Sebelum membaca, yuk follow dan subscribe, ya. Jangan lupa tinggalkan love dan komennya.
Tidak, aku tidak boleh goyah. Bisa jadi mereka sudah lama berteman.
Tapi apakah harus akrab seperti itu? Walau bagaimanapun mereka bukan mahram.
"Kami sudah memutuskan bahwa kalian harus tidur bersama selama satu Minggu. Kalau tidak, kalian bisa pergi liburan berdua," ucap ustadz Hanafi, abinya Janah yang kini telah menjadi abiku juga sungguh sangat membuatku kaget.
Seminggu bersama? Terus Sinta bagaimana?
Liburan berdua??
Apa aku tidak salah dengar?
"Maaf tadz, maksudnya apa, ya?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Jujur jika bisa memilih, aku lebih memilih tidak mendengar permintaan konyol.
"Kami sudah mendiskusikan masalah ini dengan keluarga Abah," lanjutnya lagi yang menambah kekagetan ku.
Abah?
Bukankah Abah setuju untuk tidak ada perjanjian semacam ini?
Bukankah ini akan menyakiti Sinta?
Aku menarik nafas panjang dengan memejamkan mata. Berharap semua ini hanya mimpi. Ketika kubuka mata, ternyata semuanya real. Malah ada Abah, Umi, bibi Ratih, bahkan Sinta.
Kapan mereka berjalan kearah kamar ini? Kenapa aku tidak mendengar suara langkahnya?
"Apa semua orang mendiskusikan ini tanpa kehadiranku?" tanyaku dengan mencoba menahan emosiku.
"Ini sudah kami sepakati. Sinta saja sudah setuju," ucap Abah yang membuatku tersentak dan tersenyum getir.
"Apa benar kamu sudah menyetujui ini?" tanyaku pada Sinta dengan nafas yang memburu.
"Apa aku punya alasan untuk tidak menyetujuinya?" jawabnya yang lagi-lagi tanpa melihatku.
"Abah, Fahmi mohon berikan Fahmi waktu. Fahmi ingin membicarakan ini dulu dengan Sinta, hanya berdua," pintaku dengan pelan tapi penuh penekanan. Agar semua orang ikut keluar dari kamar ini. Meskipun ini kamar yang secara khusus disiapkan untuk malamku dan Janah.
Aku butuh waktu untuk mendiskusikan masalah ini dengan Sinta. Dia yang sudah setia menemaniku selama ini. Meskipun diri ini tak ingin. Tapi disisi lain aku juga tidak ingin berdosa dengan menyakitinya.
"Baiklah. Semuanya tolong keluar. Kita harus memberikan waktu untuk Fahmi dan Sinta bicara!" pinta Abah kepada semua orang.
Satu persatu dari kami keluar, tapi ada tatapan tidak suka dari ustadz Hanafi. Apa aku salah lihat, ya? Karena selama ini ustadz Hanafi dikenal sebagai orang yang sangat baik dan santun.
"Janah aku mohon, tinggalkan kami," pintaku pada Janah yang malah memilih duduk di ranjang.
"Ini kamar kita, Mas. Harusnya aku yang berada disini," ucapnya yang lagi-lagi memajukan bibirnya.
"Mas tahu. Tapi Mas ingin ngobrol disini dengan Sinta,"
"Aku tidak mau keluar," kekeh Janah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyesal Usai Talak || SUDAH TERBIT
RomanceSinta, seorang istri dari pemilik ponpes terkenal tiba-tiba di antarkan kerumah kedua orang tuanya oleh suami dan istri barunya. "Hari ini dihadapan orangtuamu dan orangtuaku, aku menalakmu, aku menalakmu, aku menalakmu," tegas Kang Fahmi menalak S...