"Sial, sial, sial. Aku telat bangun, sialan juga Park Jimin yang mematikan alarm ponselku dengan sengaja." Gerutuan itu menemani kegiatan Seokjin di pagi hari yang sibuk menata diri, memoles tipis cream pencerah di siang hari juga lip tint yang dioleskan setitik pada bibirnya.
Setelah melihat dirinya yang sudah lebih baik, Seokjin menyambar tas serta buku tebal yang tergeletak di meja makan. Dirinya pun tak lupa untuk menarik selembar roti tawar untuk dibawa, memakannya selama perjalanan menuju universitas.
Omong-omong, seokjin tidak mandi pagi ini. Karena alasan waktu yang tidak cukup.
Jarak yang ditempuh tidaklah jauh, karena Seokjin hanya harus berjalan beberapa meter. Universitasnya tepat di depan apartemen yang disewanya, jadi Seokjin cukup berjalan lima menit dan dia telah sampai di depan gerbang universitasnya yang cukup besar itu.
Saat tengah asyik memakan roti tawarnya, Seokjin dikagetkan oleh suara klakson mobil yang begitu nyari bunyinya. Hampir membuat jantung Seokjin keluar dari tempat, dirinya meminggirkan langkah dan menatap ke belakang tubuh guna melihat siapa gerangan yang membunyikan klakson mobil begitu nyaring.
Itu adalah mobil sport mahal yang pernah Seokjin lihat, berwarna biru gelap juga bersuara berat. Seokjin tau pemilik mobil tersebut, adalah Jeon Jungkook. Anak konglomerat yang memiliki aset dimana-mana, Seokjin berdecak tak suka akan orang kaya yang sombong sepertinya.
Seokjin menatap jam tangannya yang mana telah menunjukkan pukul delapan kurang lima menit, itu tandanya Seokjin hanya memiliki waktu lima menit untuk sampai di dalam kelas. Yang hari ini berada di lantai lima fakultasnya, sialnya lagi terlihat mustahil untuk dilakukan.
Yang mana Seokjin memilih untuk membolos, tak lupa mengirimkan Jimin pesan bahwa dirinya tidak akan masuk kelas hari ini. Juga meminta tolong untuk menitipkan absensi kehadirannya, Jimin tentu mau-jika ada timbal balik yang berarti.
Seokjin melipir ke arah samping fakultasnya, cuaca yang sejuk seperti ini cukup bagus untuk merilekskan tubuh dan pikirannya. Seokjin memilih untuk sekedar bersantai di taman yang selalu kosong itu, orang-orang terlalu takut untuk sekedar berduduk santai atau mengerjakan tugas disini.
Berbeda dengan Seokjin yang seakan-akan taman inilah tempatnya berkeluh kesah, dari apapun.
Roti tawar sudah habis dimakan, Seokjin memang meninggalkan kelas hari ini tapi bukan ranahnya untuk berhenti belajar. Kedua orang tuanya membiayai sekolah Seokjin yang tidak murah itu, timbal balik yang harus Seokjin berikan adalah belajar dengan giat.
Karena dialah yang akan membantu kedua orang tuanya kelak.
Bokongnya menempati salah satu bangku kosong disana, Seokjin mulai membuka buku-bukunya dan mengulas pelajaran hari ini. Bermodalkan bocoran materi dari Jimin, Seokjin mencari beberapa jurnal yang cocok untuk dipakai belajar hari ini.
Saat asik menelusuri setiap jurnal yang dia dapat, entah dari mana melayangnya. Sebuah kaleng terlempar tepat mengenai belakang kepalanya, Seokjin jelas mengaduh sakit karena itu memang betulan sakit.
Menengok kiri dan kanan, Seokjin tidak menemukan siapapun yang berdiri di dekat jarak pandangnya. Namun ketika dia menatap ke atas gedung, Seokjin bisa melihat Jungkook yang ikut memperhatikannya dari atas.
Seokjin jelas sangat marah mengetahui betapa santainya Jungkook saat ini, kedua tangan bersandar di pagar dan menggoyang-goyangkan kaki kirinya pelan. Seolah-olah tengah mengejek Seokjin dibawah sana, itu terlihat memuakkan bagi Seokjin.
"Sorry, ku kira taman ini kosong." Katanya, terucap amat lancar dan ringan. Seokjin yang mendengarkan hanya bisa tersenyum kecil. Enggan untuk terlibat sebuah obrolan yang memanjang, karena bagi Seokjin-mengobrol dengan orang kaya tidak ada artinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEXORCISM | KookJin
Hayran KurguIni adalah saran Jimin, dan entah kenapa Seokjin menuruti dengan mudah. Terbilang nekat karena sudah terlalu lelah akan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, muak karena hati terus kembali pada seseorang yang tidak pantas dimiliki. (n.) Sleeping wi...