Sambil menyembunyikan diri di samping sebuah lemari pakaian besar, Susan mengamati ruangan di sekitarnya. Kamar itu luas dengan berbagai perabotan mewah. Selain karpet lembut di lantai serta kasur yang besar nan empuk---tempat sang raja terbaring lemah---di sudut ruangan juga terdapat meja dan kursi yang berhiaskan ukir-ukiran. Sebuah jendela besar tertutup korden berwarna merah dengan bingkai emas semakin menambah kemewahan kamar sang raja.
Selain Ratu Julia, saat itu Raja Agra didampingi oleh kedua anaknya---Pangeran Andrew dan Putri Isabel---serta seorang nenek yang sudah sepuh. Dialah Ibu Suri Amery, ibunda Ratu Julia. Mereka semua telah berkumpul menanti kedatangan tabib Ansel.
"Apa yang sudah terjadi Yang Mulia Ratu?" Tabib Ansel menanyakan kondisi Agra pada sang istri, orang yang mengundangnya ke kastel.
"Aku tak tahu, beberapa hari kemarin tiba-tiba saja dia menggigil dan mengeluh bahwa seluruh tubuhnya lemas. Padahal sebelumnya dia baik-baik saja."
"Hmm ... baiklah akan kuperiksa." Sang tabib lalu mulai memeriksa suhu badan serta nadi sang raja.
"Ini aneh. Kepalanya panas tapi kakinya dingin. Denyut nadinya pun tak beraturan." pria tua itu tampak ragu. "Aku belum pernah menemui yang seperti ini." Ia terdiam sejenak untuk berpikir.
Setelah itu, sang tabib mengeluarkan sebuah botol berisi lintah di dalamnya. "Akan kucoba melancarkan peredaran darahnya," ujarnya.
"Maaf, tolong bantu aku untuk melepas pakaian yang mulia."
Setelah Julia dan anak-anaknya menolong raja melepas pakaian, Tabib Ansel pun meminta Agra berbaring telungkup. Ia lalu mengambil sejumlah lintah untuk ditempatkan pada beberapa titik di sekujur tubuh sang raja.
Sementara lintah-lintah mulai mengisap darah, sang tabib duduk dan mulai menjelaskan. "Lintah bisa mengisap darah kotor dan membantu melancarkan aliran darah," ujarnya. "Ini tidak akan menyembuhkannya seketika, tetapi jika dilakukan secara rutin, kurasa bisa membantu agar tubuhnya pulih lebih cepat."
"Berapa lama agar ia bisa kembali sehat?" tanya Nenek Amery.
"Hmm ... aku juga tak begitu yakin. Aku harap setelah tiga hingga empat kali terapi kondisinya akan membaik."
Mendengar itu, keluarga raja pun terdiam. Mereka merasa agak ragu karena Tabib Ansel tampaknya tidak begitu memahami penyakit Agra.
Beberapa saat kemudian, Tabib Ansel mengambil kembali lintah-lintah miliknya yang kini telah berubah gemuk dan memasukkannya kembali ke dalam botol.
"Selain terapi lintah, aku akan memberinya ramuan untuk menambah daya tahan. Aku harap, dengan minum secara rutin, tubuhnya bisa melawan penyakit dari dalam." Sang tabib lalu menyerahkan sebuah bungkusan kain berisi dedaunan kering dan akar-akaran. "Tumbuk hingga halus, rebus selama sepuluh menit, lalu berikan padanya selagi hangat."
Tak punya pilihan lain, Ratu Julia hanya bisa menerimanya. Sementara itu, sang tabib berkemas dan berniat pergi.
"Apakah aku akan mati?" lirih Agra tiba-tiba dengan suara parau.
"Sepertinya tidak secepat itu, tapi jika penyebabnya tidak segera ditemukan, aku khawatir daya tahan tubuhmu akan semakin lemah. Hal itu akan berbahaya." Tabib Ansel menghela napas panjang. "Untuk sementara ini aku akan mencari penginapan di Kingsfort dan berkunjung kemari setiap satu minggu sekali. Kau bisa memanggilku jika ada sesuatu yang mendesak," ujarnya lagi. Setelah itu, ia pun mohon pamit.
Pangeran Andrew mengantar sang tamu ke ambang pintu lalu berpesan pada salah seorang penjaga untuk membantu Ansel mendapatkan penginapan.
Sepeninggal sang tabib, Nyonya Amery, Ratu Julia, Putri Isabel dan Pangeran Andrew duduk mengelilingi sang raja dengan raut muka khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)
Fantasía[Buku Kedua dari Seri Putra Penyihir] Setelah berhasil selamat dari Pulau Amui, Peter pergi mengikuti Ronald untuk belajar sihir. Namun, setelah beberapa lama, ternyata ia sama sekali gagal. Ronald akhirnya memutuskan untuk membawa Peter ke Kota Be...