MUT Part 10

11.2K 663 31
                                    

Para pelayan menyambut kedatangan kami, terutama sama Abah, Umi, dan Aku. Mungkin mereka menyangka kita datang ke sini untuk bersilaturahmi.

Kami semua turun dari mobil dengan emosi. Tapi berbeda dengan Sinta dan lelaki itu. Sinta turun dengan elegan dan lelaki itu penuh dengan kebingungan.

Sinta turun dengan koper besarnya yang dilangsung diambil oleh pengawalnya.

"Taruh ini di atas," ucap Sinta tegas kepada salah satu pelayannya.

Pelayan ini menatap Sinta bingung. "Apa Nona dan Pak Fahmi akan menginap di sini?"

"Tidak. Tidak akan ada yang menginap selain Saya," jawab Sinta dengan sangat tegas.

Pelayan itu semakin menatap Sinta dengan penuh kebingungan.

"Lakukan sesuai perintahku!" Titah Sinta yang membuat pelayan dan pengawalnya langsung pergi untuk menyimpan kopernya.

Bunda Soraya menyambut kami dengan disusul Pak Adam. Dia memeluk putrinya dengan sangat erat, "Bunda sangat merindukanmu."

"Sinta, juga Bunda. Sangat rindu," ucap Sinta membalas pelukan bundanya erat.

"Ayo, Bah dan semuanya masuk!" Pak Adam menyuruh kami masuk.

Kami saling lempar pandang. Abah memberikan isyarat kepada kita untuk menerima Pak Adam masuk ke rumahnya.

Semuanya langsung masuk kedalam, kecuali Sinta dan bunda Soraya.

"Kenapa badanmu kurus? Apa Fahmi tidak mengurusmu dengan baik?" tanya Bunda.

"Sinta baik, Bunda," jawab Sinta.

Selanjutnya volume bicara mereka lebih pelan,  sehingga aku tidak bisa mendengarnya.

"Begini Pak, kami kesini untuk membicarakan beberapa hal tentang Nak Sinta,” ucap Abah mengawali pembicaraan.

"Apa anakku melakukan kesalahan? Apa itu? Tidak apa, katakan saja," jawab Pak Adam dengan suara baritonnya.

"Eh, ada—," ucap Pak Adam ketika melihat Rayhan, tapi lebih dulu dicegat oleh Bunda Soraya. Entah apa yang di bisikkannya.

”Baik. Tadi apa yang mau dikatakan?"tanya Pak Adam tanpa melanjutkan perkataan yang tadi.

"Pertama, Saya ingin mengatakan bahwa Sinta adalah wanita yang tidak akan bisa mempunyai keturunan," jawab Abah dengan perasaan yang tidak enak. Sementara Pak Adam terlihat sangat kaget mendengarnya. Sampai ia mengentikan tangan yang akan mengambil segelas kopi di hadapannya.

"Darimana Abah tau anak saya mandul?" tanya Pak Adam dengan nada mengintrogasi.

Semua keadaan mendadak hening seketika.

Suasana yang awalnya tentram dan penuh hawa baik, kini seakan berubah sebaliknya. Para bodyguard menatap tajam kearah kami. Bunda Soraya juga menatap Sinta lekat, lalu mereka berbalas tatapan.

"Dia sendiri yang membawa surat itu sebulan yang lalu," ucapku mencoba menjelaskan.

"Apakah surat itu asli dan bisa dipercaya?" tanya Pak Adam lagi.

"Tentu. Surat ini berasal dari rumah sakit terkenal dan tidak mungkin ada kesalahan di dalamnya," saut bibi Ratih.

"Saya tidak bertanya kepada Anda. Saya hanya bertanya kepada yang bersangkutan," jawab Pak Adam sinis.

"Dan apakah Anda yakin, bahwa rumah sakit terkenal tidak akan melakukan kesalahan?" ucapnya lagi dengan tatapan yang seolah-olah mendendangkan bibi Ratih.

Menyesal Usai Talak || SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang