بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
***
Mungkin sebagian orang tak percaya dengan kata 'kecewa' yang aku lontarkan karena itu adalah salah satu kata yang selalu aku tahan agar tidak aku ucapkan atau mungkin mengira aku bercanda, tapi sorot mataku saat mengucapkan 'kecewa' pasti memancarkan luka dan itu sudah cukup untuk menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda.
~Jihan Nuria~Melepas Ikatan Menuju Ketaatan
Rani Septiani***
YANG BUCIN TOKOHNYA, BUKAN AUTHORNYA. (NGELES MULU RANI) 😭😂
TAPI SAYA IKUTAN BAPER WKWK. FAKHRI JADI BUCINNNN. 😂Tapi serius kenapa Fakhri sebucin itu. Nyangka nggak kalian kalo Fakhri bakalan sebucin ini? 😂
***
Peraturan membaca part ini, silakan membaca Surah Al-Kahfi terlebih dahulu. Atau setelah membaca cerita ini, silakan segera membaca Surah Al-Kahfi yaa. Membaca surah Al-Kahfi dan perbanyak membaca shalawat yaa teman-teman.
***
Suasana yang tadinya bising sudah berganti dengan hening. Aku duduk di atas kasur dengan mulut yang terkunci rapat, tangan mengepal dan napas naik turun tak beraturan. Sekali saja aku mengeluarkan kata-kata, maka air mataku akan tumpah.
"Permisi ya, Kak. Gue obatin dulu luka lo," ucap salah seorang anggota PMR yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik kelasku, dia bernama Lia. Aku menoleh dan mengangguk. Ya, kalian benar. Aku sedang berada di UKS.
"Aw ... aw. Sakit, perih. Pelan-pelan ya," instruksiku. Untung saja aku tidak menangis saat mengatakan itu.
Suasana hening tiba-tiba buyar karena ada sepasang sepatu yang terdengar berlari di luar ruangan. Bahkan suara langkah kaki itu terdengar sangat terburu-buru.
"Bisa dikunci aja nggak pintu UKS nya?" tanyaku tiba-tiba pada adik kelas setelah loading beberapa saat setelah mendengar suara ketukan sepatu pantofel itu.
Brak
Belum lagi Lia menjawab pertanyaanku, pintu UKS dibuka dengan kasar. Kenapa pintunya ditutup? Karena UKS ini dilengkapi dengan AC.
Pemilik suara sepatu pantofel yang berjalan tergesa di luar ruangan itu menghampiriku. "Kamu gak papa?" tanyanya sembari menatap wajahku dengan lekat.
Aku memutus kontak mata diantara kami dan memalingkan wajah ke arah lain. Ya, kalian benar. Dia adalah Fakhri. Seseorang yang ingin aku hindari untuk saat ini, itulah mengapa tadi aku meminta Lia untuk mengunci pintu UKS agar dia tidak bisa menemukanku.
"Dahi kamu berdarah. Kenapa bisa gini?" tanyanya lagi. Tapi aku tidak berniat menjawabnya. Lia hendak pergi tapi pergelangan tangannya aku tahan, membuat ia kembali duduk dengan wajah dan gerak gerik yang kikuk.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Bahkan sampai sepuluh detik aku tetap diam. Dari mana aku tahu sepuluh detik? Karena suara denting jam dinding itu yang mengisi kesunyian, daripada menjawab pertanyaan Fakhri, aku lebih tertarik menghitung suara jam itu. Tak kunjung mendapat jawaban, akhirnya Fakhri beralih menatap Lia.
"Lo tau Jihan kenapa?" tanya Fakhri pada Lia.
"O-oh. Itu gue gak tahu Kak. Soalnya tadi gue abis dari toilet, pas sampe di depan UKS dipanggil sama pak Bambang terus disuruh ngobatin lukanya Kak Jihan," jawab Lia dengan gugup. Aku tahu, Lia memang menyimpan rasa pada Fakhri. Tapi dia gugup pasti bukan karena itu, tapi aura mencekam yang ada di ruangan ini akibat kekhawatiran Fakhri. Jika Fakhri sudah mengkhawatirkan aku, dia akan berubah menjadi sosok yang dingin dan tampak menyeramkan. Aku ingin tersenyum tetapi tidak jadi karena mengingat apa yang terjadi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melepas Ikatan Menuju Ketaatan
Espiritual[Spiritual - Romance] Ada impian yang diperjuangkan dan akhirnya didapatkan. Ada pula impian yang diperjuangkan dan akhirnya harus diikhlaskan, kamu misalnya. Akankah garis takdir kembali mempertemukan dan mengikat kembali ikatan yang dahulu harus d...