8

2 0 0
                                    

Niatnya sih update rutin...eh begitu ketemu kesibukan, suka lupa...

Mohon dimaklumi ya, bukan karena melupakan pembaca, tapi ya namanya juga kacung... harus mendahulukan pekerjaan kan...

Yang penting tetap update dong...

Sudah seminggu ini Gilang hilang dari peredaran. Namun meski tidak muncul secara fisik, chat dan telepon pemuda itu terus menyerang Inara setiap hari. Ada saja yang ditanyakan atau diceritakannya. Akhirnya dia tahu Gilang sedang sibuk dengan proyek desain rumah membantu Papanya, serta ada beberapa order desain interior yang sedang digarapnya sendiri bersama Adit. Rupanya dibalik sikap santainya pemuda itu punya target dan impian yang ingin diraihnya. Seperti Inara yang punya mimpi sederhana membuat buku cerita bergambar serta mimpi lain yang belum berani diungkapkannya, cukup disimpan dalam otaknya.

"Gue harus banyak komunikasi sama penulisnya untuk bisa buat cover yang pas nggak hanya dengan cerita tapi juga karakter penulis, Inara," ucap Gilang pada salah satu obrolan mereka yang cukup lama.

Meski belum pernah mengalami sendiri, dari hobinya membaca Inara tahu bahwa butuh komunikasi antara penulis dengan desainer cover, hal yang sama juga antara pemilik rumah dengan desainer interior maupun arsiteknya. Supaya tercipta sebuah karya yang mewakili dan sesuai dengan keinginan.

Jumat malam itu sepulang Inara dari Rumah Pintar dia menerima sebuah paper bag lagi dari Gilang yang dititipkan pada Siti. Siti senang sekali jika Gilang datang dan menitipkan sesuatu. Dia jadi bisa melihat mas ganteng katanya. Gilang juga kadang memberi bonus buat Siti.

Ada sedikit rasa kecewa saat menerima paper bag yang sudah dikenalnya itu, karena berharap ada sosok hidup yang memberikan dari tangannya sendiri. Aroma keju panggang yang menguar dari dalamnya sangat menggoda, Inara menduga-duga isi di dalamnya. Tak sabar dia segera menuju kamarnya.

Seporsi pastel tutup bertabur limpahan keju langsung menggoda salivanya saat dia mengeluarkan isi paper bag. Difotonya makanan itu dan dia langsung mencari sebuah nomor yang akrab dengannya seminggu terakhir ini. Diketiknya sebuah pesan ucapan terima kasih menyertai foto yang dikirimnya. Baru kali ini dia berinisiatif mengirim pesan lebih dahulu.

Tidak butuh waktu lama, ponselnya memperdengarkan nada panggil. Inara segera menyambar ponselnya dan menggulir tanda hijau. "Assalamualaikum," sapanya dengan nada datar sambil menekan rasa gembira dalam hatinya.

"Waalaikum salam. Udah dicicipi apa belum? Itu juga favorit gue lho." Suara Gilang terdengar berat seperti sedang flu.

"Belum. Elo flu ya?" tanya Inara mendengar suara Gilang yang agak aneh.

"Iya. Agak meriang gitu."

"Udah minum obat?" tanya Inara agak khawatir.

"Cie, ada yang khawatir nih?" goda Gilang.

"Lagi sakit masih aja suka usil," jawab Inara setengah menggerutu. "Berarti tadi nyetir dalam kondisi sakit?" namun gadis itu masih tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Habisnya gue kangen, eh tahunya nggak bisa ketemu. Elo kangen nggak sama gue?"

Salah sendiri sok surprise. Datang tanpa tanya jadwal gue.

"Udah deh istirahat aja sesudah minum obat. Cover gue nggak keburu kok. Order-order klien elo lebih penting untuk segera diselesaikan." Inara mengalihkan pertanyaan Gilang.

"Iya nyonya. Gue minta alamat email elo ya, chat aja biar nggak salah ngejanya."

"Iya nanti gue chat. Udah dulu ya, elo harus istirahat kan."

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang