Part 16

71 3 0
                                    

Entah mengapa, air mataku turun dengan sendirinya, setelah sedikit sadar dari tidurku aku mengambil air putih lagi untuk ku teguk, rasanya tubuhku lemas karena di hari ini aku belum memasukan makanan ke dalam perutku, ku lirik jam dinding di ruangan ini menunjukan pukul 1 malam, sedangkan Mauren belum siuman juga, rasa takut itu menyelimutiku lagi.

Mauren ayo bangun, aku tidak mau kau mati sekrang juga.

Terus ku genggam tangannya yang masih lemas, membagi kehangatan, kau pasti bisa melawan rasa sakitnya mauren ayo bangun mauren.

Kehangatan langsung menyeruk di hati ini, ketika tangan yang ku genggam akhirnya bergerak, tidak henti- hentinya aku mengucapkan syukur, matanya berlahan- lahan membuka, melihat ke langit- langit dan terakhir padaku.

"Reval" dengan suara yang hampir tak terdengar, ia memanggil namaku berlahan

Aku masih tak bisa berucap apa- apa, karena rasa haru di dalam diriku. Aku hanya bisa membuang nafas lega, dan langsung memeluk Tubuh Mauren.

"akhirnya kau sadar juga Mauren" aku sedikit mengecup pucuk kepalanya. Hingga tanpa ku sadari cairan bening turun dari mataku dengan deras, aku pria yang cengeng.

"kau menangis?"

Menyadari perkataan mauren aku langsung mengusap air mata itu dengan kasar, agar ia tidak dapat melihat wajahku yang penuh dengan air mata.

"tidak, aku tidak menangis" elakku, dan ia hanya bereaksi dengan senyumannnya.

"kau lapar? Aku akan memanggil suster untuk membawakan makanan, atau kau haus?" aku mengalihkan pembicaraan.

"aku haus"

Aku tidak mengadari bahwa tanganku masih menggenggam tangan Mauren, dengan erat, segera aku lepas tautan tanganku darinya, lalu mengambil segelas air putih yang berada di nakas, dan menyodorkannya pada Mauren.

Aku langsung mensetting kasurnya menekan suatu tombol remot yang bisa sedikit meninggikan posisi kepalanya.

"apakah ada yang sakit?" aku menanyakan keadaaanya

"aku tidak apa – apa"

Ia memandang lurus, seperti merasa kelelahan terukir di raut wajahnya. Lalu ia memejamkan matanya kembali.

"kau ingin tidur lagi?"

Ia hanya menjawab pertanyaanku dengan anggukan, lalu aku setting lagi tempat tidurnya seperti semula agar ia dapat membaringkan badanya.

"kau tahu tidak?"

"emm, tahu apa? Kau saja belum memberitahuku" jawabnya malas, matanya masih di pejamkan.

"sudah 3 hari kau tidak sadarkan diri"

"eumm cukup lama"

"ya, itu waktu yang cukup lama, dan berhasil membuatku bosan menunggumu di ruangan ini sendirian"

"kau tidak ikhlas?"

Aku beradu argument dengan Mauren yang masih memejamkan matanya, dan aku yang duduk di kursi yang dekat dengan kasurnya.

"bukan begitu, tapi aku menghawatirkan keadaanmu"

Entah mengapa iya malah tersenyum, seperti meledek padaku, memang yang dikatakana aku barusan lelucon apa?, aku berkata jujur padamu mauren.

"oh jadi kau mengkhawatirkan aku, aku merasa tersanjung sekali"

"arghhh kau sangat keterlaluan, aku telah menunggumu di sini berhari- hari, dan ketika kau siuman kau tak mengucapkan sedikit pun terima kasih"

MARRIAGE FOR INHERITANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang