Seorang pria bertubuh kekar meletakkan beberapa foto-foto di atas meja milik seorang pria yang duduk di depannya. "Ini foto yang satu minggu ini saya dapat,"
Bratajaya, pria yang duduk dengan tampang datarnya mengambil salah satu foto tersebut. Mata tajamnya meneliti setiap detail pada foto tersebut. "Dimana ini?"
"Di salah satu apartemen dekat sekolah tuan muda. Beberapa hari ini dia tinggal di sana," ujar Justin.
"Apa yang harus kita lakukan? Apa kita datang ke apartemen dia dan memaksanya untuk menghampiri anda?" tanya Justin melihat keterdiaman Bratajaya.
"Jangan. Saya minta kalian selalu awasi dia,"
"Baik. Saya permisi," Justin berjalan keluar meninggalkan ruangan Bratajaya.
Bratajaya memperhatikan satu persatu foto yang menampilkan setiap kegiatan yang putra tunggalnya lakukan.
Sikunya bertumpu pada ujung meja dan dua jarinya memijat keningnya yang terasa pening.
Ceklek!
Pintu yang berwarna hitam terbuka. Seorang wanita dengan pakaian seksinya berjalan masuk menghampiri Bratajaya dengan satu cangkir teh di tangannya. "Mas,"
Bratajaya mengangkat kepalanya. Membalas senyuman Hena dengan senyum kecil di bibirnya.
"Kamu kelihatan capek banget. Ada banyak kerjaan atau..." Hena memberhentikan perkataannya ketika matanya menangkap beberapa foto yang membuatnya bingung. Hena mengambil salah satu foto itu dan keningnya sedikit mengkerut.
"Saya awasi dia,"
"Awasi?"
"Iya, kehidupan dia semakin hancur," Bratajaya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya.
Hena menghela nafasnya, "Kenapa kamu awasi dia? Apa dia tau?"
"Tentu tidak," Bratajaya menatap cangkir yang Hena bawa dan diangguki oleh Hena.
"Iya, ini buat kamu. Diminum dulu,"
"Terima kasih," Bratajaya menyesap teh tersebut, berharap dapat meredakan pening di kepalanya.
"Tapi gak seharusnya kamu awasi dia kayak gini. Gimana kalo dia tau? Pasti dia akan marah sama kamu,"
"Jangan khawatir soal itu,"
Hena membantu mengambil gelas yang sudah selesai Bratajaya minum. Wanita itu kemudian duduk di sisi kursi yang Bratajaya duduk, tangannya melingkar di leher Bratajaya, dan mengusap lembut wajah tampan yang terlihat lelah. Wajah Bratajaya masih sangat tampan untuk umurnya sekarang. "Sekarang Alister dimana?"
"Di apartemen dia. Saya tidak tau sejak kapan dia beli apartemen itu," Bratajaya melingkarkan tangannya di pinggang Hena.
"Emang gak ada di data pengeluaran kartu dia?"
"Nggak ada. Saya rasa dia pakai kartu dia sendiri,"
Hana tersenyum, "Alister itu anak yang hebat, mas. Aku bangga lihat dia yang tetap bisa kuat tanpa harus pergi dari kalian,"
"Dia seorang laki-laki dan saya selalu mengajarkan dia caranya bertanggung jawab sama keadaan,"
Hana mengangguk berulang kali seraya menangkup dagu Bratajaya agar menatapnya, "Pasti Alister bangga pernah diajarin bertanggung jawab oleh papinya ini,"
"Saya selalu mengajarkan anak-anak saya untuk bertanggung jawab dan tidak meninggalkan tanggung jawab itu dengan cara hal-hal yang gila," balas Bratajaya mengetatkan rahangnya.
Senyum Hana sedikit demi sedikit memudar. Jemarinya mengusap lembut rahang Bratajaya, "Biarkan mereka ambil keputusan mereka sendiri karena mereka sudah besar,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTER
Teen Fiction[CERITA INI AKU BUAT MURNI DARI HASIL HALUAN KU. JADI TOLONG JANGAN ADA YANG BERNIAT COPAS. HARGAI USAHA KITA SEBAGAI SESAMA AUTHOR WATTPAD. TERIMA KASIH] Alister. Nama yang terkenal untuk semua kalangan. Nama yang selalu tertulis manis di list buku...