Bab 37

366 105 141
                                    

Keesokan hari setelah malam pertemuannya dengan Anna, Peter merasa hatinya hampa. Ia lebih banyak diam dan hanya makan sedikit. Pemuda itu pun mengaku sedang kurang enak badan pada Borin yang selalu menanyakan apa yang terjadi.

Ketika itu, Ronald datang mencarinya ke tenda. "Ayo kita mencari lokasi yang lebih sepi. Aku ingin melihat sejauh mana perkembangan sihirmu."

"Tapi dia sedang kurang enak badan," sahut Borin polos.

"Aku tak apa. Ayo pergi," sela Peter. Dalam hati ia berharap latihan sihir bisa mengalihkan kegalauan hatinya.

"Kalau begitu aku ikut!" Borin mendadak ikut bersemangat.

Ketiganya lalu meninggalkan perkemahan prajurit dan berjalan ke sebuah lahan terbuka di dekat hutan. Di sana, Peter mendemonstrasikan ketiga sihir yang sudah ia kuasai; cahaya, angin, dan api.

"Bagus! Kau sudah menguasai dasar-dasar ketiganya. Berikutnya kau tinggal melakukan modifikasi lebih lanjut. Kau bisa menciptakan perisai energi, pusaran angin maupun tembok api." Setelah itu Ronald mempraktekkan apa yang dimaksudnya.

"Invigor das pilia!" serunya sambil menggerakkan tangannya memutar di atas kepala. Dari gerakan itu, muncullah cahaya kekuningan yang memancar seperti air mancur dan membentuk kubah di sekelilingnya.

"Perisai ini bisa melindungi dirimu dari serangan musuh," jelas Ronald. "Cobalah," ujarnya meminta sang murid untuk menyerang.

Peter lalu mencoba memukul perisai sihir Ronald sekuat tenaga. Namun hal itu justru membuatnya meringis kesakitan. Ia merasa seperti sedang memukul tembok batu ketika melakukannya. "Keras sekali, gumamnya."

"Kekuatan perisainya tergantung dari kekuatan sihirmu sendiri. Dan dalam posisi ini tentu saja kau juga tidak bisa balas menyerang."

Peter mengangguk-angguk mengerti. "Lalu apa yang harus kulakukan jika bertemu musuh yang menggunakan perisai?" tanya Peter.

"Perisai ini bisa hancur jika terus menerus diserang. Baik serangan fisik maupun sihir. Jika merasa kekuatanmu lebih besar dari lawan, kau bisa mencoba sihir petir untuk menghancurkannya. Kekuatan sihir petir sangat dahsyat karena energinya terkonsentrasi pada satu titik," jelas Ronald. "Atau, jika punya cukup waktu, kau bisa menunggu hingga lawan kehabisan energi."

"Wow! Ini keren," timpal Borin sambil mengetuk-ngetuk perisai Ronald.

Akan kutunjukkan sihir yang lain juga. Ronald menurunkan tangannya dan perisai itu pun lenyap.

"Irgis Viteour!" Ronald berseru sambil memukul tanah. Dari situ, muncullah kobaran yang merambat hingga sepuluh meter ke depan, membentuk dinding api yang menyala-nyala.

Setelah membiarkan Peter dan Borin terpana beberapa saat, Ronald meniupkan angin kencang yang dikombinasikan dengan energi dingin untuk memadamkannya.

"Pada dasarnya ada lima sihir yang harus dikuasai oleh seorang Ectrum; cahaya, angin, api, petir dan es," jelas Ronald. "Jika sudah menguasai kelima dasarnya, kau bisa mulai bereksperimen untuk memodifikasinya. Mantra yang sama, dengan dasar pikiran dan gerakan yang berbeda akan menghasilkan sihir yang baru. Mantra juga tidak perlu selalu diucapkan secara lantang. Kau cukup merapalnya dalam hati saja."

"Ooh ...," gumam Peter sambil mengangguk-angguk mengerti.

"Baiklah, karena kau sudah menguasai tiga dasar sihir, aku akan mengajarkan dasar sihir yang keempat, yaitu petir." Ronald mengacungkan tongkatnya lalu merapalkan mantra "Vulgr Percutis!"

Sebuah kilatan petir pun menyambar sebatang pohon dan menghanguskannya seketika.

Peter dan Borin langsung berdecak kagum melihatnya.

Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang