Dengan segala sandiwara air mata palsu akhirnya aku dan Mauren bisa mendarat di NYC, yuhuuu... kita bisa menjadi dirikita disi, walaupun pertamanya semua anggota keluarga belum mengijinkan kita pergi ke tempat ini tapi dengan segala upaya, mengerahkan rayuan maut kita pada orang tua agar kita bisa hidup disisni. Dan ini adalah hari ke-2 pernikahanku
kami sepakat untuk tinggal bersama di apartemen milik Mauren, karena pihak dari mamah mertua akan datang untuk mengecek seminggu sekali,
"sisa uang yang waktu itu kita pinjam ke Mr.Rudolf masih ada kan Val?" Tanya Mauren memecah keheningan
"masih, sekitar 20jt lagi." Ujarku sembari menerawang
"what? 20jt mana muat buat kehidupan kita di New York"ujar mauren dengan nada terkejut
"iya memang gak cukup, mungkin gua akan coba cari pekerjaan"
"whatever" ujarnya memutar bola mata
Jika memang ini jalan kami, mengapa kami harus pura- pura bersatu untuk materi, semua berubah karena materi, karena aku yang ingin sekali melunasi semua hutang dan memiliki harta kekayaan yang banyak, yang membawaku harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabat karibku.
Sekarang aku sudah berada di depan pintu apartemen Mauren, sambil menggeret koper, aku masuk ke dalam ruangan itu, apartemen yang 'lumayan' rapi , yang hanya ada dapur, ruang tamu,1 kamar, dan 1 kamar mandi, mungkin malam nanti aku harus bertengkar dengan Mauren memprebutkan kasur.
"gua mau pergi keluar sebentar" ujar Mauren di amabang pintu, lalu ia melenggang ke luar dan menghilang
Baru saja kami tiba, ia sudah pergi entah kemana, dasar 'cewe gila', mending aku istirahat sebentar untuk memulihkan otot- otot ku selama perjalanan tadi.
**
Mataku terpaksa terbuka karena, genderang yang terus bersuara di perutku, ku tebarkan pandanganku pada setiap ujung ruangan ini, tidak ku temukan sama sekali sosoknya, lalu aku beranjak dari sofa menuju dapur, berharap ada semangkuk makanan yang masih layak makan di dapur, dapur ini benar- benar kosong tidak ada makanan sedikitpun, terkecuali air mineral, ya dengan terpaksa aku hanya bisa meminum air tersebut.
Mauren kau dimana tidak tahu kah kau aku disni kelaparan, niatku membeli makanan di luar diurungkan karena aku baru ingat bahwa semua uang kita dibawa Mauren, dari pada bosan menunggu Mauren lebih baik aku menonton Tv, rokok habis, kopi habis, apa yang harus aku makan, memakan semua kesialan ini? Kulirik jam menunjukan pukul 23.00. Dasar cewe gila, aneh, dan labil, aku paling tidak suka menunggu bersama kebosanan yng terus menemani, Mauren kau mengerjaiku , sampai aku harus kelaparn begini di apartemenmu yang tidak ada makanan sedikit pun , dan tidak ditinggalkan uang sepeser pun. Kapan ini bisa berakhir, apakah setiap hari dia akan berkelakuan seperti ini.
Tidak bisa begini aku harus cari kerjaan, agar aku tidak hanya berharap pada mauren, aku bisa mencukupi kebutuhanku sendiri, dengan keringatku sendiri
Ting nong- ting nong
Siapa lagi malam- malam begini bertamu, aku pun dengan segera bangkit dari duduk santaiku menju pintu dan membukakanya , oh ternyata Mauren yang datang.
"darimana loe?" tanyaku
"bukan urusan loe" ia berjalan masuk tanpa menghiraukanku "oiya ini gua bawain pizza, sorry tadi gua lupa ngasih loe duit buat beli makanan" ujarnya lalu pergi ke kamar dan menutup pintunya.
Rasanya sungguh tidak enak, serasa hidup sendiri dan di kelililingi bayak musuh, sikapnya sangat acuh tak acuh terhadap ku, mungkin seminggu atau dua minggu kedepan aku kan minggat dari rumah ini jika sikapnya begini terus.
Sesekali aku lirik pintunya yang masih tertutup, sembari memakan pizza yang dibawakannya, lumayan juga pizza buat ganjel perut setelah seharian gak makan, daripada mikirin orang yang gak jelas perasaannya lebih baik aku menonton tv untuk mengusir rasa bosanku.
Tak terasa waktu telah menunjukan tengah malam, sedangkan Mauren masih tidak membukakan pintu kamarnya, tidak memberi kesempatn kepadaku untuk mengambil selimut dan bantal, mungkin malam ini aku akan tidur di ruang tv
"Mauren " ujarku sembari mengetuk pintu kamarnya berkali- kali
"Mauren buka pintunya"
Ternyata sedari tadi pintu kamar tidak di kunci sama sekali, lalu aku melenggang masuk ke dalam kamarnya, kulihat ia sedag tidur di sofa kamarnya masih menggunakan sepatu dan baju yang tadi ia gunakan untuk bepergian. Habis dari mana dia sampai keadaannya selelah ini.
Aku goyangkan badannya agar ia terusik dan baguan.
"Mauren bangun"
Berkali kali aku panggil namanya ia masih tidak mau bangun juga, kasian sekali keadaannya sekarang ia pasti kelelahan setelah bepergian tadi, lalu aku gendong tubuhnya ke kasur agar ia bisa beristirahat lebih nyaman di sana, ku buka sepatunya yang masih melekat di kakinya.
Dia sedikit mengigau setelah aku baringkan tubuhnya di atas kasur, keningnya berkerut dan ia berbicara sangat kecil hampir tidak terdengar tapi keringat bercucuran di daerah pelipisnya
"maaf kan aku, aku tidak ada saat kejadian itu, maafkan aku, tolong maaf kan aku"
Hanya kalimat itu yang terdengar dari mulut kecilnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE FOR INHERITANCE
Roman d'amourwanita cantik harus memaksa sahabat lelakinya menikah, masuk kedalam jeratan pernikahan, hidup didalam kesulitan dan kesengsaraan demi warisan keluarga yang akan diberikan padanya, ia sangat membutuhkan itu. perjalanan pernikahan tanpa cinta begitu...