Dua Puluh

895 122 60
                                    

Warning! 18+

Tidak di rekomendasikan untuk pembaca di bawah umur.

Sinar senja nan hangat menggelitik penginderaan Levi, membuatnya terpaksa membuka mata. (Y/N) yang sedari tadi memperhatikannya tidur pun langsung menutup mata, tidak mau terpergok.

(Y/N) mengerang pada bantalnya, bersandiwara seakan dirinya baru bangun tidur. Tapi, Levi sudah lebih dulu tahu kalau kekasihnya ini sangat buruk dalam berakting.

"Bangun, bangun." Katanya sambil menggelitik tubuh bocah itu. "Kau pikir aku bisa di tipu, huh?"

"Yaah, ketahuan, deh." Keluh gadis itu seraya terkekeh.

"Itu agak lucu." Ungkap Levi ragu-ragu, badannya agak bangkit untuk mengecup kening gadis itu. "Tidurmu nyenyak?"

"Hmm, nyenyak." (Y/N) mengagguk riang. "Aneh, biasanya aku mimpi buruk dan mengigau, kan?"

"Apa itu karena kau tidur denganku, ya?" Pertanyaannya membuat (Y/N) beringsut malu.

"Uhh, mungkin?" Lirihnya dari balik selimut, kemudian tiba-tiba saja terlintas sebuah pertanyaan usil di kepalanya. "Kenapa? Kalau benar seperti itu, memangnya kau mau sering-sering tidur denganku?"

"Tidak buruk juga." Levi mengulurkan tangan untuk membelai pipi gadis itu. "Kau mau? Kita bisa tinggal bareng."

"Hee~ Seperti pasangan suami istri saja." (Y/N) tertawa.

"Iya. Bagaimana kalau kita menikah?"

Apa?! Apa Levi benar-benar serius?! (Y/N) berulang kali mengedipkan mata karena kaget. Gadis itu bisa saja langsung menjawab 'Ya, tentu saja aku mau, ayo menikah!' dengan cepat, bahkan sebelum Levi sempat menyelesaikan perkataannya. Tapi..

"Eh? Kau mau menikah denganku?"

"Iya. Aku mau. Aku serius."

(Y/N) merasa senang sekaligus heran. "Apa tidak terlalu cepat? Ah-- Maksudku bukannya aku tidak mau, tapi--"

"Tentu saja bukan sekarang, dasar bocah." Gerutunya. "Nanti, kalau kau sudah dewasa, dan sudah siap menikah, katakanlah padaku. Asal kau mau berjanji, sepuluh tahun pun aku akan menunggu untukmu."

"Sepuluh tahun itu terlalu lama, bagaimana kalau dua tahun lagi? Saat usiaku dua puluh satu tahun. Itu ide yang bagus, bukan?"

"Jadi, kau mau?"

"Mau, mau, mau!"

Begitu (Y/N) selesai bicara, bibir Levi langsung mendesak napas gadis itu dengan ciuman. Awalnya sentuhan itu terasa begitu lembut, namun saat suasana memanas, ciumannya jadi ganas. Rasa senang membanjiri hati Levi, merambat ke seluruh tubuhnya. Begitu pula dengan gadis itu. Saat tangan Levi mulai berkeliling ke seluruh tubuhnya, (Y/N) mengerang. Jemari pria itu bergerak semakin liar, senang karena kekasihnya menikmati aksi nakalnya itu.

"Aahh.."

"Boleh?" Levi yang sudah tidak tahan bergerak menindih tubuh gadis itu.

(Y/N) mengangguk pelan, kedua tangannya meremas kepala sang kekasih saat Levi mulai memasuki dirinya. Tidak seperti yang pertama, kali ini dia mulai bisa menikmati sensasinya.

Levi yang kini bermain di atas (Y/N), merasa semakin menyayangi sosok di depannya itu. Padahal, di awal, dia lah yang mendorongnya untuk mundur. Tapi, entah sejak kapan, sentuhan itu, senyuman itu, suara yang lembut saat memanggil namanya itu, membuatnya nyaris gila.

Saat melihat wajah (Y/N), Levi berpikir, alangkah baiknya jika aku bisa terus melihatnya di pagi dan malam hari, saat aku membuka mata, dan saat aku hendak menutup mata. Mengecup bibir itu setelah bangun dan sebelum tidur. Memeluk tubuh itu di saat sedih dan senang.

I Belong To Mr. AckermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang