saya bicara dengan Fahmi. Apa ada yang Antum rahasiakan?" ucap ustadz Rahman menyelidik.


Ustadz Hanafi terlihat gelagapan, "Em, itu, itu, karena sepertinya pembicaraan kami dengan Nak Fahmi lebih penting.

Menyesal Usai Talak || SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang