6 : Kenapa Harus Yuan?

3.1K 365 43
                                    

Halim sedang memandang Johnny dengan tatapan tajam. Setelah teman-temannya dan Jeffry Ayah Jaffan pulang, Johnny langsung mengajak Halim bicara di ruang kerjanya tanpa Yuan. Dia harus membicarakan mengenai pertemuan yang di bicarakan Omanya tadi. Mau tidak mau dia harus melibatkan Halim karena Johnny tidak bisa memutuskan mana pilihan yang akan dia ambil. Ini bukan lagi tentang dia tapi sudah menyangkut Yuan.

"Daddy enggak punya cara lain?". Halim menatap Johnny tidak suka.

"Apapun yang kita rencanakan nanti pasti Oma punya 1001 cara buat bikin kita dateng kesana".

"Dad, Yuan enggak akan baik-baik aja. Terakhir kita dateng dia di hina abis-abisan sama semua orang, ditambah sekarang Nenek sama Kakek enggak bisa ikut. Daddy mau Yuan di olok-olok didepan rekan kerja mereka atau didepan rekan kerja Daddy sendiri?".

"Kak, tapi kita enggak punya cara lain. Oma enggak akan main-main sama omongannya".

Halim menghela nafas. "Kenapa sih kita harus hidup gini? Oma juga kenapa kaya harta tapi hatinya lebih hina daripada orang jahat? Daddy mungkin enggak tau gimana perlakuan anak-anak disekolah sama Yuan, cuma dirumah dia bisa jadi dirinya sendiri sedangkan diluar rumah dia harus selalu hati-hati, salah sedikit dia bisa dihina abis-abisan. Apalagi sekarang pergi ke neraka buat acara sampah kayak gitu, Dad... Yuan emang akan selalu bilang baik-baik aja tapi aku yang enggak baik-baik aja".

"Maaf..". Johnny ikut menghela nafas. "Maaf karena Daddy enggak bis—".

"Bukan salah Daddy! Ini murni salah orang-orang yang selalu serakah sama harta. Hidup mereka cuma tentang uang, harga diri, martabat, atau gengsi, tanpa mereka mau tau kalo semua itu enggak bisa dibawa mati. Daddy enggak salah, mereka aja yang enggak punya otak sama hati. Harga diri katanya? Bahkan tikus got aja lebih bersih daripada kelakuan mereka".

Johnny tidak akan membantah perkataan Halim. Semua yang dikatakan dia memang benar adanya. Hidup dalam lingkungan yang selalu mengedepankan harta dan uang memang sangat sulit, mereka tidak lagi memiliki hati untuk orang disekitarnya. Mereka hanya memikirkan bagaimana menjatuhkan lawan dengan kuasa yang mereka miliki. 

Orang bilang bahwa menjadi kaya raya adalah hal yang enak, siapa bilang? Tidak semua orang kaya memiliki hati yang kaya pula. Adakalanya harta mereka bisa menumpuk tapi hati nurani mereka hanya seharga permen kiss di warung atau lebih parahnya mereka bahkan sudah tidak memiliki hati nurani lagi.

Pertemuan keluarga katanya, tapi apa yang mereka pertemukan? Bukan lagi bertanya kabar atau bagaimana keadaan seseorang, hal yang pertama yang akan mereka tanyakan adalah 'bagaimana bisnismu?', 'dimana sekarang anakmu? Anakku sih sudah menjadi sarjana di universitas...' hal-hal yang mereka bicarakan hanyalah kesombongan yang tidak ada ujungnya. 

Untuk itu kenapa Yuan selalu di anggap rendah karena mereka berfikir bahwa dia hanyalah anak yang memiliki ikatan darah dengan Johnny tanpa asal usul yang jelas. Mereka bermulut jahat juga bermata tajam. Sekali menatap orang lain yang lebih rendah mungkin mata mereka bisa memancarkan laser.

"Kita bawa Yuan besok". Halim kembali bersuara. "Tapi jangan pernah biarin dia sendirian. Besok Shidiq juga ikut kalo jadi".

"Kamu yakin?".

"Engga sebenernya, tapi aku enggak mau dia kenapa-kenapa. Udah cukup kemarin dia harus nginep di rumah sakit".

"Oke..". Johnny memijat pelipisnya. "Kamu bicara sama Yuan ya? Kalo Yuan nolak kita ikutin mau dia".

"Daddy jangan banyak pikiran, cepet tua nanti terus ubanan. Bye Dad". Halim dengan santainya membuka pintu kemudian keluar dari ruang kerja Johnny.

"Bocah edan!".

Johnny menelungkupkan kepalanya di atas meja. Semoga saja ini bukan keputusan yang salah karena dia mengajak Yuan kepertemuan besok. Inginnya Johnny tinggal saja dirumah atau dikantor dari pada harus bertemu setan-setan disana. Tapi jika dia tidak datang juga itu bukan keputusan yang benar.

Johnny and His 2 Children || YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang