7

2 0 0
                                    

Gilang betul-betul menepati janjinya. Jam setengah tujuh tepat suara Siti yang sedang menyapu koridor menggema memanggil Inara yang sedang bersiap dalam kamar.

"Iya, Siti," Inara memunculkan kepala di pintu kamar supaya tidak ada panggilan ulang yang membuat polusi suara.

Inara mematut dirinya kembali. Tidak biasanya dia berbuat begitu. Biasanya dia hanya mengambil asal kemeja atau blus dipadukan dengan celana jeans yang memang mudah dipadankan dengan apapun. Kali ini dengan setelan yang sama dia mematut diri memastikan pakaiannya tampak serasi. Inara juga mengamati pantulan wajahnya di cermin memastikan bedak yang sudah rata dan tidak ada lipgloss yang menempel di gigi.

Setelah memastikan pintu kamar terkunci, Inara bergegas menuju ruang tamu. "Assalamualaikum..." sapanya pada Gilang yang tampak segar dengan rambutnya yang basah.

"Waalaikum salam...udah siap? Elo cantik banget," jawab Gilang yang langsung menyerang dengan pujian.

"Kalau masih ngegodain mending gue berangkat sendiri," gerutu Inara sambil berjalan meninggalkan Gilang. Inara masih bisa mencium aroma Acqua Di Gio segar yang khas dari pemuda itu saat melewatinya menuju pintu gerbang.

"Asli pujian gue tulus lho," bela Gilang sambil menyusul Inara kemudian memencet tombol buka pintu pada remotenya.

Inara memilih diam sejak duduk di kursi penumpang, membuat Gilang salah tingkah dan berusaha membuka percakapan.

"Enak nggak cakenya kemarin?"

"Enak," sahut Inara singkat.

"Suka?"

Inara hanya diam tidak menjawab, khawatir membuat jawaban yang ambigu.

"Kalau enak mestinya suka," Gilang memutuskan. "Kapan-kapan elo mesti nyoba makan di tempat. Interiornya menarik, cozy, dan instagrammable."

Inara masih diam sambil menata hatinya mendengar ucapan Gilang. Dia tidak mau berpikir terlalu jauh dan kegeeran. Barusan apa Gilang berencana mengajaknya kencan ya?

"Kemarin elo kemana sih kok pulangnya sampai malam? Pacaran ya?"

"Bukan urusan elo. Kepo," gerutu Inara pada kata terakhir.

"Ini gue antar dia nggak marah ya? Tapi nggak apa-apa, kalau dia marah apalagi kalau sampai dia mutusin elo. Gue senang banget."

Inara melotot ke arah Gilang yang membalas dengan cengiran. Maksudnya apa sih ini anak?

Jarak tempuh kos ke kampusnya hanya sepuluh menit jika jalan kaki, dengan mobil Gilang yang berjalan tiga puluh kilometer perjam mereka hanya butuh waktu lima menit untuk tiba di kampus.

"Makasih ya. Tapi lain kali nggak usah jemput deh. Gue lebih suka jalan kaki ke kampus sambil olahraga. Lebih sehat dan nggak bikin polusi."

Inara sudah bersiap turun dari mobil ketika Gilang menarik tas Inara. "Nanti gue jemput ya. Gue mau minta tolong sih sebenarnya, minta ditemenin beli kado buat keponakan. Please..." pinta Gilang sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dadanya.

*****

Gilang tidak tahu apa yang membuat dirinya begitu ingin mendekati Inara. Ada daya tarik gadis itu yang membuatnya penasaran. Ketidakpedulian Inara dengan usahanya justru membuatnya penasaran. Setelah penolakan gadis itu beberapa kali pada tawaran Gilang untuk mengantarnya pulang, kini akhirnya Gilang bisa lega karena berhasil mengantarnya berangkat ke kampus. Selanjutnya otak cerdasnya segera menyusun strategi agar Inara tidak bisa menolak permintaannya.

"Keponakan elo umur berapa?" tanya Inara saat mereka sudah meluncur menuju sebuah mal.

"Ulang tahun yang kelima. Gue nggak tahu dia sukanya apa, karena nggak sering ketemu. Tapi tiap ketemu dia selalu pakai baju dan aksesori warna pink."

Love that HealsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang