11

2K 533 28
                                    

Jungwon mendadak hilang kabar. Keberadaannya tak lagi tertangkap pandang. Teman-temannya kelimpungan mencari informasi, mengubungi nomornya, namun berakhir nihil.

Sudah terhitung 4 hari berlalu semenjak keduanya mampir ke panti. Selepas percakapan saat itu, Jungwon tak pernah terlihat lagi. Dia hilang begitu saja. Ibarat jejak yang lenyap tersapu hujan.

Sooji sebenarnya masih berusaha berpikir positif, tapi apa yang diucapkan pemuda itu membuatnya gelisah. Saat di mana Jungwon mengatakan bahwa tak masalah jika ia harus berakhir mati seperti Sunoo.

"Dasar gila. Aku akan merokok lagi jika kau benar-benar mati, Jungwon."

Ucapan itu ia tuturkan. Meremas kuat botol plastik minumnya dengan ekspresi wajah kelewat masam bercampur cemas. Sooji sendiri tidak mengerti mengapa ia serisau ini perihal Jungwon, padahal keduanya tak begitu dekat. Pertemuan tak etis di minimarket itulah yang membuat mereka semakin mengenal satu sama lain, dan tanpa sadar ada rasa kedekatan yang tumbuh.

Bukan tanpa alasan juga. Sooji sangat berterima kasih bisa mengenal Jungwon lebih jauh. Lelaki itu juga banyak membantunya. Sooji yang awalnya begitu terpuruk karena hal-hal sepele, kini mulai tangguh. Walau terkadang ia masih misuh-misuh pada sang Kuasa lantaran hidupnya yang tak berwarna.

Jungwon membuatnya lebih bersyukur.

Jungwon membuatnya tahu apa arti hidup.

Jungwon cukup membuatnya tak lagi kesepian.

Jungwon mampu membuatnya mengusir hampa dan lelah yang singgah.

Hanya Yang Jungwon. Dan Sooji menyadarinya bahwa Jungwon memberi pengaruh besar pada dirinya. Selama ini, tidak ada teman yang membuatnya seperti ini.


~~~~

"Biarkan saja, dia memang keras kepala. Aku tidak tahu sejak kapan dia mulai sering lari dalam kondisi tubuh yang belum fit. Kemarin aku mampir ke apartementnya dan ternyata beberapa obatnya masih utuh. Lihatlah, sekarang dia kesakitan sendiri."

"Dokter Yang, anda tidak boleh seperti itu."

"Aku lelah, perawat Park. Jungwon anak nakal, menyebalkan." dengusnya, bersandar di tembok. Membiarkan perawat Park memeriksa kondisi Jungwon.

"Kau merasa sesak lagi?"

Jungwon menggeleng pelan. "Tidak, sudah mendingan."

Perawat Park mengangguk sekilas, lalu membungkuk ke arah dokter Yang. "Saya permisi dulu."

"Ya, terima kasih."

Selepas kepergian perawat itu, kini tersisa dua adik kakak yang saling melempar pandang. Suasana kamar mendadak sunyi dan kaku. Jungwon yang acuh pun memilih berbaring, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Mau sampai kapan kau seperti ini terus?"

Jungwon mendengkus, menyibak selimutnya. "Kau juga. Sampai kapan harus terus menyerocos seperti ini?"

"Itu karena aku khawatir, Jungwon-ah." sergah dokter Yang tegas.

"Yang benar saja? Rasa khawatirmu justru mengekangku."

"Itu demi kebaikanmu. Aku bukan mengekang. Jangan sembarangan menyimpulkan."

Jungwon merotasikan maniknya, tampak begitu jengah. "Sudahlah, hentikan. Ini benar-benar memuakkan."

"Aku juga muak. Kau susah sekali untuk mendengarkanku. Sekarang jantungmu benar-benar rusak. Satu-satunya cara adalah transplantasi jantung. Terserah kau mau apa. Aku tidak akan repot-repot menyuruhmu ini itu. Kau sangat keras kepala, padahal kesembuhan itu hanya untuk dirimu sendiri."

Dokter Yang meninggalkan ruangan, menutup pintu cukup keras. Jujur saja dia kelewat lelah mengurus Jungwon yang sangat bebal dan bertindak semaunya. Pantangan dan larangan, ia langgar semua. Dan dokter Yang dibuat susah karena kondisi adiknya itu memburuk lagi.

Sementara Jungwon sendiri, ia hanya bisa termenung. Lalu bibir pucatnya itu bergumam lirih.

"Kenapa tidak kau biarkan saja aku mati?"

2. Heartbeat | Yang Jungwon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang