1

9 3 0
                                    

Hallo...buat kamu yang suka cerita ringan, semoga ceritaku ini cocok ya

Jangan lupa vote dan komennya ya...

Suka dan duka, susah dan senang bergantian mengisi kehidupan manusia, menjaga keseimbangan. Kesenangan yang dihadirkan suka dirasakan Inara dengan cara yang berbeda dengan cara Prita menerjemahkannya. Namun perbedaan pandangan tidak membuat mereka jauh. Justru perbedaan membuat persaudaraan dan persahabatan mereka menjadi berwarna.

Bagi Prita, pesta, clubing menjadi hal yang menggembirakan. Dia bisa tertawa lepas, menambah teman untuk bersenang-senang, menjadi anak gaul. Bagi Inara, bukan karena ansos dia hanya tidak suka clubing ataupun pesta sebagai kamuflase untuk mencari teman. Bahkan ada juga yang menjadikan acara sejenis itu untuk mencari pelarian atas masalah apapun yang mereka alami. Mencari teman banyak cara dan momennya. Menyelesaikan masalah juga bukan begitu caranya, karena cara seperti itu hanya memberi kesenangan sesaat. Saat kembali ke dunia nyata persoalan masih menyambut untuk dihadapi dan diselesaikan.

Sore itu Prita masuk kamar Inara kemudian mematikan CD yang sedang memutar lagu Madona. Prita sudah tidak pernah atau tepatnya sudah bosan mengkritik koleksi lagu 80an milik Inara yang sama persis dengan koleksi lagu favorit Mama mereka.

"In, ayo cepetan elo mandi. Baju mana yang mau elo pakai?" Prita menarik tangan Inara yang masih malas turun dari kasur empuk sore itu sampai gadis itu terbangun dan duduk bersandar kepala tempat tidur.

Kini Prita bersedekap menatap Inara. "Gue kan nggak ngajakin elo ke pesta nggak jelas atau clubing. Ini pesta ulang tahun Gilang, dan cuma di rumah aja. Masak elo segitunya sih anti pesta? Ayo dong In. Please temenin gue," rengek Prita sambil menunjukkan puppy eyes andalannya dan menurunkan kedua tangannya di samping.

"Gue ragu elo inget gimana sikap dia ke gue dulu. Gue rasa dia nggak sudi pestanya kotor dengan kehadiran gue." Kini Inara menatap Prita sambil menahan mata yang mulai panas.

"Gilang sekarang udah nggak kayak dulu In. Elo jangan dendam gitu dong. Inara yang gue kenal baik hati dan tidak pendendam." Nama yang dihindari untuk didengar Inara itu disebut oleh Prita.

Inara menghembuskan napas yang rasanya makin berat sambil bangun dan menurunkan kaki di samping tempat tidur. Mudah bagi Prita mengucapkan seperti itu, karena dia tidak mengalami apa yang dilakukan Gilang padaku dulu. Bahkan aku masih ingin menangis jika mengingatnya.

"Elo pilihin deh baju gue yang menurut lo cocok," ucap Inara akhirnya, sambil berjalan ke arah kamar mandi. Dia ingin membuktikan diri jika lebih baik dari cowok kurang ajar itu. "Aneh-aneh aja sih, cowok kok ngerayain ulang tahun di rumah. Kayak anak TK aja," Inara masih menggerutu sambil tangannya mengais-ngais meja rias mencari karet rambut.

Sambil mengikat rambut sebahunya dengan karet, di ambang pintu kamar mandi dia melihat Prita berjingkrak kecil kemudian mulai menyibak baju-baju di gantungan yang menempati bagian kanan lemari coklat gelap dua pintu fasilitas dari ibu kos. Disibaknya ke kanan, ke kiri, tidak ada baju yang sesuai untuk dipakai ke pesta. Karena Inara memang tidak pernah berniat pergi ke suatu pesta. Dia tersenyum miring melihat wajah setengah putus asa sepupu sekaligus sahabatnya itu.

Eyang mereka berdua hanya memiliki sepasang putri kembar, Tiana-Mama Inara dan Tania-Mama Prita. Bahkan Eyang Probo menikahkan kedua orang tua mereka bersamaan. Makin unik lagi keduanya hamil bersamaan, dan putri masing-masing lahir hanya selisih 10 hari di bulan yang sama. Namun perbedaan sifat Inara dan Prita seperti bumi dan langit meski tidak mengurangi kerukunan dan kekompakan mereka.

Inara keluar dari kamar mandi dan langsung terbelalak melihat lemari, meja rias, tempat tidur berantakan dengan berbagai baju beserta aksesori dan sling bag koleksinya. "Ya ampun Prita...lihat hasil kerjaan elo nih," Inara merentangkan kedua tangannya menunjuk seluruh isi kamar.

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang