V: Hitam atau Putih?

23 4 1
                                    


"Hitam atau putih?"

"Tidak ada," jawabnya. Matanya meneliti taman yang selalu kami kunjungi sejak kecil. Rambutnya menari-nari bersama angin sore yang juga menerbangkan bau keringatnya.

"Tidak ada yang benar-benar hitam dan putih, Antara. Kita adalah abu-abu."

Aku tak mengerti.

"Semua orang percaya aku putih, tapi tidak. Aku buruk, aku bukanlah manusia yang seharusnya dijadikan panutan. Dan jika aku mencoret kertas putihku, apa yang terjadi? Hitam."

"Kalau bisa aku ingin menjadi pelangi," lanjutnya menerawang angkasa yang mendung.

"Kenapa?"

"Karena mereka beraneka ragam, seperti aku, kamu, Akhier, Ayah, atau manusia-manusia tak beruntung."

"Tapi mereka tak pernah bersedih dan selalu datang setelah hujan menangis, Mas," balasku.

Dia beranjak berdiri, mengambil langkah menjauh dariku. "Memang siapa yang peduli? Kita tidak harus memikirkan kebahagian orang lain."

Lalu, dia pergi. Meninggalkanku bersama langit yang bersedih.

Dan rintik hujan pertama di bulan Januari kala itu adalah titik balik kehancurkan keluarga kami.

---

[segaris kata dari en:]

Aku pikir seharusnya Kita Semua Pernah Melarikan Diri  dibuat seri terpisah.

Akan kupikir belakangan untuk merombak cerita Antsa dan kakakknya, serta keluarga Padhawa.
Tapi, yasudahlah, untuk sekarang biarlah seperti ini. 

Au Revoir, semoga hari Anda menyenangkan, wahai Manusia-manusia yang tak beruntung.

Tertanda,
Antara yang dipaksa en.

Salam,
en yang ingin berubah menjadi ulat.

Kita Semua Pernah Melarikan DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang