"AKU HARUS BICARA DENGAN TUAN EDGAR!" teriak Peter dari balik jeruji. Kesabarannya sudah habis setelah berhari-hari terkurung dalam penjara. Harapannya bahwa Ronald akan membantu kini juga telah pupus.
"DIAM! Tuan Edgar sedang sibuk. Dia tak punya waktu untuk meladenimu," balas seorang penjaga di sana.
Mendengar itu, Peter mendengkus geram. Ia berjalan mondar-mandir di penjaranya yang sempit sementara pikirannya mulai berkelana liar, memikirkan cara untuk meloloskan diri dengan menggunakan sihir.
Mungkin aku bisa melelehkan besi ini menggunakan sihir api, batinnya.
Namun, belum sempat mencoba, Zalika tiba-tiba datang berkunjung. Tatapan keduanya pun bertemu dalam sekejap.
"Hai ..." sapa Zalika dari balik jeruji.
"Nona Zalika?" Peter memandang gadis itu penuh tanya. "Ada apa mencariku?"
"Aku ingin meminta maaf karena sudah melibatkanmu dalam masalah," ujar Zalika dengan tatapan sendu.
"Tak apa. Ini bukan salahmu. Aku sendiri yang memilih membawamu pergi waktu itu." Peter menyahut sambil tersenyum getir. "Lalu, apakah kau bisa membantuku keluar dari sini?"
Zalika mendesah pelan sebelum menjawab. "Saat ini pasukan orc sedang dalam perjalanan untuk menyerbu Bergstone. Ayah sangat sibuk untuk mempersiapkan segalanya. Akhir-akhir ini ia jadi lebih mudah emosi. Kurasa kurang tepat jika membujuknya untuk membebaskanmu sekarang. Bersabarlah dulu. Aku akan mencari waktu yang lebih baik," ujar Zalika.
Mendengar itu harapan Peter pun kembali pupus, tetapi tak jua ia bisa membantah. "Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak sudah datang mengunjungiku," sahut Peter. Meski kecewa, ia tetap berusaha tersenyum lagi. Setidaknya, setelah hari-hari yang sepi, kunjungan Zalika terasa seperti setetes embung di tengah padang gurun yang gersang.
"Maaf, aku belum bisa banyak membantu," ujar Zalika sambil menunduk. Kekecewaan terpancar jelas dari matanya.
"Kau tak perlu merasa buruk. Aku baik-baik saja di sini," sahut Peter berbohong.
"Mulai sekarang, aku akan mengunjungimu setiap hari dan membawakan makanan. Hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. Kuharap itu cukup untuk membuatmu lebih baik," ujar Zalika.
"Tuan Putri tak perlu repot-repot seperti itu." Peter merasa tak enak mendapat perlakuan khusus dari Zalika.
"Itu sama sekali tidak merepotkan. Aku senang bisa membantu. Katakan saja jika kau menginginkan sesuatu." Zalika tersenyum lagi.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak," ujar Peter akhirnya.
"Untuk besok, bagaimana jika aku memasak kalkun panggang bumbu madu untukmu?" tawar Zalika.
"Whoa ... kurasa itu terlalu berlebihan."
"Jadi kau tak ingin mencoba masakanku? Apakah masakanku tampak begitu buruk di hadapanmu?" ujar Zalika sambil memasang tampang kecewa.
"Eh, bu-bukan begitu," gagap Peter yang merasa telah disalahpahami.
"Jadi kau mau mencobanya?"
"Baiklah ... aku akan senang bisa mencoba masakanmu," sahut Peter akhirnya.
"Bagus! Kalkun panggang bumbu madu akan segera siap ... Tuan Muda!" ujar Zalika sambil tersenyum simpul.
"Astaga, kenapa aku jadi Tuan Muda?" Peter menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Zalika menatap Peter sambil terkekeh sejenak lalu menunduk, membiarkan keheningan kembali mengisi suasana. Ia mendesah berat dengan jemari yang saling bertaut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)
Fantasy[Buku Kedua dari Seri Putra Penyihir] Setelah berhasil selamat dari Pulau Amui, Peter pergi mengikuti Ronald untuk belajar sihir. Namun, setelah beberapa lama, ternyata ia sama sekali gagal. Ronald akhirnya memutuskan untuk membawa Peter ke Kota Be...