Part 11

11.6K 660 27
                                    

"Hari ini dihadapan orangtuamu dan orangtuaku aku menalakmu, aku menalakmu, aku menalakmu," ucapku tegas.

Akhirnya aku bisa mengatakannya yang membuatku bernafas lega. Tapi ada rasa penyesalan yang menyeruak diri ini.

Sinta yang dari tadi terlihat tegar, kini tubuhnya mulai gemetar dan matanya berembun.

"Sayang, kamu tidak boleh menangis. Lelaki ini tidak berhak atas kesempurnaan yang ada pada dirimu," ucap Bunda Soraya kepada Sinta.

Apa yang menjadi kesempurnaan Sinta hingga aku tidak layak?

Tenyata keputusanku untuk menceraikan Sinta adalah benar, sangat benar.

"Tapi, Bun. Ini rasanya menyakitkan," ucap Sinta yang air matanya tiba-tiba mengalir. Membuat orangtuanya menatap nanar putrinya itu.

"Kamu wanita yang kuat, Sayang. Bunda yakin kami bisa menghadapi semua ini,"

"Bunda lihat aku, apa wanita mandul itu salah?" tanya Sinta

"Tidak. Sebenarnya tidak ada wanita mandul," jawab Bunda.

"Semuanya sudah mendengar, kan? Tidak ada wanita yang mandul," teriak Sinta sambil berurai air mata.

Berbeda dengan Bunda Soraya yang matanya berembun. Pak Adam justru berdiri tegak, tanpa ada kesedihan sedikitpun dimatanya.

"Saya mohon maaf jika kami banyak salah kepada keluar besar Pak Adam," ucap Abah yang tidak enak hati setelah aku mengucapkan talak.

"Maafkan Abah, Sinta. Terimakasih telah menjadi istri dan menantu yang baik selama ini," ucap Abah lagi sambil menggenggam tangannya.

Sinta menangis sesenggukan sampai menghabiskan waktu yang lumayan lama sambil membawa tangan Abah dan Umi kedalam pelukannya, lalu di ciumnya beberapa kali.

"Maafkan Sinta yang tidak bisa menjadi menantu yang baik untuk Abah dan Umi," ucapnya dengan berurai air mata.

"Alah malah cari sensasi. Percuma 'gak akan mempan buat kami," desis bibi Ratih.

"Udah sih, Mas. Kita langsung pulang saja. Intinya kan kalian sudah resmi bercerai. Hanya tidak menyelesaikannya secara negara," sahut Diyah.

"Perceraian mereka biar Saya yang urus. Orang-orang seperti kalian tidak perlu ikut campur. Saya pastikan Minggu depan surat perceraian sudah ada ditangan kalian," jelas Pak Adam dengan khas suaranya.

"Baiklah, Sinta. Abah, Umi, dan semuanya mohon pamit, ya. Maaf jika kami telah menyakitimu," ucap Abah lalu Umi.

"Sinta akan merindukan Abah sama Umi. Bolehkah nanti Sinta mampir jika rindu?" pintanya dengan suara yang parau.

"Tentu," jawab Abah dan Umi serentak.

***

Aku cepat-cepat menghapus air mata yang akan segera turun. Jangan sampai mereka melihat aku menangis.

Entah kenapa seperti ada beban yang sangat besar pada kakiku hingga terasa berat untuk melangkah.

'Sepertinya rasa cintaku padamu membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, Sinta. Tapi semoga kelahiran anakku kelak bisa menyembuhkannya lebih cepat.' batinku berharap.

"Baiklah. Mari semuanya menuju mobil!" ucap ustadz Hanafi.

Aku menatap Sinta nanar, bisa jadi ini adalah pertemuan terakhir kami. Meskipun dia mengatakan akan menemui Abah, tapi aku tidak tahu kapan waktu itu tiba, dan apakah akan bertemu denganku?

Menyesal Usai Talak || SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang