Chapter 16 - Hidup Itu Gak Adil

611 64 9
                                    

Di sinilah Felix dan Chandra sekarang, di sebuah kafe kecil, dekat rumah masing masing.

"Kak, kenapa kakak ngajak gue ke sini?" tanya Felix to the point.

Kemarin itu, Chandra nge-japri dia, ngajak jalan jalan bareng hari ini. Karena kebetulan Felix baru pulang dari rumah Sebastian--dan ternyata rumahnya Sebastian itu deket banget sama rumahnya Chandra--jadilah Felix nyamperin rumahnya Chandra.

Sepanjang jalan, setiap Felix nanya soal masalah apa yang mau dibicarain sama Chandra, Chandra selalu gak jawab. Palingan cuma bilang, 'entar juga tahu ' atau 'tunggu entar aja'.

Felix, kan jadi penasaran. Secara, kakak Jihan yang satu ini gak pernah ngajak dia bicara empat mata kayak gini sebelumnya. Jangankan bicara empat mata, nyapa di sekolah aja gak pernah.

Chandra menghela napas panjang, dan kemudian menatap Felix intens. "Gue udah tahu siapa yang nyembunyiin perihal Mama dan Papa gue...," ucap Chandra, mengabaikan pertanyaan Felix yang tadi.

Felix membolakan matanya, kaget. "Serius, Kak? Lo udah tahu?" tanyanya, masih gak percaya.

"Hmm." Chandra cuma berdeham untuk menjawab pertanyaan Felix.

"Terus, siapa yang tahu?"

Chandra tau langsung menjawab. Dia kembali menghela napasnya. "Cakra.."

Felix memiringkan kepalanya dengan wajah bingung. "Cakra?" tanyanya lagi. "Kak Chandra tahu dari mana? Bukan hasil menduga duga saja, kan?"

Chandra menggeleng. "Bukan, ini bukan hasil dugaan aja. Ini beneran. Gue ada buktinya."

Felix hanya mangut mangut saja.

"Gue awalnya curiga ke Jihan... Tapi ngelihat sikapnya yang baik baik saja, gue jadi curiga ke Cakra," jelasnya sambil menatap segelas milkshake di hadapannya. "Dan benar aja, pas gue buka ponselnya, gue jadi yakin seratus persen, kalau memang yang tahu itu Cakra."

Felix terlihat bingung, kemudian bertanya, "Memangnya ada apa di ponselnya Kak Cakra?" tanyanya.

Persetan dengan semua privasi keluarga An, Felix benar benar menanyakan hal tersebut. Bukan masalah apa apa, tapi karena Chandra udah ngebawa bawa dia sampai sejauh ini hanya untuk ngebahas masalah keluarga mereka yang Felix sendiri gak tahu, maka dari itu Felix rasa, dia gak salah untuk bertanya tentang hal itu. Mungkin aja, ada clue tersembunyi di sana, dan dia bisa memecahkannya bersama dengan Chandra.

"Seisi ponselnya itu penuh sama kayak kata kata  orang putus asa gitu," jawab Chandra, membuat Felix mengernyitkan keningnya samar.

"Terus, kalau memang ada tulisan kayak gitu, kenapa emangnya?" tanya Felix lagi.

"Gue yakin, Cakra itu udah capek nyembunyiin semuanya, dia mau menyerah gitu. Makanya dia tulis kata kata itu di hapenya," jawab Chandra, membuat Felix menepuk jidatnya.

"Belum tentu, kakak Chandra yang ganteng. Belum tentu orang yang nulis kata kata penyemangat itu punya masalah besar. Mungkin mereka terlibat konflik kecil kecilan di sekolah, apalagi Kak Cakra itu, kan ketos, pasti ada aja masalahnya," jelas Felix.

"Tapi gue yakin, Lix...," lirih Chandra.

"Gue gak bilang kalau dugaan kakak itu salah. Tapi bisa aja, dugaan kakak itu meleset sedikit. Kita, kan belum tahu yang sebenarnya."

Chandra tersenyum tipis saat mendengar penjelasan dari Felix. Benar benar dewasa menurutnya.

"Lix...," panggil Chandra, membuat Felix yang lagi makan kentang goreng, jadi mendongakkan kepalanya.

"Ada apa, Kak?" tanya Felix sambil menyuapkan sepotong kentang goreng dengan parutan keju dan juga mayones ke dalam mulutnya.

"Kalau misalnya.... Kakak pengin kita lebih dari sebatas teman, gimana?" tanya Chandra, membuat Felix nge-blank.

"Ma-maksud kakak? Sahabat gitu?" tanya Felix sok bego.

Chandra menghela napas pelan, dan kembali menatap Felix dengan tatapan teduh. "Bukan, Lix.. Bahkan lebih dari itu."

Felix langsung menelan salivanya gugup. Dia gak pernah dipertemukan dengan suasana seperti ini. Rada canggung aja gitu.

"Lo... Mau jadi pacar gue gak?" tanya Chandra, membuat Felix hampir kena serangan jantung.

Felix tak langsung menjawab, otaknya bener bener nge-blank, bahkan dia gak connect sama pertanyaan simpel dari Chandra tadi. Duh.. Saat saat gini, kok otaknya malah lemot, ya? Salahkan saja, Hasan yang setiap hari ngasih dia micin sebagai hidangan sarapan.

"A- gimana ya, Kak?" Felix malah berbalik tanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Bukannya Felix gak mau, Kak. Tapi.. Maaf... Felix gak bisa ngebalas perasaan Kakak. Felix masih belum mau pacaran dulu," tolaknya, membuat bahu Chandra merosot lesu.

"Lagipula... Felix sekarang ini lagi fallin' in love sama orang lain," tambah Felix.

"Siapa?" tanya Chandra penasaran.

Felix meringis pelan. "Janji jangan marah ya, Kak...," pintanya, membuat Chandra mau gak mau harus menganggukan kepalanya. "Gue gak mau orang yang gak bersalah jadi kena dampaknya."

"Felix... Sebenarnya suka sama....," ungkapnya dengan sedikit jeda, membuat kalimatnya menggantung.










































































"Kak Cakra.."

Chandra langsung tersentak kecil, seperti habis tersambar petir. Cakra yang menurutnya adalah orang satu satunya yang menyembunyikan masalah keluarga, orang yang sekarang ini lagi dia benci, ternyata... Juga merupakan orang yang disukai oleh Felix?

Chandra mengusap wajahnya kasar.

Kenapa harus Cakra? Kenapa Cakra mendapatkan semuanya? Kenapa Chandra hanya mendapatkan ampasnya doang, sedangkan Cakra dapat segalanya?

"Life is unfair....," Sean Chandra Anggara.

• Hidup Itu Gak adil [Fin]√

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• Hidup Itu Gak adil [Fin]√

SKZ Love Cycle (Dear Brother Ver.):
- Chandra -> Felix -> Cakra -> Sebastian -> ?
-> ? -> ? -> ?

Silahkan terusin sendiri, sesuai dengan pendapat kalian.

Kolom Pendapat SKZ Love Cycle ->>

(A/N):
Rumit, ya?
Tadinya mau bikin cinta segitiga aja, biar gak begitu banyak konflik. Tapi pas dipikir pikir lagi, kayaknya enak bikin banyak konflik. Jadilah bentuknya kayak cinta segibanyak. Hehe...

Dear Brother [3Racha] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang