4. Lelaki Malaikat.

1.5K 136 50
                                    








Long chap, baca pas lagi santai aja



happy reading y'all :*







Typo(s) alert

***


Pagi-pagi sekali Seokjin sudah mendapat panggilan dari neneknya di kampung halaman, padahal Seokjin belum ada satu menit terbangun. Ia berjalan lemas menghampiri ponsel yang semalaman dicas.




"Seokjin, soal biaya rumah sakit ayahmu-"

"Nek, ini belum awal bulan. Akan kukirim uangnya saat aku gajian. Tolong bicarakan dengan bagian administrasinya dulu ya." Suara Seokjin terdengar serak khas habis bangun tidur. Setelah mendengar itu, nenek Seokjin di seberang sana langsung meninggikan suaranya.

"Dengar dulu makanya, dasar kau ini! Nenek mau bilang biaya pengobatan kali ini sudah dibayar lunas. Kau tak usah kirim uang, simpan saja untuk kau tabung, ya?"

Mendengar kabar itu Seokjin tak merasa senang. Ia malah gelisah karena tau kemungkinan siapa yang sudah melunasi biaya rumah sakit ayahnya.

"Apa itu dari keluarga Jeon? Nek, sudah kukatakan berapa kali kan. Jangan terima bantuan dari keluarga Jeon lagi, aku akan bekerja sangat keras di sini."

"Ayahmu butuh obat dan cuci darah segera, kalau menunggu kau aku tidak yakin ia akan selamat. Aku tak punya pilihan."

Seokjin menghela napas sejenak. Sejak beberapa tahun yang lalu ayahnya mengalami penyakit ginjal yang menyebabkan ia harus rutin berobat. Ditambah kali ini pun ayahnya itu harus cuci darah dua sampai tiga kali seminggu.

Seokjin harus bekerja ekstra. Ia mengambil dua pekerjaan dan melakukan pekerjaan lain bukan tanpa alasan. Nyawa ayahnya akan dalam bahaya jika ia tidak bekerja keras.

Tadinya Seokjin tinggal di apartemen kecil ini bersama ayahnya. Ayahnya bekerja sebagai buruh panggul yang gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sampai suatu hari ayahnya jatuh sakit. Semakin lama semakin parah hingga Seokjin memutuskan untuk membiarkan ayahnya tinggal bersama nenek. Seokjin takut ia tak bisa mengawasi dan merawat sang ayah mengingat sejak saat itu ia mengambil banyak pekerjaan untuk biaya berobat.

Namun, dibantu seperti itu oleh keluarga Jeon juga bukan hal yang Seokjin butuhkan. Ia tak perlu dikasihani seperti itu. Ia sudah pernah bicara pada mereka, terutama Jungkook, bahwa dirinya bisa melakukan semuanya sendiri. Tetapi sepertinya permintaan Seokjin tak pernah didengar.

Setelah menggantungkan panggilan sang nenek cukup lama, Seokjin akhirnya bicara lagi. "Bagaimana keadaan ayah sekarang?"

"Ayah sudah baik-baik saja, sekarang masih tidur. Kapan kau bisa pulang?"

"Aku akan pulang secepatnya, tapi belum tahu, tapi pasti secepatnya."

"Baiklah kalau begitu. Jaga kesehatanmu di sana."

Seokjin mengangguk sembari mengiyakan pesan sang nenek. Setelah telepon terputus, Seokjin tak membuang waktu untuk segera pergi bekerja.

***

Pukul sembilan kali ini Taehyung datang ke sebuah hotel bintang empat yang cukup terkenal di Seoul. Gin Hotel namanya. Ia memakai turtleneck putih gading dengan luaran blazer berwarna abu-abu. Di tangannya Taehyung membawa map berwarna coklat. Memasuki kawasan lobi, Taehyung sudah disambut dengan ramah oleh para penjaga.

Lelaki itu terlihat percaya diri. Ia tak gentar sama sekali meski kedatangannya ke sini adalah karena undangan seseorang. Taehyung melenggang santai memasuki lift untuk mencapai lantai dimana kantor pemilik hotel berada.

BAD DEBT. (taejin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang