Jeanette-- Marilyn-- Marry-- Levi memikirkan nama-nama itu dengan begitu serius selagi tangannya bermain di atas perut (Y/N); mana lagi nama yang lebih cocok jika anak ini perempuan? Ah. Bagaimana kalau ternyata laki-laki? Levi kembali ke posisi semula, merebahkan tubuh di sebelah kekasihnya.
Separuh pengar, dia memandang wajah (Y/N) yang sedang tertidur. Baginya perempuan itu tampak seperti lukisan di bawah sorot sinar rembulan yang menembus masuk melalui kaca jendela, dan Levi tidak henti-hentinya mengakui hal itu dari lubuk hatinya yang paling dalam.
"Oi," Levi mengecup matanya yang tertutup, turun ke bibirnya, lalu kedua belah pipinya. "Akan seperti apa, ya, jika aku tidak bertemu kau?"
(Y/N) yang merasa terganggu, terbangun sesaat dari tidurnya. Dia berguling hingga membelakangi Levi yang kini memandangi punggungnya, dan kembali tidur.
Levi yang mengira perempuan itu mendengar perkataannya yang-- baginya-- memalukan, merintih gelisah. Wajahnya berubah merah nyaris pekat seperti kepiting rebus.
"Hey, bocah."
Tak ada jawaban. Yang didengarnya hanya suara serangga-serangga malam dari arah luar. Separuh lega, pria itu menarik selimut dan memejamkan matanya, berusaha mengosongkan pikirannya. Tapi lagi-lagi wajah (Y/N) membayang. Kali ini bukan dalam artian yang menyedihkan, alih-alih gembira.
Sekali lagi tangannya menggapai perut yang bahkan belum mulai membesar itu, dan ujung bibirnya terangkat. Mungkin karena terlalu senang, matanya mulai terasa panas dan menggenang.
"Terima kasih karena waktu itu sudah menggodaku lebih dulu." Bisiknya di kuping wanita itu, terkekeh. "Terima kasih karena tidak menyerah.. terhadapku. Aku harap kau tak akan pernah menyerah, dan maafkan sikapku yang terkadang malah menyakitimu, oke?"
"Pa.." Wanita itu mengeluarkan suara, membuat Levi tersentak setengah mati. "Pai..."
Mengigau rupanya. Levi tertawa sendiri dan mengeratkan dekapannya pada sosok mungil itu, mengecup tengkuk lehernya sebelum berbung dengannya ke dunia mimpi.
***
Jantungnya terasa pedih. Phel mengentakkan punggungnya kembali ke atas kursi dan menghela napas panjang, secara berulang kali menegaskan komitmen yang telah ditetapkannya tentang (Y/N); dirinya yang akan melupakan gadis itu. Dirinya yang tidak akan mengganggu kehidupan mereka. Dirinya yang berusaha. Dirinya yang masih--
"O-Oh? Ba-Bagus, deh." Lirih Phel, matanya basah. Dia mengadah menatap Levi, dan kembali menggeser pandangannya ke arah kertas yang begitu dibencinya itu.
Levi menepuk pundaknya. "Kuharap kau mengerti."
"Nggak, nggak. Soal itu.. Aku justru turut berbahagia untuk kalian."
Levi mendengarkannya dalam diam, mengamati pria itu berjuang menahan kepedihannya yang dia tahu seberapa dalam itu.
Ketika air matanya jatuh, Phel benar-benar kehilangan kendali dirinya secara menyeluruh. Sekujur tubuhnya bergetar, tangannya mencengkeram erat kertas itu seakan-akan hendak mengoyaknya.
"Phelle."
"Maaf.. Aku tidak bermaksud.." Bisiknya, beriringan dengan napasnya yang tersengal. "Aku hanya nggak bisa.."
Levi mengurungkan amarahnya, mencoba untuk mengerti. Kedua tangannya terbentang, hendak merangkul pria itu.
"Butuh sedikit waktu." Levi bilang, dia menepuk punggung Phel, yang bertingkah seperti bocah merajuk. "Terima kasih sudah mengerti, jadi.."
"Kalau suatu hari aku tahu kau bertingkah tak pantas untuknya meski hanya sekali saja, aku tak akan melepaskan (Y/N)." Tegasnya. "Pokoknya berjanjilah."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Belong To Mr. Ackerman
RomanceTidak di rekomendasikan untuk pembaca di bawah umur. "Cinta bukanlah tentang kepemilikan, Levi Ackerman. Aku tidak harus memilikimu untuk mencintaimu." Cinta pada pandangan pertama- Levi tidak menyukai (Y/N) yang menyukainya. Suatu hari gadis itu me...