SHE'S ALEXXA

3.6K 468 165
                                    

“Kecurigaan kamu gak salah, kamu memang terinfeksi penyakit radang panggul. Tapi kamu hebat Felis, kamu bisa menyadari semua gejala itu lebih awal. Jadi kita bisa lebih cepat untuk mengambil tindakan setelah ini. Jangan berkecil hati, kamu bisa sembuh dan bakal punya keturunan kok.”

Begitu penjelasan dari Salma yang merupakan teman lama Felis sekaligus seorang dokter. Setelah tadi Felis datang kepadanya dengan menjelaskan bahwa sudah beberapa waktu merasakan hal yang tidak biasa pada dirinya sampai mencurigai sesuatu, kini raut temannya itu sudah mulai berubah murung.

“Gimana caranya supaya aku bisa sembuh, Sal? Aku pengen hamil.”

“Kamu harus dioperasi. Dan jangan lupa juga bawa Max kesini secepatnya. Selain butuh izin dari dia, kita juga harus memastikan Max juga punya penyakit yang sama atau enggak. Kamu tau kan kalau penyakit ini menular?” pungkas Salma.

“Apa aku bisa ngasih penjelasan ke Max? Aku takut dia kecewa,” lirih Felis.

Lawan bicaranya mendesah pelan karena mendengar ketakutan pasiennya itu. Salma meraih tangan Felis dan menggenggamnya—berusaha memberikan energi positif kepada wanita yang saat ini mungkin merasa lemah tersebut.

“Jangan takut, Felis. Akan berbahaya semisalkan kamu gak bertindak cepat. Kalau Max gak tau, dia pasti bakalan berhubungan intim terus sama kamu. Itu bakalan semakin membahayakan kamu dan juga meningkatkan resiko penularan. Don’t be stupid! Ini demi masa depan kalian berdua!” Salma menekan agar Felis memahami maksudnya.

“Operasinya harus dalam waktu dekat?” tanya wanita tersebut meyakini.

“Lebih cepat, lebih baik!” tegas sang dokter.

Dan ditengah kegundahan hati Felis, di sisi lain, Max baru saja keluar dari ruang rapat kerjanya. Saat berjalan menyusuri meja-meja karyawan perusahaan, dia melakukan peregangan pada otot-ototnya yang terasa kaku setelah duduk di kursi selama 2 jam.

Dia melirik jam tangannya yang bernilai ratusan juta sekilas. Hari ternyata sudah memasuki waktu petang dan sejak pagi tadi dia belum menelan apapun selain air liurnya sendiri. Atau mungkin sempat juga menelan saliva Felis sebelum dia berangkat kerja tadi.

Makanan di kantin sudah terlalu membosankan baginya. Akhirnya dia memutuskan begitu saja untuk pulang ke rumah dan memakan masakan istrinya. Tapi sebelum itu, dia harus kembali ke ruangannya untuk mengambil ponsel lalu memastikan apakah Felis ada di rumah atau tidak.

Namun, Max membulatkan matanya ketika pria berumur 33 tahun itu masuk ke ruangannya. Dia melihat seorang wanita yang berdiri dengan anggun di balkon ruangan tersebut. Siapa itu? Batin Max bertanya-tanya sembari mulai memperhatikan punggung orang yang ada di hadapannya itu sampai ke kaki jenjangnya. Kerutan kening muncul.

Penopang tubuh Tuan Pramuditya itu melangkah pelan mendekati sosok wanita yang tidak dikenalinya tersebut. Netranya menatap dari ujung kepala sampai ujung kaki Si Puan sekali lagi yang lekuk tubuhnya seperti gitar Spanyol sehingga membuat Max meneguk ludahnya sendiri.

“Permisi..”

Begitu panggilnya ketika sudah berada tepat di belakang wanita tersebut. Entah kenapa jantungnya berdegup sangat kencang karena sebelumnya dia tidak pernah kedatangan tamu wanita. Vibrasi di dadanya seolah tak terkendali ketika nona itu berbalik badan.

Senyuman simpul yang terpancar dari wajah wanita itu membuat Max menyipitkan mata seolah sinar terang-benderang memancar dari muka orang tersebut.

I Was HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang