MARK masih dengan setia memandangi wajah damai milik Haechan yang tertidur. Benturan di kepala membuat ia dalam keadaan kritis. Untung saja dokter berhasil menyelamatkan Haechan kemarin malam disaat keadaan sangat genting. Kantung mata Mark menghitam dan kelopak matanya bengkak, semalaman ia menangis hingga tertidur. Tapi hanya sebentar, matanya kembali terbuka ketika ia ingat akan Haechan.
"Mark__" bahunya dipegang seseorang dari belakang, saat ia mengadah. Ternyata itu adalah Hendery. "Makanlah, kau belum makan bukan? Biar aku yang menjaga Haechan, kau juga perlu tenaga."
Mark menggeleng.
"Bagaimana aku bisa makan jika Haechan saja belum makan. Bagaimana jika saat aku pergi disaat itulah Haechan sadar."
"Jangan keras kepala Mark, lagipula sebentar lagi ayahmu akan datang. Tadi malam ayahku menelpon ayahmu. Dan dia sangat terkejut saat mengetahui kecelakaan ini, apa kau mau ayahmu melihat dirimu dalam keadaan seperti ini?"
"Aku tidak bernafsu untuk makan, untuk ayahku, aku akan menemuinya saat dia sampai nanti." Mark mengangkat tangannya dan ia elus pipi tembam milik Haechan yang sedikit terasa dingin, di dalam ruangan ini terasa sangat sunyi. Mereka hanya bisa mendengar suara monitor yang selalu memantau keadaan Haechan yang terbaring lemah.
"Setidaknya makan sedikit saja, bagaimana jika nanti saat Haechan pulih malah kau yang koma atau mungkin sekarat? Apa kau ingin adikku stress juga gara-gara kau? Kau akan menambah masalah saja. Itu bisa memperburuk keadaan." Hendery mengusap wajahnya pelan, Mark benar-benar keras kepala. Sedari tadi malam dia terus saja bersikeras untuk tetap di samping Haechan. Bahkan tidur? Tidak pernah.
Hendery berjalan ke arah sofa yang disediakan di dalam ruangan. Dia juga sedikit lelah, jujur saja. Dia juga belum tidur dari semalam, nalurinya sebagai kakak membuatnya tetap terjaga untuk menjaga sang adik. Terutama saat kejadian kemarin malam, tepat ketika dirinya dan Sunwoo kembali dari kantin. Keadaan yang didapatinya sangat kacau, ayahnya yang terus berdoa dengan air mata yang keluar, para perawat yang keluar masuk ruangan dan jangan lupa. Darah si manusia keras kepala yang tertinggal di lantai membuat Hendery berpikir Mark akan berniat bunuh diri. Sunwoo bahkan sangat panik saat itu sampai uring-uringan mencari Mark.
KRIEETT__
Pintu ruangan terbuka.
Ternyata tuan Lee yang masuk. Dia membawa sebuah paper bag bersamanya.
"Ini pakaian gantimu Hendery, gantilah bajumu dulu. Sekarang giliran ayah yang akan berjaga. Ayah juga akan membersihkan Haechan menggunakan air hangat, sudah waktunya. Dan kau Mark__" panggilannya kepada Mark yang masih setia duduk di atas kursi rodanya.
"Ayahmu menunggu di luar, aku baru saja bertemu. Hendery kau antarkan Mark," lanjutnya kemudian berjalan ke arah Hendery.
Hendery yang mendapatkan perintah dari sang ayah langsung berdiri dan mendekat ke arah Mark.
"Kau dengar kan? sekarang kita temui ayahmu." Hendery mendorong kursi roda yang diduduki oleh Mark untuk keluar dari dalam ruangan. Mungkin ayahnya sendiri yang dapat memberikan nasehat. Setidaknya keadaan tidak seburuk sebelumnya, hanya saja satu orang yang belum ikut bergabung.
•
•
•
Kini di kantin rumah sakit. Hendery, Mark, dan tentunya ayah Mark sedang duduk berhadapan di atas meja panjang yang terdapat di sana. Hendery menunduk dalam tidak berani untuk menatap ayah Mark, atau dia hanya malu sebenarnya. Cukup jadi pendengar untuk saat ini.
"Kenapa keadaanmu sangat berantakan Mark?"
"Aku sedang sakit ayah, bukankah ayah tau juga."
"Bukan itu maksud ayah, jangan menyakiti dirimu sendiri Mark. Itu hanya akan menyiksa, kau akan merasakan sakit yang lebih parah. Dan itu berdampak pada dirimu. Habiskan makananmu, jangan hanya diam saja."
Mark tidak menjawab, dia hanya menatap bubur putih yang berada di depan dirinya. Tidak ada nafsu sama sekali untuk dia memakannya, bahkan untuk menyentuhnya dia enggan. Tubuhnya masih menolak.
"Bukankah ayah sudah katakan padamu, bahwa dia sedang berjuang juga. Dari cerita yang ayah dengar dari tuan Lee, Haechan berhasil di selamatkan kemarin malam bukan?"
"Itu karena bantuan para dokter ayah."
Ayahnya menggeleng.
"Tidak Mark, Haechan yang menginginkan dirinya untuk tidak pergi. Sekarang dia sedang berusaha untuk kembali kepada kita semua, apa dia akan senang jika saat dia siuman nanti dia melihatmu dalam keadaan seperti ini? Kau ingin membuat dirinya bersedih lagi? Pikirkan itu Mark."
Mark menggeleng.
"Tidak ayah,"
"Tolonglah Mark, berdamai dengan dirimu sendiri. Berdamai dengan perasaanmu, ayah memang tidak tau seberapa besar kau mencintai Haechan. Itu memang tidak salah sama sekali, tapi sekeras apapun kau ingin mencobanya. Dalam kenyataannya itu tidak akan pernah terjadi, terkadang ada jalan yang benar-benar tidak harus kita lalui, seperti sekarang."
Mark mengigit bibir bagian dalamnya menahan perasaannya yang terasa sangat berat, hatinya terasa tercubit. Perkataan sang ayahnya memang selalu benar. Sekuat apapun dia mencobanya, kenyataan selalu menepisnya dengan kuat. Tapi, sekuat apapun dia mencoba mengubur perasaannya juga, dia tidak bisa. Perasaannya selalu berhasil mendaki keluar. Menggerogoti setiap inci hatinya, pertemuannya dengan Haechan sungguh amat tertanam dalam di hatinya. Dia tidak akan bisa melupakan itu. Haechan yang telah berhasil merubah dirinya, merubah cara pandangnya.
Hendery menepuk pundak Mark pelan.
"Maafkan aku, dalam hal ini aku tidak bisa membantumu sama sekali. Tapi, aku sangat berterimakasih karena adikku bisa mengenalmu. Ternyata perkataannya waktu itu memang benar, kau orang yang baik." Hendery menjeda ucapannya
"Kau tau Mark? Sebenarnya Haechan juga mencintaimu, dia hanya takut. Dan kumohon, saat dia sadar nanti berbicaralah dengannya. Pikirannya terhadapmu yang membuatnya selama ini stress dan itu menyebabkannya sakit."
DEG__
Benarkah?
Mark tidak bisa menahannya lagi, air matanya kembali keluar tanpa meminta izin. Haechan mencintainya juga, tapi kenapa. Rasanya semua ini hanya bunga tidur baginya, seperti tidak nyata. Dengan tangan gemetar dan isakan yang terdengar samar-samar, Mark akhirnya mengangkat tangannya untuk berdoa, dan setelahnya dia meraih sendok di depannya.
"S-selamat makan." Mark menyuap bubur itu ke dalam mulutnya, walaupun rasanya sangat pahit. Ia memaksanya untuk masuk, menelannya walau tenggorokannya terasa tercekik. Menghabiskan makanannya walau dengan kenyataan dia harus menyerah. Bukan dengan perasaannya, melainkan dengan takdir yang sudah digariskan. Dengan keadaan yang tidak bisa membuat mereka bersama, haruskah dia mencoba melupakan? Atau dia akan mencoba untuk menipu dirinya sendiri? Entahlah.
Di sisi lain ayahnya tersenyum kecil. Jagoannya sudah bisa berfikir dewasa, kejadian ini akan membuatnya semakin tabah dan kuat. Dia benar-benar bersyukur dan juga bersedih dalam waktu yang sama, dia tetap seorang ayah yang tidak ingin sang anak merasa sedih atau terluka.
"Makanlah Mark."
"Y-ya ayah."
To be continue...💚💚
salam dwaekki🐖🐇enjoy for reading yoroboun...ᘛ⁐̤ᕐᐷ
KAMU SEDANG MEMBACA
[05] Trust
Fanfic[ COMPLETED ] [Sad] [Romance] Mark Lee merupakan anak dari seorang pastor yang berperilaku seperti berandalan. Membuat sang ayah harus mengirimnya ke sebuah sekolah khusus laki-laki yang berada di pinggir kota yang sangat jauh dari kata modern. Niat...