Part 5. Pasar Malam

28 6 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

***

Jangan sibuk membandingkan diri dengan orang lain sampai lupa action. Ingat, bintang di langit sama-sama bersinar dan tampak indah. Jadilah versi yang terbaik dari dirimu sendiri.

Melepas Ikatan Menuju Ketaatan
Rani Septiani

***

Aku turun dari motor dengan tatapan terpana pada lampu warna warni yang dipancarkan oleh berbagai wahana di tempat ini.

"Malam ini gak ke mall. Tapi ke sini. Gak papa kan?" tanya Fakhri sembari mengusap pucuk kepalaku yang tertutup pasmina plisket warna army.

Aku menoleh dan mengangguk. "Nggak papa banget, By. Aku suka tau, udah lama gak ke pasar malam."

"Maennya ke mall terus kamunya," sahut Fakhri membuat aku mencebikkan bibir.

"Aku udah lama tau gak ke mall. Terakhir seminggu yang lalu, lagi mager. Lebih enak rebahan sambil scroll sosmed," jawabku dan kami mulai memasuki pasar malam yang terletak di ibukota ini. Aku bahkan sudah lupa kalau di daerah ini masih ada pasar malam lengkap dengan berbagai wahananya.

"Dih. Seminggu kamu sebut lama? Bentar tu. Aku terakhir tiga minggu yang lalu waktu nganter kamu beli kado."

Aku nyengir. "Kamu kan maennya di kafe atau gak ke lapangan futsal."

"Mau es krim? Gulali? Kerak telor?" tawar Fakhri menyebutkan berbagai jajanan yang ada di hadapan kami.

"Mau semuanya plus es teh manis," jawabku sambil nyengir.

"Gimana pipinya gak makin chubby. Hobinya makan dan rebahan tapi cita-cita mau langsing, pipi tirus." Fakhri berkata sambil menjawil pipiku. Aku balas mengacak-acak rambutnya membuat kami tertawa bersama.

"Duduk di sini by. Aku pesenin."

Aku menanggapi dengan anggukan kepala. Memperhatikan punggung Fakhri yang semakin menjauh. Dia adalah cowok yang berhasil buat aku ngerasain yang namanya cinta. Ya, bener. Cinta pertamaku itu Fakhri. Mungkin kebanyakan dari kalian ada yang tidak percaya karena rata-rata memang temanku ada yang berpacaran sejak SMP, tapi aku memang baru pertama kali jatuh cinta, dan pertama kali juga menjalin hubungan pacaran ya dengan Fakhri. Aku dulu terlalu sibuk, ralat. Bukan terlalu sibuk, tapi memang sengaja sangat sibuk dengan yang namanya belajar. Prestasi akademik yang aku kejar, agar bisa membahagiakan orang tuaku. Membuat mereka bangga denganku. Agar aku bisa dengan mudah masuk sekolah lewat jalur prestasi tanpa harus memikirkan tes. Tapi, perlahan semangatku memudar. Meski begitu, aku tetap berusaha semaksimal yang aku bisa. Keputusanku kekeuh untuk masuk di sekolah sekarang, yang di dalamnya banyak anak berprestasi. Mulai dari anak olimpiade tingkat kabupaten, provinsi hingga insternasional. Anak berprestasi di bidang non akademik juga ada. Bahkan bisa dikatakan sekolah ini adalah sekolah tempat anak-anak berprestasi, hits karena ada artis dan selebgram juga. Itu berarti sainganku semakin berat, aku yang biasa masuk 3 besar sejak sekolah dasar. Kini harus menggigit jari, menahan sesak dan berusaha menerima kenyataan bahwa peringkat 3 itu tidak bisa aku pertahankan di bangku SMA. Kini posisiku bergeser masuk 20 besar.

"Ekhem."

Aku terlonjak kaget, lalu menoleh. "Kamu bikin kaget."

Fakhri menaruh berbagai makanan yang dibawa ke atas meja, lalu menarik kursi di hadapanku menjadi di sampingku. Dia menarik bahuku, membawaku ke dalam pelukannya.

"Everything will be okay. Please don't worry about everything," ucap Fakhri membuat aku mengeratkan pelukan padanya. Air mata mulai meleleh dari kedua mataku membuat aku merutuki diri, harusnya malam ini kami bersenang-senang. Tapi aku malah merusak suasana.

"By. Sorry. Udah ngerusak suasana bahagia kita," kataku tidak enak.

"Sttt. Kalo mau nangis, nangis aja kali. Gak ada yang namanya ngerusak suasana. Aku gak marah sayang." Dia mengusap kepala dan punggungku.

"By kamu liat deh bintang-bintang di langit itu."

Aku mendongak mengikuti instruksi Fakhri, kini pelukan kami sudah terlepas. Fakhri menggenggam kedua tanganku, membuat aku yang sedang menatap bintang berganti menatap matanya.

"Ada banyak bintang kan di atas sana? Terus ada bulan juga. Mereka semua sama-sama bersinar, indah. Anggap aja posisi peringkat teratas itu sebagai bulan karena sinarnya paling terang, paling keliatan. Tapi, kamu jangan lupa by. Di sana juga ada bintang dengan sinarnya menambah keindahan langit malam. Kamu bisa bersinar indah kayak bintang-bintang itu dengan fokus pada hal yang kamu minati. Mungkin di bidang akademik sekarang kamu belum bisa masuk tiga besar lagi. It's okey. Kamu bisa tetap mempertahankan di peringkat dua puluh besar. Yang penting kamu paham sama apa yang kamu pelajari saat sekolah dan nilai kamu tetap bagus. Ini bukan berarti kamu bebas gak belajar. No. Tapi kamu harus giat belajar dengan tujuan paham dan bisa menyerap ilmu-ilmu itu dengan baik. Terus kamu kembangin di bidang non akademik, kamu suka jualan kan? Kenapa gak coba dikembangin jadi buka online shop. Siapa tau nanti bisa punya brand, produk sendiri. Bersinarlah seperti bintang itu dengan keahlian lain yang kamu punya. Jangan hanya fokus di satu hal aja."

Aku sangat terharu dengan perkataan Fakhri, sampai-sampai aku tidak bisa merangkai kata untuk membalas perkataannya. Aku langsung berhambur memeluk Fakhri.

"Biarkan kamu menjadi bulan dan aku yang melengkapi dengan menjadi bintang. Walau pun bintang di langit itu banyak, aku tau kalo kamu bakalan mencari aku. By makasih ya udah mau jadi penasihat aku. Gak tau, sekarang rasanya jadi lega banget setelah denger omongan kamu. Kamu bener, By. Aku selama ini terlalu mikirin banget buat masuk tiga besar, tapi lupa buat ngembangin hal lain yang aku suka."

"Karena jalan menuju sukses itu ada banyak, By. Yang penting kan jalan yang kita tempuh itu jalan yang bener. Ada mereka yang sukses dengan nilai-nilai akademik. Ada yang sukses dengan hal-hal di luar non akademik. Tapi, jangan sampe gara-gara hal ini dijadiin alesan buat mengabaikan akademik. Salah juga tuh. Akademik tetap harus diperjuangkan juga."

"Siap bos. Mulai sekarang aku gak akan sedih-sedih lagi karena gak masuk 3 besar. Tapi kamu harus tetep ajarin aku loh." Fakhri hanya terkekeh untuk menanggapiku.

"By?"

"Iya?" jawab Fakhri sambil meminum es teh manisnya.

"Jangan pernah berubah ya. Tetap jadi Fakhri yang aku kenal. Gak peduli sebanyak apa pun cewek yang lebih dari aku, tolong tetap pilih aku dan cintai aku." Tiba-tiba dadaku terasa sesak, aku tidak mau kehilangan Fakhri. Bayangkan aja, Fakhri ini idola cewek-cewek di sekolah mulai dari siswi yang selebgram, juara kelas, anak olimpiade, sampai siswi yang berprestasi non akademik juga banyak yang naksir Fakhri. Tapi bedanya mereka tidak pernah nyari ribut ke aku, beda sama si Rika. Demen banget cewek satu itu nyari ribut.

Fakhri tersenyum dan mengusap pipiku. "Gak akan berubah. Aku gak mau cewek lain by. Cuma mau Jihan Nuria ... selamanya. Cinta aku cuma buat Jihan, Jihan, Jihan dan Jihan lagi."

Aku terkekeh mendengar tanggapan Fakhri. Beruntungnya aku yang bisa jadi cewek kamu. Dan aku juga tahu, banyak yang menginginkan posisiku saat ini. Terlihat dari tatapan iri setiap siswi saat aku bersama Fakhri di sekolah. Atau saat aku berpapasan dengan mereka di luar sekolah.

"Ini ketoprak dari angkringan kamu ya?" tanyaku setelah menyuapkan satu sendok. Fakhri mengangguk.

"Abis ini main wahana. Mau?" tanya Fakhri membuat aku mengangguk antusias.

***

Ada yang kangen juga nggak sama wahana permainan di pasar malam? 😍❤

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.

Melepas Ikatan Menuju KetaatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang