Bab 24

431 118 122
                                    

Keesokan harinya, Anna terbangun karena suara ketukan di pintu. Dengan kepala yang masih terasa berat, ia bangun dan melangkah untuk membukanya.

"Hai, Aster," sapanya pada sang pelayan.

"Hai, Anna, untung saja pangeran sudah memperingatkan bahwa aku tak akan melihat Tuan William lagi." Aster berkelakar sambil membawa masuk makanan untuk Anna dan meletakkannya di meja. "Makanlah dulu, aku akan menyiapkan air untukmu membersihkan diri."

"Baiklah, terima kasih," sahut Anna sambil tersenyum.

"Kau sungguh gadis yang sangat beruntung," ujar Aster sambil mengerling. Ia lalu keluar lagi dan kembali dengan seember air.

Setelah Anna selesai makan dan membersihkan diri, Aster mengambil gaun dari pangeran. Ia lalu membantu Anna berpakaian dan menata rambutnya.

Hari itu akan menjadi hari yang sangat penting bagi Anna. Andrew akan memperkenalkannya pada keluarga kerajaan. Benar-benar sesuatu yang tak pernah terpikirkan, bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun.

Bagi kebanyakan perempuan, dipinang oleh pangeran mungkin terasa bagaikan mimpi yang menjadi nyata, tapi tidak bagi Anna. Ia sebenarnya tak terlalu menginginkan kemewahan dan kekuasaan seorang ratu. Ia justru merasa gamang ketika membayangkan kehidupan penuh aturan di balik penjara tembok-tembok kastel. Dalam lubuk hatinya, gadis itu lebih menyukai kehidupan yang bebas di dunia luar.

Namun, ia tak punya banyak pilihan. Demi menyelamatkan Alice, tetap berada dalam lingkaran terdekat kerajaan adalah satu-satunya jalan yang bisa ia pilih.

Maafkan aku, Peter, gumamnya dalam hati. Tanpa terasa matanya mulai tampak berkaca-kaca.

"Kau menangis?" tanya Aster yang saat itu sedang bekerja menata rambut Anna.

"T-tidak, aku hanya terharu," sahut Anna sambil buru-buru menyeka air matanya.

"Yah, kurasa semua gadis akan terharu ketika dipinang oleh seorang pangeran." Aster menatap mata Anna dari pantulan cermin besar di hadapannya. "Jika kelak kau menjadi ratu, jangan lupa untuk tetap rendah hati. Ingatlah bahwa kau juga berasal dari kalangan rakyat biasa."

"Tentu saja," sahut Anna sambil tersenyum lembut.

"Aku yakin kau akan menjadi seorang ratu yang hebat," balas Aster lagi. Setelah itu ia kembali berfokus dengan pekerjaannya menata rambut Anna.

Tanpa terasa, hari berganti petang. Mentari telah terbenam di ufuk barat dan Anna telah siap dengan gaun terbaiknya. Ia mematut diri sambil berputar-putar di depan cermin, tak menyangka bahwa dirinya akan menjadi secantik itu.

Dalam balutan gaun panjang berwarna blush muda dengan bahu terbuka, Anna benar-benar tampil layaknya seorang putri. Bordiran kelopak bunga pada gaun itu turut melengkapi penampilannya. Aster kemudian menambahkan tiara di atas kepala Anna untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Sempurna," komentarnya setelah melihat Anna yang kini tampak begitu cantik. "Bersiaplah, tak lama lagi pangeran akan datang menjemputmu." Aster lalu duduk untuk melepas lelah.

"Terima kasih, pekerjaanmu luar biasa," puji Anna sambil duduk di sebelah Aster.

Aster balas tersenyum pada Anna. "Aku senang jika kau puas."

Selama beberapa saat, keduanya duduk sambil minum dan berbincang santai. Hingga tiba-tiba, terdengar pintu diketuk dari luar. "Biar aku saja. Itu pasti pangeran," cegah Aster ketika melihat Anna berniat membukakannnya.

Pintu pun berayun terbuka. Andrew berdiri di sana dalam balutan kemeja putih berlengan panjang lengkap dengan jasnya.

"Kau sudah siap?" tanyanya. Ia terdiam sesaat, terpana ketika melihat Anna. "Kau ... sangat cantik."

Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang