8 : Ada Senang, Ada Marah

2.7K 345 51
                                    

Kedua kaka beradik itu pulang setelah jam hampir menunjukan pukul 6 sore. Bahkan mobil Johnny sudah terparkir rapih di garasi. Ayah mereka pasti sedang panik sekarang karena ponsel milik Yuan dan Halim sama-sama lowbatt. Setelah Halim memarkirkan mobil digarasi dia segera turun menyusul Yuan yang sudah berdiri di depan pintu rumah. Katanya dia tidak berani masuk sendirian karena takut Papa marah. Padahal siapa juga yang akan memarahi bocah semanis dia?

"Halim pulangggg...". Halim langsung berteriak begitu dia masuk rumah.

Suara derap langkah kaki langsung menyambut keduanya. "Dari mana aja? Udah jam berapa ini?".

Yuan langsung bersembunyi di belakang tubuh Halim. Johnny itu jika sudah garang auranya sangat menakutkan.

"Weehh santai brou". Halim mengangkat tangannya. "Jadi tuh ini anak bungsu Daddy kekunci ditoilet jadilah kita harus nyari dulu kuncinya dan itu butuh waktu lama. Jadi ya maaf kalo kita pulang telat".

Wajah Johnny langsung berubah khawatir. "Siapa yang ngunciin dia?".

Halim menggelengkan kepala. "Belum tau. Tapi ya Daddy kita pamit undur diri dulu soalnya cape. Bye Dad". Dia langsung berlari setelah menarik tangan Yuan untuk pergi.

"YAAA HALIIMM...".

Sesampainya di kamar, Yuan lansung merebahkan tubuhnya diatas kasur. Meskipun hari ini dia tidak beraktivitas berat tapi rasanya dia lelah sekali. Mendengar ocehan orang lain tentang hal yang tidak-tidak cukup menguras tenaga. Memang pada kenyataannya tidak semua siswa berperilaku buruk. Masih ada kok beberapa orang yang mau menganggap dia sebagai manusia. Tapi jumlahnya hanya bisa di hitung oleh jari. Ada anak yang baik mau berteman dengan Yuan tapi orang tuanya melarang karena mereka adalah salah 1 rekan bisnis Oma. Ada juga yang mau berteman dengannya tapi hanya memanfaatkan keadaan. Yuan memang tidak bisa lepas dari Kakak juga ke-4 temannya.

Hari ini entah kenapa dia hanya merasa lebih lelah. Bukan karena dia harus menunggu ditoilet cukup lama, tapi lelah dengan hidupnya yang begitu-begitu saja. Kadang dia selalu bertanya kapan dirinya bisa hidup bebas? Tanpa ada yang menganggu atau merisak dirinya. Bisa saja dia pindah sekolah, pindah keluar negeri atau kota. Tapi itu akan merepotkan Johnny. Apalagi Johnny selalu melarang dia untuk pergi jauh. Belum lagi masalah biaya, jika dia pindah-pindah pasti Johnny harus mengeluarkan banyak uang.

"Kok belum ganti baju?". Johnny masuk kedalam kamar Yuan.

"Sebentar lagi Pa...". Jawab Yuan lesu.

"Kakak udah turun tuh lagi nonton di bawah, kamu mau kebawah juga?".

Yuan menggeleng lalu menjatuhkan kepalanya di atas paha Papa. "I'm tired, can I rest for a while?".

"Of course baby, kamu bisa istirahat sampe kamu ngerasa lebih baik". Johnny mengusap-usap kepala Yuan.

"Papa, tadi aku dikunci ditoilet sekolah. Tapi aku enggak tau siapa yang ngunci aku. Tadi juga mereka bilang aku berandalan karena liat tangan aku luka, mereka bilang aku juga morotin Papa pas tadi Rasyid sama Jaffan ngasih uang dari Kakak, mereka bilang aku anak haram yang enggak tau malu juga, kenapa mereka bisa jahat gitu ya?".

"Yuan...".

"Papa jangan minta maaf". Yuan mengelus tangan besar Johnny. Meskipun besar tangan itu selalu lembut, Yuan suka tangan Papa. "Ini bukan salah Papa atau Kakak. Aku cuma mau cerita, biar lega rasanya. Enggak apa-apa kan kalo setiap pulang sekolah aku cerita gini?".

"Papa lebih seneng kamu cerita kayak gini daripada kamu mendem semua sendirian. Jangan di pendam, apapun yang kamu rasain kamu harus selalu berbagi sama Kakak dan Papa. Oke? Telinga Papa selalu siap denger kamu cerita sekalipun Papa lagi di luar kota atau negeri nanti".

Johnny and His 2 Children || YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang