13

1 0 0
                                    

"Babe, Mama ngundang makan besok malam," ucap Gilang setelah mereka makan malam bersama keluarga Inara. Setelah acara wisuda siang hari, malamnya keluarga Inara mengajak Inara beserta Gilang makan malam di sebuah restoran. Gilang sudah sering bertemu dengan orang tua Inara. Namun Inara belum pernah sekalipun bertemu dengan orang tua Gilang, meski pemuda itu sering bercerita tentang keluarganya. Papa Gilang seorang pengusaha kontraktor yang sangat mengharapkan Gilang menjadi penerusnya, karena kakak satu-satunya memilih menjadi dokter. Mama Gilang juga seorang pengusaha katering, menyalurkan hobi yang bisa mendatangkan uang katanya. Mirip dengan Mama Inara yang punya bisnis restoran.

"Yang ngundang Mama kamu?" tanya Inara ragu, karena membayangkan perkenalan yang akan terjadi dalam suasana formil sebuah makan malam lengkap dengan seluruh keluarga Gilang. Bahkan dalam suasana yang santaipun belum pernah dirinya bertemu dengan salah satu orang tua ataupun saudara kandung kekasihnya itu. Dia membayangkan suasana kaku dan canggung yang akan dihadapinya, kebalikan dengan pertemuan Gilang dengan keluarganya selama ini yang berjalan dalam suasana santai.

"Yap. Mau kan Babe? Udah waktunya kamu kenalan dengan mereka."

"Kamu serius?" Inara bukan meragukan keseriusan Gilang dengan hubungan mereka, tetapi momen perkenalan mereka. Namun rupanya Gilang salah tanggap, yang justru membuat Inara menjadi lebih lega.

"Aku serius sama kamu Inara. Kalau nggak aku nggak akan bawa kamu ke keluargaku. Dan ini momen yang pas."

Setelah menghembuskan napas, Inara akhirnya menyetujui undangan itu. "Oke."

"Oke. Besok malam aku jemput kamu jam setengah tujuh ya."

Inara hanya mengangguk menurut apa kata Gilang.

*****

Bayangan acara makan malam formal yang menghantui Inara dan membuatnya tegang hingga baru bisa tertidur setelah pukul tiga dinihari, ternyata tidak terbukti. Begitu dia mencium tangan Mama Gilang yang masih tampak cantik dengan kerudung merah marun malam itu, beliau menarik dan mencium kedua pipinya. Jelas sekali wajah Gilang sangat mirip dengan Mamanya, tetapi dalam versi laki-laki tentunya dan sedikit berbeda dengan rahangnya yang kokoh serta kulit lebih gelap tidak seputih Mamanya. Tante Rima-Mama Gilang berkulit mulus dan seputih susu.

"Kamu cantik sekali," puji Mama Gilang, kemudian menggiringnya masuk ke ruang tengah, tempat dimana Papa Gilang bersama Raka dan seorang perempuan cantik yang perutnya tampak membuncit. Ya, Gilang sudah sering menceritakan tentang keluarganya meski baru kali ini mengajak Inara menemui mereka di rumahnya. Ini kedua kalinya Inara menginjakkan kaki di rumah mewah itu, tetapi dengan status dan suasana yang berbeda. Saat ulang tahun Gilang dia tidak menemui anggota keluarga pemuda itu.

Saat bertemu Raka, terlihat sekali kedua anak laki-laki di rumah itu semua mewarisi dominasi wajah cantik sang Mama. Bahkan Raka lebih mirip lagi dengan Mama mereka dengan kulitnya yang lebih terang dibanding Gilang.

Gilang menggiring Inara berkenalan dengan Papa dan kakaknya. "Pa, ini Inara." Kemudian gadis itu mencium tangan Papa Gilang.

Raka justru menghampiri sambil tersenyum dan mengulurkan tangan lebih dulu pada Inara. "Halo Inara. Raka." Inara segera membalas uluran tangan itu dan mengucapkan namanya.

"Oh ini yang namanya Inara? Yang elo ceritain itu Inara atau bukan sih Gi?" goda Raka sambil nyengir pada Gilang yang langsung mendapat pukulan lembut dibahunya. Kemudian perempuan cantik di sebelah Raka mengulurkan tangan dan menyodorkan pipinya, membuat Inara pasrah dan membalasnya.

Inara bisa merasakan kehangatan dari sikap dua perempuan yang ditemuinya juga Raka, meski agak-agak ragu salah sikap terlebih dengan sikap Papa Gilang yang tidak banyak bicara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang