Dua

1.2K 219 93
                                    

Sudah lewat satu minggu sejak aku resmi menjadi seorang pengangguran. Rasanya sangat kosong dan kesepian. Aku tidak tahu harus apa. Yang jelas aku rindu pekerjaanku. Aku rindu suasana Kantor yang ramai. Aku rindu teman-temanku.

Aku duduk bersandar di bangku taman, memandang langit sore. Menit demi menit berlalu, dan hari yang panjang akhirnya mulai menimbulkan rasa kantuk pada diriku. Namun-- Seperti sebuah pukulan di otak, sesuatu berkelebat di kepalaku.

Levi Ackerman. Kapan ya, aku bisa bertemu lagi dengannya? Kehangatan seketika menjalari dadaku, merasa tenang, kedua mataku terbuka lebar, dan aku menahan napas beberapa saat.

"Ternyata kau gelandangan?" Sapa sebuah suara.

Aku mendongak dan mendapati orang itu sedang memelototiku. Apa aku berhalusinasi? Dia benar-benar ada di depanku!

"Akhirnya ketemu!" Aku menjerit, tak sengaja.

"Apa?"

"Tuan Levi! Aku ingin bertemu denganmu sejak hari itu!" Mataku terbelalak, kelewat semangat, tanpa sadar membuat pria itu bergedik.

"Kenapa kau ingin bertemu denganku? Memangnya kita kenal?" Balasnya dengan dingin.

"Soalnya.." Aku memerah, kemudian melanjutkan. "Aku jatuh cinta padamu!"

Entah mengapa, dia malah tertawa menanggapi pernyataanku yang setengah serius itu. Kemudian dia mengambil satu langkah mendekat. Levi Ackerman adalah orang ganteng paling aneh yang pernah kutemui.

"Kau orang gila ternyata." Kata itu keluar dengan kasar dan kurang ajar.

"Aku waras, tahu?!" Jawabku sambil menunjuk ke diriku sendiri.

Dengan rambut acak-acakan, mata letih, pakaian ngasal, sudah jelas aku terlihat seperti gelandangan gila di matanya. Sedangkan Levi berdiri dengan kekontrasan yang mencolok. Dia bergerak-gerak di bawah tatapanku, memainkan kerahnya. Aku membuatnya gelisah.

"Hey bocah, apa kau tahu," Matanya jatuh ke arahku. "Yang barusan kau katakan?"

Pertanyaannya membuatku tertawa, tapi dia tidak sedang melucu. Aku mengangguk. "Aku suka, suka banget padamu."

Rona merah menyapu wajahnya. "Kita kan tidak kenal."

"Ini namanya jatuh cinta pada pandangan pertama, tahu tidak, sih?!" Ucapku perlahan, sambil melipatkan tangan di depan dadaku.

"Berapa umurmu, bocah?"

"Aku? Sembilan belas tahun!"

Dia memicingkan mata, bibirnya berpilin menjadi garis muram yang tidak asyik. Sesuatu yang keras merayapi suaranya, menajamkan kata-katanya. "Jangan buat aku seperti orang jahat, kau tahu maksudku, kan, bocah?"

"Apa?"

"Apa kau tahu berapa umurku?"

"Tidak."

"Tiga puluh empat. Hampir dua kali lipat usiamu." Ia menuntaskannya.

"Terus kenapa?" Aku tidak goyah. "Aku tidak peduli."

I Belong To Mr. AckermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang