Hari itu matahari sudah tinggi ketika sebuah portal terbuka di hutan sebelah barat Kingsfort. Tanpa ada yang menyadari, Jack, Fiona, Susan, dan Lily melompat keluar dari sana dan tiba di gubuk Fiona. Mereka baru saja datang dari perbatasan hutan Kilead untuk meneruskan misi membangkitkan Stevan.
"Rumahku, surgaku," celetuk Fiona begitu pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah yang telah lama ia tinggalkan. "Tolong bantu aku bersih-bersih, Aku tak bisa tinggal di rumah yang kotor," pintanya pada yang lain. "
"Sayang sekali tak ada sihir yang bisa membuat rumah membersihkan dirinya sendiri," kelakar Jack setengah bercanda.
"Aku bisa menggunakan angin untuk menerbangkan debu-debu itu," ujar Lily sambil mengayunkan tangan dan membuat angin bertiup. Namun, di luar dugaan, beberapa botol kaca yang berisi berbagai ramuan ikut tersapu angin, membuatnya jatuh dan pecah berserakan di lantai.
"Ups ..." Lily menutup mulutnya sambil menoleh pada Fiona yang mendelik marah.
"Ma-maaf, akan kubereskan ini," gagap Lily sambil bergegas mengambil sapu.
Setelah itu, mereka mulai bekerja tanpa suara. Diamnya Fiona menandakan bahwa ia masih merasa jengkel. Beberapa kali ia memprotes pekerjaan rekan-rekannya karena kurang sempurna di matanya. Jack yang sudah mengenal tabiat adiknya itu memberitahu yang lain agar menurut saja. Ia tak mau mereka membuang-buang energi hanya untuk memperdebatkan hal-hal kecil.
Usai membersihkan rumah dan beristirahat sejenak, mereka pun sepakat untuk tinggal di situ selama beberapa hari sementara menunggu Fiona mempersiapkan ramuan menghilang. Mereka akan membutuhkannya untuk menyusup ke perpustakaan kastel serta mengambil tulang belulang Stevan.
Untuk mengisi waktu, Susan memilih berlatih beberapa sihir antorum yang tertulis dalam buku catatan sihir Margaret. Beberapa di antaranya ada sihir telepati, modifikasi pikiran, serta halusinasi.
Hmm ... sihir halusinasi sepertinya sulit, gumam Susan sambil mulai membaca bagian itu dengan lebih saksama. Kegagalannya ketika mencoba mempengaruhi Glarmarck membuatnya ingin mencoba lagi.
Selain konsentrasi penuh, keadaan lawan juga bisa menjadi penentu keberhasilan sihir. Jika lawan sedang berkonsentrasi penuh, ia akan menjadi sulit dipengaruhi. Orang yang sedang diliputi emosi negatif, seperti takut, bingung, marah, atau sedih akan lebih mudah terpengaruh.
Hmm ... Ini tidak akan mudah, batin Susan. Ia menghela napas panjang sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Saat itu, ayahnya tampak sedang duduk sambil melamun. Angin sepoi-sepoi yang bertiup saat itu membuatnya terkantuk-kantuk. Hmm ... akan kucoba saja pada ayah, batin Susan sambil terkikik jahil.
"Porta alegios," bisik Susan sambil menatap ayahnya dan membayangkan dirinya sudah menua. Ia lalu memanggil Jack, membuatnya langsung menoleh terkejut.
"S-susan? Kenapa kau jadi setua ini?" tanyanya heran. Ia lalu bangkit dan berjalan mendekati anaknya, yang entah bagaimana, tiba-tiba tampak sudah menua. Wajahnya keriput dan kepalanya dipenuhi uban.
"Ayah sudah tertidur selama bertahun-tahun, dan sekarang aku sudah berumur delapan puluh tahun," sahut Susan dengan suara seperti nenek-nenek. Namun, detik itu juga, ia tak mampu lagi menahan geli dan tertawa terbahak-bahak. Jack pun langsung terbebas dari halusinasi.
"Dasar kurang ajar," umpat Jack begitu sadar bahwa Susan baru saja mengerjainya dengan menciptakan halusinasi.
"Maaf, aku sedang berlatih mantra halusinasi," sahut Susan sambil terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)
Fantasy[Buku Kedua dari Seri Putra Penyihir] Setelah berhasil selamat dari Pulau Amui, Peter pergi mengikuti Ronald untuk belajar sihir. Namun, setelah beberapa lama, ternyata ia sama sekali gagal. Ronald akhirnya memutuskan untuk membawa Peter ke Kota Be...