3

5 2 0
                                    

Inara selalu mensyukuri apa yang menjadi miliknya dan dialaminya, meski dalam proses hidup dia pernah mengalami titik terendah. Dukungan dan kasih sayang Papa dan Mamanya sangat penting membentuknya menjadi seperti sekarang. Inara diberi kebebasan memilih kuliah di jurusan yang sesuai dengan passionnya, dan masih bisa menyalurkan hobi juga yang sangat dinikmatinya. Meski belum menghasilkan uang karena dia memang belum tertarik untuk mengkomersilkannya, Inara sudah sangat bahagia dengan apresiasi yang didapat dari media sosial.

Inara yang introvert justru lancar jika berkomunikasi dan produktif membuat konten media sosialnya sendiri. Prita yang ikut UKM Pers Kampus sering mengajaknya untuk gabung, tetapi Inara belum ingin kreativitasnya berhadapan dengan target. Saat ini dia masih ingin bebas, meski tidak menutup kemungkinan suatu saat dia harus mulai belajar untuk bekerja dengan target.

Inara sedang makan bersama teman seangkatannya usai kelas Pengelolaan Media Sekolah. Kelompok mereka bertiga yang diketuai Ryan mendapat apresiasi sebagai presenter terbaik dan siang itu Ryan mentraktir Inara dan Ayu sebagai bentuk terima kasih atas kerjasama dan capaian mereka.

"Sering-sering aja Yan traktir begini, lumayan irit buat anak kos nih," kata Ayu kemudian menyuap sepotong siomainya.

"Iya elo irit, gue yang bangkrut," gerutu Ryan garing tapi membuat mereka tertawa karena hati yang sedang berbunga-bunga akibat pujian Bu Laksmi-dosen paling sulit dan killer di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mendapat nilai baik dari beliau sulit, apalagi mendapat pujian bak mendapat undian saja rasanya. Lagipula Ryan sendiri yang menantang untuk mentraktir, padahal capaian mereka hasil kerja keras mereka bersama termasuk Ryan yang perannya paling besar sebenarnya sebagai ketua kelompok.

Inara masih setia dengan semangkok soto ayam dengan nasi setengah porsi favoritnya. Sementara Ryan menghadap seporsi nasi ayam penyet dan dengan lahap makan dengan tangan setelah mencucinya. "Nambah In boleh kok, masih free," kata Ryan saat Inara baru menandaskan makanannya.

"Nggak, Yan. Udah kenyang banget," jawab Inara sambil mengusap perut.

"Gue mau dong Yan, nambah es campur aja," sahut Ayu sambil menunjukkan gelas es tehnya yang sudah tandas.

"Boleh-boleh, udah gih pesan sana." Ryan tertawa melihat tingkah Ayu yang segera berdiri dan berjalan menuju kios es. Badan gemuk Ayu membuat Inara harus ikut menggeser kursinya memberikannya ruang.

"Nggak sekalian pesan es campur? Sekalian gih sama Ayu," tawar Ryan lagi.

"Makasih deh, meski ingin tapi perut gue udah penuh," tolak Inara halus.

Berikutnya mereka masih harus menunggu untuk menemani Ayu menghabiskan minuman babak keduanya. Tapi Ryan kemudian pamit lebih dahulu karena ada keperluan katanya. Ryan memang jenis mahasiswa sibuk dan Inara serta Ayu tertular dengan menjadi seorang pengajar di Rumah Pintar yang dikelola komunitas Ryan. Sebuah rumah singgah yang menyediakan pendidikan gratis bagi anak jalanan. Jika Ryan hampir setiap hari ke Rumah Pintar, Inara hanya minta jadwal satu minggu sekali karena dia harus tahu diri dengan menjaga agar tidak terlalu memforsir fisiknya.

Inara sedang membaca novel di sebuah aplikasi saat pundaknya ditepuk dari belakang. Sebelum menoleh Inara melihat sekilas wajah Ayu kaget sekaligus terpesona.

"Prita, tumben elo kesini," sapa Inara setelah menoleh tanpa memperhatikan ada seseorang di belakang Prita.

"Iya, gue ngantar ada yang cari elo nih," Prita kemudian memiringkan badannya dan muncul sosok itu.

Pemuda itu tersenyum pada Inara, sehingga dia tidak punya alasan selain tersenyum membalasnya. "Ada apa cari gue?" tanya Inara memutus kebekuan sesaat setelah bertukar senyum itu.

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang