5

0 0 0
                                    

Maaf kalau lamaaaa.....pakai banget baru update. Niatnya sih mau koreksi dan revisi naskah, tapi kok jadi kelamaan.
Oke buat yang masih setia makasih ya...sekarang siap lanjut dengan Inara dan Gilang.
Jangan lupa komen dan bintangnya dong...

Mungkin tidak semua orang butuh sebuah titik antiklimaks dalam hidupya. Gilangpun tidak pernah berpikir bahwa akan sampai pada sebuah titik yang membuatnya sadar untuk memperbaiki kehidupannya. Meski dirinya sempat merasakan amarah, kini setelah semuanya berakhir dia bersyukur merasa menjadi lebih baik. Dan saat itulah dia sadar mana teman yang hanya ada sesaat dan mana teman yang sesungguhnya.

Semua terjadi dan berubah begitu cepat, dan Gilang masih beruntung dia mengalaminya saat sudah lulus SMA. Malam itu mereka sudah membuat janji akan ke Blowfish untuk merayakan kelulusan, sebagai pengganti konvoi di jalanan yang selain dilarang dia juga tidak menyukai gaya seperti itu. Gilang lebih suka merayakannya dengan circlenya sendiri, bersama sahabat-sahabat dan para gadis yang sudah mereka pilih untuk menemani. Gadis-gadis yang sudah mereka kenal, bukan sembarang gadis yang baru mereka temukan di lantai klub. Bagi Gilang kehadiran mereka hanya sebagai pelengkap untuk meramaikan suasana dan memperindah pemandangan, tidak hanya melihat sesama jenis temannya saja. Ada lekuk indah yang dibalut dres ketat yang seakan berlomba menunjukkan kelebihan yang mereka miliki.

Jika teman-temannya masih melanjutkan malam itu entah ke hotel atau tempat manapun, Gilang memilih mengantar pulang Anggi dalam keadaan sadar seratus persen. Baginya menghabiskan sebotol Red Sweet Dragonfly Hatten Wine favorit Anggi yang kadar alkoholnya di bawah 10% tidak akan membuatnya melayang. Bahkan rasa manis dalam minuman itu membuat moodnya semakin baik dan kebahagiaannya bertambah. Kali ini memang dia tidak berniat mabuk dan berenang dalam rasa pahit dan panas. Namun ternyata niatnya untuk merasakan manis dan tetap sadar untuk bisa mengajak Anggi memulai sebuah komitmen harus berakhir dengan tubuh berbalut perban di IGD malam itu.

Anggi hanya bisa menangis dan minta maaf atas perlakuan Hira-pacarnya, yang malam itu sudah menunggu di depan pagar rumahnya yang tanpa bertanya langsung memukul wajah Gilang. Tanpa perlawanan Gilang pilih mundur dan berlalu meninggalkan Anggi dan pacarnya tanpa peduli apa yang akan terjadi berikutnya, mengarungi malam berputar tanpa tujuan. Kemarahan dan kekecewaan sempat membuatnya melajukan kendaraan yang semula dikendarai dengan tenang menjadi penguasa jalanan yang sepi malam itu. Namun rupanya kesialannya belum berakhir, dia masih harus berhadapan dengan hantaman yang lebih dahsyat saat sebuah truk yang melaju dari arah berlawanan keluar jalurnya dan menerobos jalur berlawanan menghantam mobil Gilang yang untungnya masih sempat menghindar sehingga tidak terjadi tumbukan frontal. Jika tidak, entah apa yang terjadi pada Gilang saat itu.

Saat sadar dia hanya melihat Mamanya yang menangis di sebelah tempat tidurnya dan segera memencet bel memanggil perawat. Perawat yang datang bergegas segera mengecek denyut nadinya, monitor yang ada di sebelah kanan tempat tidurnya, tetesan dari botol infus yang ada di samping kirinya.

Di ujung tempat tidurnya kini berdiri bukan hanya Mama, juga Papanya yang biasanya super sibuk itu. Gilang masih belum paham apa penyebab Papanya begitu perhatian terhadap apa yang terjadi.

"Sudah stabil Pak, Bu. Akan saya laporkan pada Dokter Eka." Kemudian perawat itu keluar dari ruang rawat.

Setelah perawat meninggalkan mereka, Papa dan Mamanya mendekati tempat tidur. Mama mengecup keningnya dan mengelus tangannya. Papa hanya berdiri di samping tempat tidurnya, menatapnya dengan pandangan teduh yang dulu sekali dikenalnya dan sudah lama hilang berganti dengan wajah tegang yang jarang dilihatnya.

Satu minggu kemudian Gilang diperbolehkan pulang, dengan perban yang masih membelit kepalanya karena masih tersimpan sebuah tambalan pada tempurung kepalanya. Tambalan disini betul-betul sebuah tambalan, karena sebuah lubang kecil yang dibuat dokter untuk menyedot gumpalan darah di dalam harus kembali ditutup dengan potongan tulang tengkoraknya.

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang